JANGAN TAKUT

Dalam peran apa saja, setiap manusia tidak pernah lepas dari berbagai masalah atau tantangan (termasuk ancaman, gangguan dan hambatan).  Masalah itu bisa datang dari luar maupun dari diri sendiri.  Masalah dari luar datang dari keluarga, lingkungan kerja atau tantangan alam.  Masalah dari diri sendiri karena ketidak-mampuan, ketidak-tahuan atau ketakutan.

Tapi sungguh luar biasa manusia senantiasa dapat mengatasi masalah itu bila ia mau belajar, melihat dan mendengar.  Dengan ilmu, sabar dan semangat (motivasi) manusia bisa menemukan jalan keluar mengatasi masalah.  Ditambah dengan keikhlasan, manusia akan menemukan pengalaman kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tertuntun kepada derajat kearifan lebih tinggi.

Seorang anak kecil sering mengalami ketakutan.  Sebagai misal bila tidak mengerjakan pekerjaan rumah, ia takut dimarahi guru.  Rasa takut itu menimbulkan (keterpaksaan) semangat belajar.  Hasilnya siswa tersebut bisa tumbuh dengan proses pembelajaran yang mentrasformasi ketakutan menjadi prestasi akademik, melalui keterpaksaan, keterbiasaan dan pembudayaan.  Seorang anak buah juga sering tertekan ketika memiliki bos yang disiplin.  Tetapi bila anak buah tersebut mencoba ikhlas dan menjalani perintah dan kedisiplinan maka ia akan mengalami banyak pembelajaran, bahkan kepercayaan untuk mendapatkan pengetahuan yang luar biasa.

Ada banyak cara mendapatkan pengalaman dan pembelajaran sehingga seseorang mampu mengatasi masalah.  Intinya adalah ia tidak pernah mundur atau takut akan masalah.  Ia lakukan telaahan, identifikasi masalah, dan menemukan pengetahuan tentang masalah itu.  Tentu ia juga lakukan langkah-langkah pemecahan masalah.  Bahkan ketika menemui kegagalan, ia akan mencoba, mencoba, dan mencoba lagi.  Ketangguhan dan kesabaran menyelesaikan masalah terakumulasi menjadi pengalaman berarti, khususnya untuk menghadapi masalah di waktu-waktu mendatang.

Jadi, kata kuncinya adalah hindarkan rasa takut. Rasa takut, enggan, atau segan senantiasa menghantui saat akan memulai langkah.  Perasaan itu muncul karena berhubungan dengan kemungkinan reaksi dari lingkungan atau orang, khususnya orang yang kita hormati atau dituakan.  Rasa takut harus dihilangkan bila ingin maju atau akan menyampaikan kebenaran.  Penulis yakin kebenaran yang disampaikan akan menolong banyak orang, menghindari kesesatan, sekaligus dapat menjadi jalan pemecahan masalah.  Rasa takut (segan) terhadap manusia jangan sampai menghalangi kamu untuk menyatakan apa yang sebenarnya jika memang benar kamu melihatnya, menyaksikan atau mendengarnya. (HR. Ahmad).

Jangan pula takut menghadapi ’kesulitan’ hidup.  ’Kesulitan’ hidup telah menjadi pilihan hidup para ulama atau orang-orang dalam pengembaraan ilmu.  Mereka ini dengan sengaja, sadar dan ikhlas menjauhi hidup berkecukupan demi untuk mendapat ridha Allah.  Bagi mereka ’kesulitan’ hidup adalah salah satu cara mendekatkan diri kepadaNya, agar senantiasa memperoleh siraman ilmu Allah.  Dengan kata lain, mereka terbiasa berpuasa, mengendalikan hawa nafsu, dan menahan diri.  Menahan diri dari banyak hal yang biasa atau berlebihan.  Bahkan mereka sering berdiam diri, dibanding berbicara.  Karena diam (tidak bicara) adalah suatu kebijaksanaan dan sedikit orang yang melakukannya (HR. Ibnu Hibban).  Sesungguhnya Allah melarang kamu banyak omong, yang diomongkan, dan menyia-nyiakan harta serta banyak bertanya (HR. Asysyihaab).

Jangan takut melakukan perjalanan jauh dan menuntut ilmu.  Perjalanan jauh dan menuntut ilmu adalah satu kesatuan utuh.  Perjalanan jauh membuka wawasan dan pengetahuan akan lingkungan dan budaya lain.  Pengalaman ini, terlebih bila diniatkan untuk menuntut ilmu menjadi manfaat yang luar biasa.  Pengalaman dari budaya lain itulah yang mampu membawa seseorang menempatkan diri dan mampu berkomunikasi sebaik-baiknya dalam tata pergaulan lebih luas.

Suatu perjalanan pada dasarnya suatu hal yang menyiksa, atau hal yang tidak nyaman.  Ia meninggalkan keluarga, tempat tingggalnya, harta benda, berbagai kebiasaan dan kesenangan.  Seorang musafir yang berada dalam kesendirian mampu mendefinisikan pertolongan Allah dengan sesungguhnya.  Mengapa? Karena dalam kesendiriannya ia tidak berdaya dan tidak punya siapa-siapa.  Ia hanya punya Allah, tempat memohon dan meminta pertolongan. Seperti dinyatakan HR. Ath-Thabrani: ”Ya Allah, Engkaulah teman kami dalam perjalanan dan yang kami serahi urusan keluarga kami. Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kekurangan (biaya perjalanan dan kawan) dan kesusahan sepulang ke rumah. Ya Allah, dekatkan jarak bumi dan ringankan perjalanan kami”.

Suatu perjalanan dengan niat yang baik terlebih untuk menuntut ilmu adalah suatu hal yang mulia.  Orang-orang seperti ini, terlebih dengan membawa misi menyebarkannya untuk umat; bagaikan hujan yang memberi air untuk tanaman, untuk mengisi sungai-sungai bagi keperluan manusia.  Allah akan memberi pertolongan kepada para pengembara ilmu ini.  Bahkan Rasullullah mengantar dan mendoakan orang-orang mukmin seperti ini: “Semoga Allah membekali kamu dengan takwa, mengarahkan kamu kepada segala kebaikan, melaksanakan bagimu segala kebutuhan dan keperluanmu, menyelamatkan agama dan duniamu, mengembalikan kamu pulang dengan selamat dan memperoleh keberuntungan” (HR. Ibnu Babawih).

Jakarta, 15 Juni 2010

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *