Artikel ini telah terbit di blog kompasiana
Memasuki musim premiership 2009, Manchester United (MU) relatif tanpa dinamika berarti. MU relatif tidak belanja pemain, setelah Teves dan Ronaldo hengkang. Pembelian Michael Owen dianggap kurang beramunisi untuk mengisi jajaran penyerang. Beberapa pemain andalan cidera, antara lain Rio Ferdinand dan Van der Sar. Hingga saat ini, MU telah tiga kali bertanding, menang dua kali dan sekali kalah. Terakhir, menang melawan Wigan dengan skor 5 – 0. Pengamat masih meragukan kekuatan MU, dibanding Chelsea, Liverpool atau Arsenal. Namun demikian, Sir Alex Ferguson, atau Fergi, tetap optimis, sama seperti musim-musim sebelumnya.
Tulisan ini mencoba menguraikan figur Fergie, yang dianggap manajer tersukses di Inggris bahkan liga sepak bola dunia. Sejak menangani MU tahun 1986 silam, Fergie menghadirkan 10 kali trofi premiership, 5 piala FA Cup, 3 piala Liga, 2 piala Champions, serta juara dunia antar klub 2008 di Jepang. Namun, sesungguhnya sukses itu dilalui dengan masa-masa sulit.
Industri sepak bola Inggris terbangun di atas manajemen, pemain, fans, pemodal, FA, televisi, telekomunikasi, infotainment, publik, sponsor, bisnis, merchandise dan jaringan bisnis penunjangnya (hingga ke Asia). Fergi tahu betul kekuatan bisnis itu sebagai suatu sistem. Ia termasuk ikut membesarkan sistem industri sepakbola Inggris. Karena itu, langkahnya juga tidak terlepas dari sistem itu. Sebagai contoh, dalam transfer pemain, mungkin keputusannya terkesan di luar perhitungan, tetapi kerap mengejutkan pengamat. MU senantiasa menunjukkan kinerja baik sekalipun gagal juara. Akibatnya, fans tetap setia mendukung MU. Jaringan bisnis tetap berkembang dibelakang MU.
Fergi paham benar kultur sepak bola Inggris. Ia sangat paham rakyat Inggris gila bola dan sangat mendukung sepakbola. Karena itu, asal insan sepakbola Inggris bekerja keras dalam sistem, maka sepakbola akan selalu diperbincangkan, ditonton dan didukung. Karakter kerja keras itulah yang ditanamkan ke semua pemain MU, secara konsisten, tanpa membeda-bedakan apakah pemain bintang atau tidak. Dengan kerja keras, ada proses pembelajaran, menghasilkan nilai tambah dalam power, kecepatan, teknik, maupun strategi, bagi individu pemain maupun tim. Tantangan apapun akan terlewati, prestasi akan datang cepat atau lambat. Fergi yakin, di belakang masa-masa sulit ada hal-hal yang menggembirakan. Tahun 2004-2006 adalah masa-masa MU minim gelar, tapi sesudah itu panen gelar kembali.
Fergi adalah pekerja keras yang fokus. Ia fokus dengan tugas sebagai manajer dan pelatih tim. Fergi bahkan tidak terpengaruh saat MU dibeli oleh investor Amerika Serikat tahun 2005, padahal saat itu ada kekuatiran perubahan visi MU. Ia pun meminta pemain fokus dan disiplin menjalankan tugasnya. Ia tidak suka terhadap pemain MU berulah di luar lapangan, atau mengganggu kekompakan tim. van Nilsteroy pernah iri terhadap Ronaldo, Beckham berperilaku bak selebriti, atau Ronaldo yang mulai besar kepala. Tiga pemain itu akhirnya disilakan pergi dari Old Trafford. Sebaliknya ia suka pemain yang fokus, seperti Gigs, Neville, Solkjaer, Scholes, atau Ferdinand.
Fergi adalah figur terbuka dan simpel. Pemahamannya yang dalam terhadap filosofi sepakbola, membuat ia mampu menempatkan diri. Ada kalanya ia protes keras terhadap FA atau tim lain untuk membela MU. Pada saat lain ia juga mengaku kelemahan ada di timnya, bila tampil buruk. Ia juga melakukan psywar, namun selesai bertanding ia datangi manajer tim lawan untuk memberikan respek tidak peduli MU menang atau kalah. Ia respek terhadap Wenger maupun Maurinho. Ia justru memperoleh tantangan dari dua orang itu, agar MU lebih bekerja keras. Ia berikan pujian kepada Maurinho sebagai manajer yang sukses di awal debutnya dengan Chelsea tahun 2005. Ia juga simpati terhadap Maurinho yang mengalami tekanan menjelang pengunduran diri.
Fergi adalah pelindung sekaligus motivator. Pemain yang bekerja keras akan merasa aman dan terlindungi oleh Fergi. Ia marah atau memuji pemain dalam rangka untuk memperbaiki permainan MU. Fergi sadar, liga Inggris sangatlah keras. Tidak mudah bagi pemain, yang berbeda kultur akan beradaptasi dalam lingkungan kompetisi dan tekanan yang padat. Tekanan atau tanggungjawab itu ia sangga agar pemainnya bebas berkreasi di lapangan. Fergi bisa mendamaikan Ronaldo dan Rooney pasca seteru mereka di Piala Dunia tahun 2006, sehingga membuahkan piala premiership tahun 2007 bagi MU.
Fergi memiliki kepercayaan diri dan visi. Fergi punya visi menjadikan MU hebat dalam kerangka industri sepak bola Inggris. Visi itu tidak berjangka pendek. Ia bangun karakter MU dari jalur pembinaan yang akademi MU. Kekurangannya diisi dengan transfer pemain yang selektif, sesuai kebutuhan. Ia beri kepercayaan penuh kepada pemain muda seperti Rooney, Ronaldo atau Macheda. Tapi ia juga kontrak pemain tua seperti Owen atau Hendrik Larson. Semua dipadukan dalam karakter MU.
Empat karakter Fergi, yakni pemahaman budaya atau sistem, pekerja keras, pelindung, dan percaya diri, tentu saja patut dicontoh. Ia bangun karakter itu secara konsisten di MU sejak 26 tahun silam. Ia telah ciptakan nilai tambah ekonomi dan sosial di seluruh dunia bersama MU. Fergi matang secara individu maupun sosial. Ia bangun social capital dari sepakbola.