KEPEMIMPINAN VISIONER DAN REFORMASI BIROKRASI

Tulisan ini telah terbit di Majalah Perencanaan Pembangunan Bappenas, tahun 2010 edisi 3 hal 2-5

Di dalam lingkungan globalisasi terjadi interkoneksi pengaruh dari faktor-faktor politik, teknologi, budaya dan ekonomi.  Hal itu difasilitasi oleh dominasi kemajuan peningkatan komunikasi dan teknologi sedemikian rupa sehingga menghasilkan uncertainty, complexity dan competition (Silalahi, 2010). Memperhatikan perkembangan globalisasi tersebut, maka kepemimpinan nasional harus mempunyai pandangan jauh ke depan atau mempunyai visi jelas, yang mampu menjangkau ketidak menentuan dalam lingkungan yang cepat berubah.  Kepemimpinan nasional tersebut memerlukan suatu sistem[1] manajemen nasional (Sismennas) untuk menjalankan mekanisme siklus penyelenggaraan negara dan dapat menggerakkan seluruh tatanan untuk mengantisipasi perubahan dan mendukung keberlangsungan kehidupan nasional

Sismennas merupakan sistem manajemen pembangunan yang dilandasi kaidah manajemen universal di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dilandasi tata nilai ideologi dalam rangka mewujudkan tujuan nasional (Pokja Sismennas, 2010; Mustopadidjaja, 2004).  Sismennas berfungsi memandu  penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Konsep Sismennas sesuai dengan sistem kepemimpinan nasional meliputi struktur, substansi dan budaya (Pokja Pimnas, 2010a).    Kepemimpinan di dalam sismennas mengawal, melaksanakan proses dan menghimpun usaha–usaha untuk mencapai kehematan (ekonomis), daya guna (efisien), dan hasil guna (efektif) sebesar mungkin dalam menggunakan sumber dana dan sumber daya nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional (Pokja Sismennas, 2010).

Mengawal Perubahan

Pagon et al. (2008) menyatakan kepemimpinan membutuhkan kompetensi (Gambar 1), yakni individu (antecendent), kognitif (cognitive), fungsional (fuctional) dan sosial (personal and social). Kompetensi individu merupakan atribut yang melekat kepada diri seseorang pemimpin.  Kompetensi individu misalnya pendidikan, memberikan pengaruh yang kuat kepada misalnya kompetensi kognitif.  Kompetensi kognitif memberikan landasan penguasaan pengetahuan umum, hukum, teori dan konsep.  Kompetensi fungsional merupakan penguasaan ketrampilan untuk problem solving dalam kegiatan sehari-hari.  Sementara kompetensi sosial merupakan kebutuhan untuk pembinaan hubungan dengan individu atau sosial.  Seluruh kompetensi tersebut harus dipadukan dengan karakter organisasi antara lain visi, misi, value, dan tujuan.  Perpaduan kompetensi kepemimpinan dan karakter organisasi akan menghasilkan keberhasilan dalam perubahan (change management).

leadership competency (pagon et al 2008)Lebih jauh Pagon et al. (2008) menyatakan institusi publik perlu terus mengimplementasikan budaya baru di dalam organisasi.  Hal ini dilakukan dengan menggantikan budaya lama melalui program antara lain training atau on-the-job training; agar tumbuh dan berkembang proses pembelajaran untuk (i) peningkatan aspek multikultural (multicultural skills),  (ii) memahami proses perubahan organisasi, (iii) peningkatan pengendalian kepribadian (emotional intelligence and self-control), dan (iv) peningkatan kerjasama dan hubungan (people skills).

Dari uraian di atas, kepemimpinan nasional bangsa Indonesia nampaknya menghadapi dua isyu yang juga menjadi tantangan bisnis global, yakni  cross-cultural management dan change management.  Menurut CBI (2009), cross-cultural management diperlukan dalam upaya memberikan pemahaman menjembatani hambatan organisasi dan berbagai implikasi budaya.  Change management memberikan konsep untuk memahami dinamika dan berbagai manuver dalam budaya organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.

Memperhatikan keadaan dan permasalahan saat ini maupun akan datang, maka posisi dan eksistensi seorang pemimpin sangatlah penting.  Pemimpin pada berbagai tingkatan dan hirarki sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya, merupakan penggerak dan motivator seluruh komponen bangsa untuk menjalankan kehidupan nasional dalam rangka pencapaian tujuan nasional.    Bagi bangsa Indonesia, yang dibutuhkan adalah sistem kepemimpin nasional yang dapat menjalankan visi pembangunan nasional dilandasi paradigma nasional dengan kemampuan (i) memantapkan integrasi bangsa dan solidaritas nasional, (ii) mementingkan stabilitas nasional untuk meningkatkan rasa kebangsaan, (iii) memahami perubahan dan melaksanakan pembaharuan dalam manajemen pemerintahan dan (iv) menggunakan pendekatan politik dalam upaya pencarian solusi untuk menangani permasalahan dalam kehidupan masyarakat (Pokja Pimnas, 2010b).

Reformasi Birokrasi

Kepemimpinan nasional harus dapat berfungsi mengawal proses pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dirasakan oleh warga bangsa di seluruh wilayah nusantara. Konsepsi membutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, berkemampuan iptek dan seni yang dilandasi nilai-nilai ideologi bangsa, serta dapat berinteraksi dengan komponen bangsa lainnya dalam hidup bersama yang bermanfaat. Kepemimpinan nasional harus dapat mengawal strategi implementasi reformasi birokrasi (PURB, 2008) yakni (i) membangun kepercayaan masyarakat, (ii) membangun komitmen dan partisipasi, (iii) mengubah pola pikir, budaya dan nilai-nilai kerja dan (iv) memastikan keberlangsungan berjalannya sistem dan mengantisipasi terjadinya perubahan (Tabel 1).  Strategi implementasi reformasi birokrasi bukan hal teknis semata, tetapi membutuhkan kemampuan kepemimpinan extraordinary untuk menjalankannya pada tatanan Sismennas.   Hal ini bisa dilihat dari sisi lain, Sismennas sesungguhnya menjadi alat bantu yang efektif untuk menjalankan mekanisme business process kepemimpinan.  Lebih penting dari itu, kepemimpinan juga harus mampu mengawal seluruh SDM senantiasa dalam steady state mengantisipasi perubahan.

implementasi reformasi birokrasiBerdasarkan uraian di atas, timbul pertanyaan bagaimanakah memastikan keadaan kepemimpinan nasioanal yang visioner untuk menjalankan reformasi birokrasi.  Berikut dideskripsikan tiga masalah pokok.  Pertama, kualitas kepemimpinan belum memadai.  Para pemimpin di pusat atau daerah sebagian masih belum memahami aspek-aspek kepemimpinan untuk menjalankan Sismennas.  Fakta-fakta yang membuktikan hal itu banyak sekali.  Masih banyak para pemimpin nasional yang berada di daerah lebih berorientasi ke daerahnya masing-masing.  Mereka lebih menyukai putra daerah dibanding putra bangsa terbaik sebagai calaon pemimpin di daerahnya.  Sebagian dari mereka juga tidak tahu perihal manajemen pembangunan (sismennas) dan tidak menunjukkan keteladanan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.   Meskipun keadaan telah berubah dimana massyarakat, pengusaha dan aparatur menuju kepada good governance, serta fenomena globalisasi sudah terjadi, namun masih banyak pimpinan daerah masih berperilaku feodal.

Kedua, reformasi birokrasi belum seluruhnya diterapkan dan masih sedang berjalan.  Sekalipun Panduan Reformasi telah ditetapkan (melalui RPJMN 2010-2014, PURB, 2008; dan Pedoman Pengajuan Dokumen usulan Reformasi Birokrasi (Gambar 2, PPDURB, 2009)), namun belum banyak kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang berpartisipasi.   Pencapaian reformasi birokrasi hingga saat ini rata-rata kurang dari 30 persen dan akan dilanjutkan mencapai 100 persen pada tahun 2014 (melalui RPJMN 2010-2014).  Reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan upaya untuk melaksanakan perubahan dan pembaharuan yang mendasar dan menyeluruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan mencakup aspek, organisasi (kelembagaan), ketata laksanaan (business process) dan SDM aparatur (PURB, 2008).  Semua itu berawal dan bermuara kepada perubahan pola pikir, sikap dan perilaku SDM agar lebih mementingkan organisasi dibanding kepentingan individu.

Ketiga, penegakan hukum belum efektif.  Sejauh ini instrumen peraturan penegakan hukum untuk pembinaan SDM sudah ada, baik menyangkut disiplin, pidana, perdata atau korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).  Namun demikian upaya implementasi secara sungguh-sungguh belum konsisten pada seluruh instansi.  Ada beberapa kemajuan nyata dengan berjalannya pengadilan tindak pidana korupsi kepada para tersangka pejabat publik di daerah.  Ada juga beberapa PNS terkena pelanggaran disiplin.  Namun masih saja ditemukan pelanggaran hukum yang diduga melibatkan kolusi dengan aparat penegakan hukum, misalnya kasus Gayus yang menyuap aparat kepolisian, kejaksanaan dan Mahkamah Agung.  Kasus KKN aparat penegak hukum menjadi sinyal penting belum seriusnya penegakan hukum.  Penegak hukum seyogyanya ‘berubah’ dan membersihkan diri di lingkungannya sebelum sebelum melaksanakannya kepada orang lain.

Gambar 2 tahapan reformasi birokrasiBerjalannya reformasi birokrasi sesungguhnya menjadi momentum penting penegakan hukum.  Mengapa demikian, karena reformasi birokrasi dapat menjadi tolok ukur untuk membangun komitmen perubahan kepada setiap pimpinan dan seluruh anak buahnya.  Kepada mereka yang ‘mau berubah’ adalah menjadi ukuran penting kecakapan penguasaan masalah dan peran kepemimpinan, sebagai bagian penting untuk pembinaan karier dan kaderisasi kepemimpinan. Kepada mereka yang berperilaku ‘tidak mau berubah’  sesungguhnya mulai dapat diterapkan penegakan disiplin atau sangsi yang lebih berat.  Dalam jangka panjang, reformasi birokrasi harus menjadikan SDM kualitas menjadi kaya fungsi, yang menjalankan tugas dan kewajibannya penuh cinta, tanggungjawab dan terukur.

Upaya pemecahan masalah terhadap persoalan di atas diuraikan sebagai berikut.  Pertama, peningkatan kualitas kepemimpinan.  Hal ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya: (i) KemenPAN menyempurnakan peraturan mekanisme seleksi PNS yang kredibel, (ii) Lemhannas dan KemenPAN melaksanakan pelatihan kepemimpinan kepada aparat pemerintah,  aparat Pemda, tokoh masyarakat/agama/parpol di seluruh wilayah dan tingkatan, (iii) Lemhannas dan DPR menetapkan aturan tentang Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia pada setiap organisasi dan proses pemilihan kepemimpinan, (iv) setiap instansi pemerintah menyusun code of conduct perihal etika dan etos kerja.

Kedua, percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi.  Hal ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya;  (i) KemenPAN melaksanakan sosialisasi peraturan perundangan reformasi birokrasi strategi percepatan reformasi birokrasi, (ii) Kementerian/lembaga/Pemda melaksanakan reformasi birokrasi, (iii) Kementerian/lembaga/Pemda melaksanakan sosialisasi reformasi birokrasi, (iv) Kementerian/lembaga/Pemda menerapkan teknologi informasi mendukung reformasi birokrasi, (v) Pemerintah dan DPR mengalokasikan anggaran untuk pelatihan kepemimpinan dan reformasi birokrasi, (vi) Depkeu memberikan tunjangan prestasi (remunerasi) kepada aparat Kementerian/lembaga/Pemda yang melaksanakan reformasi birokrasi

Ketiga, penegakan hukum reformasi birokrasi. Hal ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya;  (i) Polisi, kejaksaan, MA, badan pengawas (BPK) melaksanakan  penegakan disiplin pegawai internal secara konsisten, (ii) setiap instansi melaksanakan sosialisasi penegakan disiplin pegawai dikaitkan dengan reformasi birokrasi, (iii) Polisi, kejaksaan, MA, badan pengawas (BPK) melaksanakan penegakan hukum untuk mendukung reformasi birokrasi.

DAFTAR PUSTAKA
CBI (Carnegie Bosch Institute).  2009. Leadership and Change Management in a Multicultural Context.  Tepper School of Business, Carnegie Mellon University, Pittsburgh, Pennsylvania, USA
Mustopadidjaja, A. R.  2004.  Paradigma Pengambilan Keputusan Dalam Penyelenggaraan NKRI di Abad 21.  Majalah Perencanaan Pembangungan.  Bappenas Jakarta.  IX(6): 2-8
Pagon, M., E. Banutai and U Bizjak.  2008.  Leadership Competencies For Successful Change Management. A Preliminary Study Report. Slovenian Presidency of the EU 2008.
Pokja Kepemimpinan.  2007a.  Kepemimpinan Nasional.  Pokja Kepemimpinan.  Lemhannas, Jakarta
Pokja Kepemimpinan.  2007b.  Kepemimpinan Visioner.  Pokja Kepemimpinan.  Lemhannas, Jakarta
Pokja Sismennas.  2010.  Sistem Manajemen Nasional.  Pokja Sismennas, Lemhannas RI, Jakarta.
PPDURB (Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi).  2009.  PermenPAN PER/04/M.PAN/4/2009 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen usulan Reformasi Birokrasi
PURB (Pedoman Umum Reformasi Birokrasi).   2008.  PermenPAN No: PER/15 /M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi
RPJMN 2010-2014.  2010.  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.  Peraturan Presiden No 5 tahun 2010.  Bappenas, Jakarta
Silalahi, T. B.  2010.  Kepemimpinan Visioner Dalam Rangka Reformasi Birokrasi.  Materi Ceramah Kepemimpinan, 7 Juli 2010.   Lemhannas, Jakarta

[1] Sesuai dengan UU No 25/2004,  konsepsi manajemen pembangunan mengacu kepada suatu sistem, yakni Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).  SPPN mengatur keseluruhan sistem perencanaan pembangunan yang dituangkan dalam dokumen yang berkesinambungan, baik yang bersifat jangka panjang, menengah, maupun pendek atau tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah, masing-masing yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *