IMG_5622Malang, 1 Oktober 2014 tepat dihari Peringatan Hari Kesaktian Pancasila, berlangsung dialog untuk menanggapi berbagai pandangan dan argumentasi masyarakat Indonesia terhadap UU Pemilihan Kepala Daerah yang oleh DPR dalam rapat paripurna diputuskan melalui pemilihan DPRD menimbulkan beragam pendapat baik yang pro maupun yang kontra. Universitas Widyagama Malang mewadahi aspirasi / pendapat tersebut melalui Forum Komunikasi Masyarakat Sipil Malang, MCW, dan Forum Kajian Konstitusi Universitas Widyagama Malang diselenggarakan Dialog Menyikapi Undang-Undangan Pilkada dengan tema “Kepala Daerah Dipilih Langsung Oleh Rakyat Versus Dipilih Oleh DPRD”. Acara berlangsung di ruang P2K Kampus II Universitas Widyagama Malang, yang dihadiri oleh: Ketua MCW (bapak Lutfi), Ketua KPU Kota Batu (Ibu Rochani), KPU Kab. Malang, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Dekan FH UWG, Dosen Fakultas Hukum yang tergabung dalam Forum Kajian Konstitusi Universitas Widyagama Malang, Wartawan/i dari media cetak dan elektronik di Malang Raya, LSM, dan Mahasiswa FH UWG. Acara berlangsung cukup menarik dan menghasilkan berbagai macam pandangan baik yang pro maupun yang kontrak terhadap hasil putusan DPR tentang Pilkada melalui DPRD. Menurut bapak Dr. Sulardi (Dekan FH Univ. Muhammadiyah Malang) kita sebagai akademisi tentu tidak pada posisi memprovokasi masyarakat untuk menolak hasil putusan oleh DPR, namun kita dalam posisi memberikan pencerahan dan penjelasan sebaik-baiknya kepada masyarakat, karena UU yang sudah diputuskan oleh DPR RI melalui voting itu sah menurut hukum. Mengapa di masyarakat terjadi gejolak penolakan, hal ini disebabkan peran media massa yang kurang berimbang dalam memberikan informasi dimana cenderung mengarah pada provokasi sehingga seolah-olah terjadi perebutan kekuasan di parlemen. Tentu hal ini juga sebagai akibat dari hasil Pilpres yang barusan berlangsung, dimana antara kedua calon memperoleh suara yang sama-sama banyak dengan selisih perolehan suara yang sangat tipis yang berimplikasi pada munculkan dua kubu yakni kubu merah putih dan kubu jokowi-jk. Sebagai orang akademisi tentu kita sepatutnya memberikan pengawasan / kontrol terhadap hasil undang-undang yang nantinya akan diberlakukan. Pandangan lain disampaikan oleh Bapak Dr. A’an (dosen FH Universitas Negeri Malang) bahwa pemerintahan yang sekarang ini adalah pemerintahan yang terburuk, mengapa demikian? menurut kami sudah sedemikian parahnya sehingga seorang presiden dengan gampangnya mendelegasikan menterinya dan dirjen / irjen untuk datang dalam rapat paripurna DPR RI yang disitu agendanya menetapkan Undang-Undang. Sementara presiden kita ada di luar negeri dengan agenda lawatan ke berbagai negara, tentu ini tidak pas dan menurut kami sebuah kesalahan yang sangat fatal. Pendapat yang lain yakni dari Dr. Fatkhurrohman, SH.MHum; bahwa kita semua sudah muak dengan tingkah laku dan perilaku anggota dewan kita di sana, sudah dibuat sedemikian baiknya sebuah sistem ketatanegaraan dengan harapan akan dapat menghantarkan negara kita menjadi negara yang memiliki tata pemerintahan yang baik, namun apa yang terjadi aparatur negara kita selalu membuat dan mengutak-atik peraturan dan selalu mencari celah dari sebuah Undang-Undang. Bagaimana bisa sebuah undang-undang akan menghasilkan sebuah putusan peraturan yang adil untuk masyarakat kalau yang membuat undang-undang tersebut adalah orang-orang yang rakus dengan kekuasaan. dan banyak lagi pendapat dan pandangan dalam diskusi tentang undang-undang Pilkada yang berlangsung kemarin dengan dihadiri oleh sejumlah 50 peserta diskusi. (san/pip)