“Sistem Informasi Manajemen Pemeringkatan Kemahasiswaan (SIMKATMAWA) adalah muara dari semua kegiatan mahasiswa, yang didalamnya menyangkut pemeringkatan perguruan tinggi, kemahasiswaan dan akreditasi program studi, oleh karenanya semua komponen pimpinan di perguruan tinggi harus paham. Indikator yang lebih dari 100 item harus ada koordinatornya masing-masing,” demikian inti dari paparan Prof. Dr. Abdul Hamid, MSi setelah membuka secara resmi Rapat Kerja Forum Komunikasi Pimpinan Kemahasiswaan (Forkommawa) Jawa Timur pada Minggu 11 April 2021 di Rayz UMM Malang.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UB yang baru saja terpilih sebagai Lurah (sebutan untuk ketua) Forkommawa Nasional 2020-2021 menjadi pemateri pertama bersama Dr. RR Cristina Avanti, MSi dari Ubaya. Dipandu oleh moderator Dr. Ir. SRDm Rita Hanafie, MP dari Universitas Widyagama Malang, Cristina memaparkan strateginya bagaimana peringkat Ubaya dapat naik dari 26 pada tahun 2019 menjadi 17 pada tahun 2020. “Manfaatkan media sosial, bangun infrastruktur data, sediakan sarana prasarana untuk kegiatan mahasiswa, lakukan sinergi antar dan semua program studi,” demikian antara lainnya kiatnya.

Acara yang berlangsung selama dua hari hingga Senin 12 April 2021 dan dilaksanakan secara hybrid antara luring dan darimg tersebut mengupas empat hal besar yang sangat erat kaitannya dengan Simkatwama, yaitu Badan Pembina Olahraga Mahasiswa Indonesia (Bapomi), Indikator Kinerja Utama (IKU), Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM). Pemateri yang handal dibidangnya tampil secara bergantian pada acara tersebut yaitu Dr. Mu’arifin, MPd dari UM, Irwan Setyo Widodo, SPd, MSi dari UNP, Dr. Agus Hariyanto, MKes dari Unesa, Dr. Yeyes Mulyadi, ST, MSc, dan Ir. Arief Abdurrakhman, ST, MT dari ITS dan Dr. drh. F Bimo Aksomo H, MKes dari Unair.  Masing-masing dengan moderator Eko Hardiansyah MPsi, Psikolog dari Umsida dan Ir. Fourry Handoko, ST, SS, MT, PhD, IPU dari ITN.

Materi kedua tentang PKM disampaikan secara daring oleh dosen FKH-Unair. “Ada tiga kunci sukses pengusulan PKM, yaitu taati buku panduan, tekankan bahwa kreativitas yang diusulkan adalah penting dan cermati duplikasi kegiatan,” pesan Bimo mengawali paparannya. Pesan penting lain yang disampaikan adalah menghindari judul yang menggunakan akronim atau singkatan yang tidak baku.

Mu’arifin yang juga Ketua Bapomi Jawa Timur berharap bahwa program kerja Bapomi bagi atlet yang berstatus mahasiswa di perguruan tinggi mampu mewarnai pelaporan Simkatmawa. “Kepada atlet yang meraih juara, pelatih/wasit/juri yang mengikuti pelatihan atau perguruan tinggi penyelenggara kegiatan olahraga dapat diberikan rekognisi,” harapnya.

Dari delapan Indikator Kinerja Utama (IKU), Agus Hariyanto menyebutkan bahwa tiga diantaranya dapat dilaporkan dalam Simkatmawa yaitu IKU 1 Lulusan Mendapatkan Pekerjaan yang Layak, IKU 2 Mahasiswa Mendapatkan Pengalaman di Luar Kampus dan IKU 3 Dosen Berkegiatan di Luar Kampus.

Materi terakhir tentang Merdeka Belajar Kampus Merdeka disampaikan oleh tim dari ITS yang intinya menekankan pada hak belajar mahasiswa selama tiga semester di luar program studi. “Perguruan tinggi wajib memfasilitasi, tetapi mahasiswa boleh memilih untuk tidak memanfaatkannya. Terdapat delapan jenis pembelajaran MBKM yang tidak harus dilakukan semuanya oleh program studi atau mahasiswa,” demikian jelas Arief. Pada akhir paparannya Arief menyampaikan bahwa salah satu strategi yang dibangun oleh kampusnya adalah sedapat mungkin tidak terlalu banyak melakukan perubahan kurikulum, karena pada hakekatnya hampir semua kegiatan MBKM sudah dilakukan oleh perguruan tinggi.

Dari keikutsertaannya pada Rapat Kerja I Forkommawa Jawa Timur tersebut, Rita Hanafie menarik beberapa kata kunci agar peringkat Kampus Inovasi Universitas Widyagama Malang dikancah nasional kinerja kemahasiswaan meningkat yaitu menyiapkan sumberdaya manusia yang mumpuni, semua unsur pimpinan di tingkat prodi, fakultas dan universitas harus paham dan fokus, bangun infrastruktur data, sediakan sarana dan prasana yang memadai dan monitoring yang tidak putus. “Ini lebih rumit daripada menyiapkan akreditasi program studi,” demikian Rita mengutip pernyataan Abdul Hakim. (san/pip/red:rh)