Delapan puluh empat tahun lalu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost–Java, Jakarta; pemoeda-pemoeda di seluruh nusantara dari (Jong) Sumatera, Jawa, Borneo, Celebes, Ambon dan lain-lain berikrar untuk bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Pertama, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoewa, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Ikrar itu terus bergulir dalam wujud gerakan-gerakan terorganisasi dan tetap menyatu sebagai Indonesia. Sebagian dari tokoh-tokoh pemuda itu ikut mengantarkan lahirnya (kemerdekaan) negera Indonesia tahun 1945 dalam ancaman penjajahan. Kini, negara Indonesia sudah berusia 62 tahun. Negara ini juga punya pemuda-pemuda yang siap mengambil peran. Pertanyaan berikutnya: Siapkan pemuda saat ini mengambil peran itu seperti halnya Sukarno, Hatta, Syahrir, Wahid Hasyim saat awal kemerdekaan.
Penulis sangat optimis generasi muda saat ini siap melanjutkan perjuangan para pendahulu. Sistem kehidupan bangsa ini masih mampu menghasilkan pemuda-pemuda yang tangguh dan berjuang. Berbagai nada pesimis, seperti fenomena tawuran, perilaku anarkis mahasiswa, narkoba, hedonistik; memang patut diwaspadai. Mekanisme penanggulangannya dan hukum harus ditegakkan memerangi hal tersebut. Namun masih ada kantong-kantong motivasi di seluruh tanah air yang menghasilkan generasi muda yang berkarakter dalam nilai dan etika, cemerlang dalam prestasi, atau profesional dalam bidangnya. Mereka ini harus didorong dan diberi kesempatan untuk maju dan berkembang.
Penulis meyakini saat ini adalah ‘jamannya’ pemuda tampil; ‘saatnya’ anak muda berkiprah; ‘waktunya’ generasi muda berperan. Berikut ini alasan (yang saling) terkait hal tersebut.
Pertama, konteks globalisasi dan kesejahteraan. Globalisasi tidak hanya dimaknai dari aspek ekonomi semata, atau liberalisasi perdagangan. Globalisasi juga berimplikasi kepada demokratisasi, transparansi dan accountibility dalam segenap kehidupan. Sesungguhnya masyarakat dunia sedang menuju satu pemikiran menciptakan tata dunia yang damai, sejahtera dan menghargai martabat kemanusiaan. Konteks global saat ini adalah berpikir untuk kesejahteraan, bukan lagi keamanan atau pertahanan. Perang dianggap sebagai pikiran tradisionil, mengulang era kolonial dan fasisme. Energi lebih dominan untuk mengembangkan tata kelola pemerintahan untuk kesejahteraan penduduk di setiap negara.
Kedua, regenerasi telah berjalan. Pada saat ini, generasi Indonesia yang lahir pada tahun 1960an mendominasi jajaran manajemen pemerintahan, swasta, perguruan tinggi, LSM, atau kemasyarakatan. Generasi ini, berkembang dalam kondisi awal pembangunan (orde baru) dengan banyak keterbatasan dan perjuangan. Mereka kini sudah doktor, ahli utama, profesor, perwira, atau profesional dalam hal manajemen, sains atau teknologi; dan sudah berperan dalam globalisasi dan merealisasikan kesejahteraan. Mereka ini telah menjadi leader dan manajer profesional. Generasi ini relatif bebas dari keterkaitan politik masa lalu, sehingga mampu berpikir dan bersikap obyektif memaknai pembangunan dan merealisasikan kesejahteraan bangsanya.
Ketiga, kepemimpinan. Indonesia memerlukan kepemimpinan dengan nasionalisme yang benar. Nasionalisme terbangun dari kesadaran, pemikiran, dan metode membangun dan menyelesaikan masalah secara tepat, efektif, dan bermartabat. Beruntung saat ini sudah banyak profesional yang nasionalis dan berkiprah dalam kesejahteraan bangsa. Mereka berjiwa melayani, karena tahu metodenya yakni dengan inovasi teknologi, manajemen, diperkuat konsep nilai pluralisme dan kemanfaatan bersama. Kepemimpinan Indonesia memerlukan profil leader, bukan seperti bos. A leader would say do it like this, like I do. A boss would say do this or do that. Tipe seorang bos hanya menyuruh tanpa tahu kedalaman substansi. Tipe leader menguasai substansi sehingga tepat dan efisien menuntaskan menjadi manfaat. Profil leader dimiliki oleh para profesional.
Keempat, sistem manajemen nasional. Reformasi telah membawa perubahan mekanisme kelembagaan untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sistem manajemen nasional terbangun dalam kerangka pembangunan hukum. Jajaran eksekutif, legislatif dan yudikatif berfungsi optimal. Harus diakui, jajaran eksekutif berkembang lebih cepat memahami sistem manajemen nasional untuk memandu pembangunan ekonomi. Manajemen swasta makin modern dan produktif (good corporate governance). Itu semua diperankan oleh leader dan manajer profesional. Sementara jajaran legislatif berkembang lambat karena terjebak dengan politik jangka pendek. Jajaran yudikatif juga berkembang baik khususnya pengawalan konstitusi dan pencegahan korupsi. Sistem manajemen nasional juga menjadi sumber kepemimpinan.
Kelima, etika dan moral. Nilai-nilai moral dan etika mementingkan pembelajaran dalam kehidupan. Hal itu dicapai melalui pendidikan formal maupun non formal sekaligus membentuk karakter seseorang; antara lain ketaqwaan, kejujuran, kerja keras, ketangguhan, keberagaman dan kemanusiaan. Implementasi etika dan moral secara alamiah diimplementasikan dalam kehidupan profesional. Mereka tidak akan bermain-main dengan amanah jabatan, kecuali kesungguhan untuk menciptakan nilai tambah, kemanfaatan bangsa dan martabat kemanusiaan. Pemimpin yang beretika dan bermoral otomatis seorang yang berkarakter, menguasai substansi, menjalankan metodologi (yang efisien) dan menyelesaikannya ke dalam manfaat sosial secara berkelanjutan.
Kelima hal tersebut sudah menjadi bagian kehidupan generasi muda Indonesia. Kiprah dan perannya (pemerintahan, swasta dan kemasyarakatan) begitu nyata di berbagai kehidupan dan membawa Indonesia menjadi maju. Pertumbuhan ekonomi sangat signifikan dalam sepuluh tahun terakhir (lima hingga tujuh persen). Konsumsi pemerintah, rumah tangga, investasi dan perdagangan luar negeri meningkat tajam. Keberhasilan Indonesia mendapat apresiasi dunia internasional, sehingga sejak tahun 2008, diundang (bersama Cina, India, Brazil, dan Afrika Selatan) dalam forum Group-20, atau G-20, yaitu dua puluh negara yang menguasai 85 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia (RPJMN 2010-2014). Indonesia saat ini dipandang sebagai negara yang ekonominya kuat, dan segera menjadi negara maju. Menurut McKinsey, Indonesia akan menjadi negara ekonomi terbesar ke-7 dunia dengan GDP mencapai US$7 triliun. PDB per kapita mencapai US$ 3542 pada akhir 2011 (BPS, 2012), naik tiga kali dibandingkan tahun 2004, yaitu sebesar US$ 1186. Dalam tujuh tahun, naik tiga kali. Bila keadaan ini berlanjut, maka tahun 2018 PDB per kapita menjadi USD 10500.
Generasi muda profesional sudah siap melanjutkan perjuangan bangsa, membawa kepada kemajuan dan kesejahteraan.
Malang, 27 Oktober 2012