Wakatobi (5): Diskusi ekowisata yang sejuk

Sebagaimana rencana awal, sharing dengan stakeholder ekowisata di Wakatobi akan dilaksanakan pada tanggal 16 juli 2012.  Penulis pada prinsipnya mengalir mengikuti acara dari pihak tuan rumah.  Siapa tuan rumahnya atau sebagai host? Penulis belum ada informasi lengkap, namun kepastiannya akan diberitahu setelah pak Rido Batubara (Kasubdit Sarana Prasarana KP3K) sudah hadir di Wanci sekitar jam 12.00.  Oleh karena itu, sejak pagi itu penulis memanfaatkannya dengan jalan kaki dan berputar-putar di sekitar pasar pagi dan pasar Mola, menikmati kehidupan sosial ekonomi masyarakat.   Hasil laporannya disajikan dalam tulisan terpisah.  Setelah berputar-putar di sekitar Wanci, kami kembali ke hotel.

Sekitar jam 9.30, pak Hajifu (Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan) menemui penulis di hotel.  Ini merupakan pertemuan pertama kali dengan beliau.  Kami saling berkenalan, penulis menyampaikan maksud dan tujuan hadir di Wakatobi. Beliau menyampaikan pengalamannya selama tujuh tahun perihal pembangunan perikanan di Wakatobi.  Kami sama-sama berkomitmen untuk mengembangkan peran masing-masing dalam pembangunan perikanan, serta pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan nelayan.

Penulis bertemu dengan pak Rido di hotel sekitar jam 10.30.  Beliau datang lebih cepat dari rencana semula.  Setelah berkenalan dan berbincang, kami kemudian dijemput pak Cie dan pak Hardin untuk pergi menuju acara diskusi, yang bertempat di Wisata Beach Resort (WBR), tepat di tepi (dermaga) pantai.  Jarak dari hotel ke WBR hanya sekitar lima menit dengan mobil.  WBR terletak tidak jauh (sebelah selatan) dari pelabuhan Wanci.  Di WBR ini ada hotel, restoran dan Mawaddah Dive Center.  Resor WBR tidak bersifat eksklusif seperti resor yang banyak dihuni wisatawan asing.  WBR ini nampaknya lebih familier dengan wisatawan domestik.  Awalnya penulis berencana menginap di WBR ini.  Namun hotel di WBR penuh, sedang digunakan oleh para guru yang sedang sosialisasi program dari Dinas Pendidikan setempat.  Di resor ini pak Hajifu dan staf Dinas Perikanan dan Kelautan sedang menunggu kami untuk persiapan diskusi.

Di WBR telah hadir para peserta diskusi yang meliputi SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), pelaku usaha (dari resor atau masyarakat), dan LSM.  Diskusi ini dilakukan tepatnya di restoran tepat di bibir pantai.  Acara diawali dengan saling berkenalan sambil makan siang.  Setelah itu diskusi dibuka oleh pak Hajifu dengan menjelaskan agenda utama yakni (i) sosialisasi program KP3K dan (ii) pemberdayaan masyarakat dalam jasa ekowisata. Program KP3K disampaikan pak Rido perihal rumah apung atau dalam bahasa awam sebagai karamba jaring apung di Wakatobi.  Rumah apung berbahan plastik HDPE (High Density Polyethylene) bersifat ramah lingkungan, dengan masa pakai minimal 10 tahun. Rumah apung didisain memiliki banyak fungsi antara lain karamba (20 unit @4×4 m persegi, setiap unit bisa dikelola satu kepala keluarga), kuliner (restoran), diving, atraksi ikan, atau sarana pendidikan lainnya.  Menurut pak Rido, ini merupakan program yang keempat sesudah Lombok, Kepri, dan Raja Ampat.  Sosialisasi program rumah apung ini sekaligus meminta komitmen Pemda Wakatobi untuk memilihkan tempat/posisi dan model pengelolaannya dengan mempertimbangkan dalam aspek sosial, pengendalian dan akses pengunjung.

Paparan berikutnya, penulis menyampaikan pemberdayaan masyarakat melalui jasa ekowisata.  Powerpoint yang penulis siapkan tidak tayang karena kondisi diskusi tidak memungkinkan.  Petani, peternak atau nelayan sudah saatnya mampu menguasai dan menjual jasa ekologi di wilayahnya.  Kondisi budaya atau ekologi lokal merupakan hal yang sudah dikuasai, ini perlu dikemas dan dituturkan kepada pengunjung agar menghasilkan sikap dan perilaku konservasi.  Dari sini nelayan dapat memperoleh penghasilan dan nilai tambah yang signifikan untuk meningkatkan kesejahteraannya.  Pengalaman membuktikan petani atau nelayan bisa melayani pengunjung dengan baik seperti di Bromo, Meru Betiri atau Candirejo.  Penulis menyampaikan, potensi ekologi Wakatobi sangat besar untuk dikemas sebagai produk ekowisata yang bernilai tinggi.  Waha Tourism Community terbukti melakukannya dengan sangat-sangat baik.

Diskusi menghasilkan respon positif dari peserta. Perwakilan dinas pariwisata menyambut baik dan mendukung program yang ditawarkan KP3K.  Ibu Hidra dari Bappeda menekankan pentingnya sinergi untuk merealisasikan karamba apung atau ekowisata perikanan.  Ia melaporkan banyak anggaran program belum terserap karena faktor penunjangnya belum disediakan.  Pak Bloro mewakili kelompok masyarakat Kaledupa, meminta masyarakat dilibatkan dalam program tersebut agar lahir rasa memiliki, tanggungjawab dan berdampak kesejahteraan. Masyarakat ingin wujud partisipasi nyata yang berkelanjutan, bukan sekedar proyek satu atau dua tahun.  Pak Syahruddin dari Taman Nasional Wakatobi menyampaikan sudah ada lima desa ekowisata di pulau Kapota dalam kerangka program Model Desa Konservasi (MDK) yang dicanangkan Menteri Kehutanan sejak tahun 2007.  Masyarakat dibimbing dalam tata kelola homestay atau dilatih berbahasa Inggris.  Pak Hajifu sendiri menyatakan siap membantu KP3K, dan menyilakan untuk survei lokasi dengan menggunakan perahu Dinas.  Beliau ingin rumah apung itu dikelola secara profesional.  Pak Muslimin, yang merupakan manajer diving di Panuto resort, menyambut baik dan siap mendukung dengan kemampuan yang dimilikinya.  Sementara pak Salim dari LSM siap menunjukkan lokasi terbaik untuk karamba jaring apung.  Ia mengusulkan di lokasi sekitar barat daya pulau Wangi-wangi, yang berdekatan dengan Kapota.  Posisi ini dianggap strategis karena dekat dengan penduduk, merupakan alur utama pelayaran, sekaligus monitoring penggalian pasir atau gangguan ekosistem lainnya.  Peserta lainnya, yakni pak Dirman (WTC) dan perwakilan Mawaddah Dive Center ikut merespon positif.

Diskusi yang sangat sejuk itu berakhir sekitar jam 14.00.  Semua peserta berkontribusi positif untuk menemukan jalan keluar, fokus pada langkah nyata.  Tidak seorangpun menyatakan dirinya lebih baik dari yang lain.  Ada perasaan untuk menghargai orang lain, serta manut dengan ahlinya atau yang berkompeten.  Sikap ini adalah modal penting dalam tata kelola pembangunan khususnya di daerah.  Sikap positif ini begitu kentara sejak kehadiran penulis serta hasil pengamatan dan perbincangan berbagai pihak, termasuk saat survei lokasi rumah apung.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *