Oleh

Dr.Fatkhurohman,SH.,MH

“Ideologi bangsa memang bukan Tuhan maka tidak perlu disembah,

namun ketika kita mengabaikannya maka kehancuran peradaban bangsa

jelas pasti terjadi”

Potret Putih  Ideologi Bangsa

Nama ideologi berasal dari kata ideas dan logos. Idea berarti gagasan konsep sedangkan logos berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan. Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut  Pertama, mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

Batasan teori ini memberikan arti yang sangat jelas dan tegas bahwa sebagai  sebuah bangsa dengan tipologi dan paham apapun tidak mungkin tidak mempunyai ideologi. Paham Ideologi Fasis   merupakan pengorganisasian pemerintah/penguasa dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran suatu partai nasionalis, rasialis, militeris , dan imperialis. Ideologi agama  yang bersumber pada falsafah agama yang termuat dalam kitab suci suatu agama. Ciri–ciri ideologi ini, antara lain, urusan negara dan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan hukum agama, hanya ada satu agama resmi dalam suatu negara, negara berlandaskan agama. Ideologi liberal yang aliran pikiran perseorangan atau individualistik. Ideologi ini tidak dibatasi oleh ajaran – ajaran filsafah. Ajarannya bertitik tolak dari hak asasi yang melekat pada manusia sejak lahir, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa, kecuali atas persetujuan yang bersangkutan. Ideologi sosialis/marxis/komunis yang mengajarkan  penerapan ajaran sosialis radikal marxisme – leninisme,  sampai dengan ideologi  Pancasila yang bersumber dari seluruh nilai – nilai Pancasila yang terdapat pada sila yang satu sampai dengan sila ke lima.

Berbagai ragam ideologi ini menunjukan bahwa tatanan bangsa dan negara akan menjadi lebih baik kalau dilindungi oleh kekuatan ajaran ideologi yang dimilikinya. Namun sejauh mana idelogi bisa menghantar sebuah bangsa dan Negara menjadi Negara kuat dan berkarakter ini yang menjadi persoalan. Ideologi bukan mahkluk hidup karena itu dia tidak bernyawa. Dia akan hidup kalau seluruh ajarannya dimengerti dan dijalankan oleh seluruh komponen bangsanya. Kesadaran kolektif dari seluruh komponen warga Negara menjadi penentu utama bernyawa atau tidak bernyawanya ideologi.

Ketika titik sadar warga mencair dipastikan bahwa bangsa itu dipastikan menjadi sebuah Negara besar yang berkarakter. Belakangan ini sangat bisa dirasakan bangkitnya Negara yang berkarakter karena ideologinya. Negara Cina misalnya, setelah 30 tahun perjalanan pertumbuhan ekonomi China yang melenjit secara konstan terlepas kondisi ekonomi dunia seperti apa, akhirnya dapat melampaui ekonomi Jepang yang selama beberapa dekade selalui menguasai pasar. Jepang yang dalam beberapa tahun ini selalu dilanda masalah krisis politik dalam negeri dan penurunan kapasitas ekonomi terpaksa harus melihat Negara yang pernah dijajahnya itu melaju melampuai pertumbuhan ekonomi mereka. Setelah Beijing sukses menggeser sebagai eksportir terbesar di dunia dan Amerika Serikat (AS) sebagai pasar otomotif terbesar dunia, kini China bersiap menggeser posisi Jepang sebagai negara dengan kemampuan ekonominya terbesar kedua di dunia. Dalam satu dekade lagi maka China bukan saja melebihi kapasitas ekonomi Jepang tetapi juga akan menjadi raksasa ekonomi yang paling besar di dunia. Kapasitas ekonomi Cina akhir tahun 2009 tumbuh 8,7 persen. Jauh lebih besar dari pertumbuhan ekonomi Jepang yang mencapai 6 persen. Justru disaat Negara lain terseok-seok mempertahankan diri dari krisis yang bergelombang melanda dunia. Gelombang krisis yang pernah terjadi di Asia Tenggara pada tahun 1997, menyusul krisis AS pada tahun 2008 akibat kebobrokan sistem keuangan dinegara itu dan permainan derevatif yang berlebihan itu, sampai sekarang ini masih terus tersisa dan membenamkan ekonomi AS.

Disamping Negara  itu ada 2 (dua) Negara yang menggetarkan dunia karena bangunan karakter bangsanya yaitu Brasil dan India.Kedua Negara ini terus melakukan inovasi inovasi bidang ekonomi, tehnologi, dan perbankan yang kemudian bisa menghantarkan negaranya menjadi Negara yang kuat karena pertumbuhan ekonominya terus bergerak secara signifikan. Selandia Baru bahkan mampu menempati posisi terhormat karena pengelola negaranya mampu menunjukan kepada dunia mengenai dijalankannya  praktek clean and good governance secara baik.

Fakta di atas menunjukan adanya hubungan signifikan antara  kemajuan sebuah bangsa dengan ketaatan terhadap sebuah ideologi. Adapun letak hubungannya berada dalam keteguhan kesadaran pribadi dan kolektif warga dan pengelola negaranya terhadap ajaran-ajaran luhur ideologi yang dimilikinya. Teguh terhadap ajaran yang membuahkan nasionalisme yang diajarkan oleh ideologi menjadikan Negara tersebut tidak gampang disetir dan dipengaruhi oleh Negara lain (adidaya). Demikian ideologi yang mengajarkan karakter demokrasi maka menjadikan Negara tersebut kekeh dan kukuh dalam menjalankan tradisi demokrasi ala bangsanya, tidak harus susah payah mengadopsi paham bangsa lain. Terus demikian diseluruh lini bidang baik itu bidang ekonomi, hukum, agama, sosial dan sebagainya. Kondisi inilah yang menjadikan ideologi menjadi  “sumber dari segala sumber kekuatan” ketika dia benar-benar  ditempatkan sebagai pedoman hidup bangsa.

Potret Hitam ideologi bangsa

Sebaliknya bagaimana kalau sebuah bangsa yang sudah beridiologi kemudian ingkar terhadap ajaran-ajarannya. Disini akan berlaku hukum hitam-putih, dimana kalau ajaran kebaikan dijalankan akan akan berbuah kebaikan, namun sebaliknya kalau ajaran kebaikan ditinggalkan bahkan dirongrong maka pasti akan terjadi keburukan.

Itu yang akan terjadi ketika ajaran ideologi ditinggalkan seluruh komponen bangsanya, maka keburukan yang akan menimpa. Sebut saja Indonesia yang pada situasi ini cocok untuk dijadikan bahan telaahan. Pasca gelombang tumbangnya orde baru maka terjadilah era kebebasan yang tak terkendali. Atas dalih demokrasi maka seluruh komponen bangsa ini saling memaksakan diri. Disatu pihak warga Negara hanya pintar untuk menuntut hak (richten) dari pada melaksanakan kewajiban (Plighten) sehin gga kekuasaan pemerintah menjadi tersandera. Dampak dari situasi ini yang kemudian menjalar seluruh lini kehidupan berbangsa. Tak hayal lagi terjadilah  krisis multi dimensi.

Praktek pembangunan bidang ekonomi yang seharusnya bersandar pada keberadaan  “koperasi” (seperti cita-cita Bung Hatta) bergeser menjadi berakar  kapitalis. Sedangkan di bidang hukum menurut jajak pendapat kompas (senin 22 juli 2013) publik mengungkapkan kekecewaan tertinggi terhadap jaminan kepastian hukum. Hanya seperlima bagian public (20,9 persen) menyatakan puas. Hal yang mengejutkan lagi adalah setelah Transparency International yang berbasis di Berlin, Jerman, kembali merilis Global Corruption Barometer 2013, selasa (9/7). Indonesia termasuk salah satu dari 107 negara yang disurvei hasilnya, lima lembaga public (the big five) diaktegorikan lembaga terkorup, yaitu Kepolisian (4,5), parlemen (4,5) pengadilan (4,4), partai politik (4,3) dan pegawai negeri sipil (4,0).

Persoalan ini menjadi runyam ketika persoalan etika moral dan kesusilaan juga bergerak signifikan dalam menghiasi keburukan lini kehidupan penguasa dan masyarakatnya. Maraknya pemerkosaan diangkot, tingginya jumlah remaja yang melahirkan di luar nikah, dan bentuk bentuk demoralisasi lain yang kian hari kian menggiriskan hati,  menjadikan martabat bangsa semakin terpuruk dimata dunia internasional.

Ini menjadi bukti nyata bahwa bangsa kita sudah kehilangan kendali akibat dari tidak taatnya kita terhadap ajaran ideologi yakni Pancasila. Cukup jelas dan tegas bagi kita ketika Soekarno sebagai arsistek lahirnya Pancasila membaginya menjadi 5 (lima) sila. Keberadaan sila itu  menggambarkan  begitu pentingnya percaya adanya ke Esaan Tuhan dimana nantinya akan berdampak kepada kecintaan terhadap sesama manusia, sehingga akan menimbulkan rasa solidaritas untuk membentuk persatuan. Di dalam membangun rasa solidaritas kalau muncul persoalan maka harus dimusyawarahkan hingga akan bermuara kepada capaian keadilan sosial.

Begitu indah ajaran ideologi Pancasila ini namun sayangnya itu semua ada pada kekuatan lidah saja dan belum masuk pada kekuatan kesadaran yang mendalam dari seluruh komponen bangsa Indonesia. Untuk menjadi Negara besar dan bermartabat sesuai cita-cita para pendiri Negara (The Founding Fathers)  maka tidak ada jalan lain selain menghidupkan kembali ajaran-ajaran Pancasila.

Gerakan sosialisasi empat  pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika seperti yang dipelopori oleh Swargi Taufik Kemas (Mantan Ketua MPR RI) sebagai sebuah gerakan nasional perlu diapresiasi.  Namun yang terpenting adalah bagaimana gerakan empat pilar menjadi gampang dinalar oleh segenap elemen bangsa ini. Indoktrinasi ideologi seperti peristiwa masa lalu kiranya sudah tidak relevan di era demokratisasi ini. Ihtiar ini memang butuh kesadaran mendalam mulai dari tumbuhnya kesadaran individual, keluarga,masyarakat serta penguasa sendiri. Bangunan Kekuatan kesadaran individu akan membentuk kekuatan kolektif yang ada dalam keluarga, masyarakat,dan penguasa. Demikian sebaliknya, kesadaran  penguasa dalam mentaati dan melaksanakan ajaran ideologi akan menjadi tauladan bagi masyarakatnya.

Kedekatan ajaran ideologi  yang kemudian dijadikan dasar untuk menjalankan roda pemerintahan menjadi pengaruh yang besar bagi hidupnya ideologi itu sendiri. Setelah itu komponen objek ideologi lain (individu, keluarga dan masyarakat)  akan mengikuti dan meneladaninya. Inilah prinsip ajaran kepemimpinan yang berbunyi, ing ngarsa sun tulada, ing madya mbangun karsa dan tut wuri handayani. Dengan demikian tegaknya  ideologi akan dipengaruhi oleh nilai kebenaran ajaran ideologi, kesadaran masyarakat dan penguasanya.

Begitulah ideologi, ketika melintas di batas hitam berarti dia sedang dikhianati sedangkan pada waktu  masuk pada batas putih ajarannya sedang dijunjung tinggi dan dianut oleh segenap komponen bangsanya. Dia pun tidak pernah mati meski  tak bernyawa, kecuali memang  sengaja dimatikan ajarannya.

 Dosen dan sedang menggemari studi ideologi

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.