(Dosen) Meninggal dalam ….. perjuangan

Hari ini berita perihal meninggalnya Wakil Menteri Energy dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo meramaikan media.  Beliau meninggal saat mendaki gunung Tambora, yang juga menjadi hobi sejak mahasiswa.  Almarhum adalah gurubesar perminyakan dari ITB Bandung dengan pengalaman bidang akademik yang sangat mumpuni dan dihargai oleh kolega dan industri perminyakan.  Sangat wajar, beliau terpilih dan diangkat sebagai presiden sebagai wakil menteri. Beliau meninggal dalam usia 61 tahun.

Tidak banyak yang mengenal almarhum sebelum ini.  Beliau mampu menempatkan diri dan tidak ingin lebih menonjol dibanding menteri.   Almarhum Widjajono memang dikenal berpenampilan khas, bersahaja, berambut gondrong, suka berjin belel, ramah dengan tetangga dan dermawan.  Profil demikian adalah profil seorang guru besar jaman dahulu (tahun 1990an atau sebelumnya), yang teguh dalam pendirian, tidak larut dengan materialisme dan hedonisme.  Lihat saja, bagaimana beliau tidak takut menghadapi pertanyaan anggota DPR serta ramah dengan wartawan.

Ada dua hal menarik dari beliau yang pantas diteladani.  Pertama, beliau adalah guru besar dengan integritas yang luar biasa.  Track record akademik dan pengalaman industrialnya pantas diikuti oleh para dosen atau akademisi.  Seorang dosen dan guru besar yang pantas untuk digugu dan ditiru dalam seluruh aktivitas kehidupannya.  Sekalipun menjadi wakil menteri beliau tidak lupa asalnya.  Ia tidak mau merubah image rambut gondrong dan kesahajaannya.  Lihatlah tampilan mimik mukanya, penulis yakin tidak ada ‘kosmetik’ atau perangkat salon yang menempel diwajahnya.   Hal ini berbeda dengan tampilan dosen atau akademisi sekarang; yang tampil seperti bak selebriti atau birokrat; dibanding menampilkan integritas keilmuannya.  Dosen-dosen sekarang tampil fashionable, dan memerlukan permak wajah untuk hadir di seminar, mass media atau dialog media TV.

Kedua, beliau adalah seorang wakil menteri, jabatan yang tentu sangat strategis.  Namun, beliau mampu tampil biasa saja.. lebih menonjol sebagai seorang manusia dibanding jabatan yang disandang.  Kepergiannya mendaki gunung adalah inisiatif pribadi meskipun untuk kepentingan pembangunan pariwisata; yakni mengembangkan pariwisata pendakian gunung Tambora.  Seorang wakil menteri pergi ke daerah, naik gunung, .. tanpa merepotkan fasilitas birokrasi pemerintahan daerah setempat.    Sungguh luar biasa.

Di negeri ini, tidak banyak menteri atau pejabat setingkat menteri yang meninggal dalam tugas.  Di antaranya adalah Wahid Hasyim, 38 tahun (Menteri Agama di saat awal kemerdekaan, 1953), Ir Soetami, usia 52 tahun (Menteri Pekerjaan Umum, yahun 1980), dan Baharuddin Lopa, usia 66 tahun (Jaksa Agung, tahun 2001).  Kita semua mengenang kebaikan beliau dengan baik.  Penulis yakin mereka meninggal dalam perjuangan.  Di saat mereka dilantik, dengan nama Allah yang pengasih dan penyayang mereka berjanji menjalankan amanah jabatan sepanjang darah mengalir di tubuh dan nafas berhembus.  Insya Allah mereka meninggal dalam kebaikan dunia dan akherat.

Lembah Panderman, Malang, 22 April 2012

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *