Sri, aku gak wawoh (Sri, aku tidak mau berteman)

jeng sri ngontel

Artikel ini telah terbit di kompasiana

Dalam suatu diskusi kelompok suatu matakuliah, seorang mahasiswa namanya Sri, mempunyai pendapat yang brilian.  Sri memang memiliki kemampuan akademik yang menonjol, dan mampu menjelaskan materi diskusi dengan baik, disertai kronologi dan landasan konsep keilmuan.  Yang terjadi, suasana diskusi menjadi terbelah, sebagian menyetujui pendapat Sri, sebagian lainnya yang dimotori Kus menolak.  Kelompok pendukung Sri berada di atas angin karena didukung dosen fasilitator.  Diskusi akhirnya ditutup dengan menyisakan suasana dongkol di pihak pendukung Kus.

Suasana kelas setelah diskusi nampaknya tidak nyaman lagi.  Sri mulai dijauhi teman-temannya.  Ketika dibuka diskusi lagi, para mahasiswa dari pendukung Kus tidak hadir dengan alasan yang tidak diketahui.  Dosen fasilitator membatalkan diskusi dengan perasaan kecewa.

Fenomena di atas adalah ilustrasi, yang menunjukkan adanya informasi asimetri dalam sebuah diskusi kecil.  Kelompok Sri adalah pihak yang mengerti informasi (well-informed), sebaliknya kelompok Kus adalah tidak tahu informasi (uninformed).  Kalau ditarik lebih jauh, kelompok Kus bisa jadi tidak bisa lulus kuliah atau bahkan DO.  Masyarakat atau dunia kerja akan menilai perguruan tinggi (PT) tersebut gagal menghasilkan lulusan yang bermutu.  Bahkan kalaupun Sri lulus dengan predikat cumlaude, bisa jadi tidak dipercaya masyarakat.  Masyarakat sudah terlanjur menilai buruk PT karena informasi yang diterima tidak lengkap.

Fenomana informasi asimetri senantiasa menghasilkan keadaan tidak menguntungkan.  Bukan saja pihak yang tidak tahu informasi mengalami kerugian, tetapi juga semua pihak tidak memperoleh hak sebagaimana seharusnya.  Dalam dunia bisnis, pihak penjual maupun konsumen mengambil pilihan yang salah (adverse selection).  Masing-masing dalam posisi saling buruk sangka.  Produk yang diperjualbelikan tidak bermutu, bahkan mengalami kegagalan pasar (market failure).  Hal ini mengingatkan kembali kepada fenomena market for lemons, yang melahirkan teori informasi asimetri dari Arkelof pada tahun 1970.

Bagaimana menghindari fenomena informasi asimetri?

Pertama, kelompok Sri harus membangun komunikasi dengan kelompok Kus.  Mengajak kembali berdiskusi dalam suasana harmonis, saling menghargai, dan tanpa saling menyalahkan.  Kelompok Sri sebagai yang punya informasi, memberikan signal informasi, dan siap memberikannya ke Kus dan kawan-kawan  Sementara kelompok Kus juga harus berpikir terbuka, dan mau belajar serius.  Kedua kelompok harus mau berkorban agar memperoleh manfaat bersama secara nyata, yakni Sri berhasil meraih cumlaude dan kawan-kawan lainnya bisa lulus studi.

Kedua, kelompok Sri harus mampu memberi jaminan Kus dan kelompoknya dapat lulus ujian.  Memang hal ini yang membuat sulit, bukan saja karena keputusan lulus ada pada dosen pembina matakuliah, tetapi juga variasi yang sangat besar pada kemampuan akademik Kus dan kawan-kawan.   Mereka ini bukan saja tidak mengerti, tetapi juga ada yang tidak mau mengerti untuk belajar lebih keras.  Tidak ada cara lain, kelompok Sri harus melakukan screening atau memilah kelompok Kus berdasar kemampuan akademik.  Bagi yang tidak mengerti, kepada mereka perlu diberi asistensi khusus, atau privat agar memahami materi kuliah.  Bagi yang tidak mau mengerti, kepada mereka rasanya …. perlu dihibur dulu, diajak jalan-jalan dulu (mengikuti acara Srimulat atau Thukul), bila perlu harus dibantu mengerjakan jawaban ujian ..he..he.  Mohon para pembaca bisa memberi saran jitu kepada mereka yang tidak mau mengerti ini.  Mungkin ada teori lain lebih cocok.

Tulisan ini adalah sedikit penerapan teori informasi asimetri oleh George Akerlof, Michael Spence, dan Joseph Stiglitz, yang memenangkan Nobel Ekonomi tahun 2001

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *