KH Maftuh Said: Kurdi dan Cengkir

Penulis sungguh bersyukur mendapat kesempatan luar biasa, bisa bertemu banyak orang, dari berbagai kalangan, tempat dan waktu; memperoleh pengalaman berharga.  Tulisan-tulisan dalam blog ini merupakan hasil olah pikir dari pengalaman tersebut.  Sesuai tujuan blog sejak awal, penulis ingin membaginya kepada pembaca.  Penulis ingin berbagi pengalaman positif ini secara alami, tanpa bermaksud menggurui.  Pengalaman tersebut sekalipun hal-hal ringan, dapat menjadi pembelajaran luar biasa.  Tulisan ini adalah hasil dari mengikuti pengajian di Pondok Pesantren (PP) Al Munawwariyyah, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, pada tanggal 3 Nopember 2012.

Undangan pengajian disampaikan Dr. Lukman Hakim, sekaligus untuk teman-teman lain.  Saat itu, menulis menyanggupinya sekalipun sedikit protes jadwal yang bertepatan dengan hari sabtu.  Ringkas cerita, kami sebanyak tiga mobil berangkat menuju Bululawang. Penulis semobil dengan dr. Ibnu Mas’ud, pak Nasharuddin, dan pak Eko.   Belakangan, pak Aji Suraji juga ikut bergabung.  Selama perjalanan tidak ada deskripsi signifikan perihal materi, tempat, atau penceramah pengajian.  Kami hanya berbincang ringan untuk membuka dan menyegarkan hati, bercerita tentang haji, dan hal-hal lain yang aktual.   Hal yang lumrah untuk siap mengikuti pengajian.  Setelah satu jam perjalanan, sekitar jam 15.45.  kami tiba dan masuk ke komplek PP Al Munawwariyyah.

Pondok ini terkesan sangat luas, mencapai 3.5 ha.  Area pondok terdiri bangunan masjid yang megah, asrama, madrasah dan perkantoran.  Beberapa bangunan berlantai dua, dengan mutu bangunan yang baik.  Di bangunan asrama, nampak ramai oleh santri.  Para santri kebanyakan berusia sekolah dasar, bahkan setingkat taman kanak-kanak. Pesantren ini memang punya kekhususan, yakni kegiatan pendidikan hafal Al Qurán. Pesantren ini dikenal dengan pesantren tahfidz Al Qurán bagi anak-anak.

Yang terpampang di mata adalah lahan terbuka yang cukup luas, kira-kira dua atau tiga kali lapangan sepak bola.  Beberapa bagian lapangan diberi paving.  Kiranya ini dapat menjadi sarana parkir dan olah raga.  Saat itu masih belum banyak mobil parkir, karena pengajian akan dimulai setelah sholat maghrib.  Kesan nyata, pondok ini sedang membangun fisik.  Di bagian tertentu, nampak bangunan berisi material besi.  Di bagian dekat tanah lapang, terdapat tumpukan paving dan gundukan pasir.

Kami disambut pak Mukhsim (dosen Teknik Elektro Universitas Widyagama), yang juga menjadi panitia pengajian.  Kami parkir dekat sejenis rumah tamu pondok. Di rumah tamu ini kami disilakan menunggu. Kami diterima oleh dua orang ustadz berjubah putih.  Kami berbincang sejenak sambil memperkenalkan diri dengan duduk ala bersila khas pondok.  Tidak berapa lama, datang seorang juga berjubah putih agak sepuh.  Kami saling bersalaman dan berkenalan.  Beliau bercengkerama akrab dengan dr. Ibnu, yang duduk bersebelahan. Setiap kata yang kami sampaikan, beliau jawab dengan bercanda.  ”Bapak yang punya pemandian Sengkaling” gurau beliau kepada penulis saat menanyakan alamat domisili. Kiranya beliau inilah KH. Maftuh Said, pimpinan (PP) Al Munawwariyyah.  Silakan baca biodata beliau disini (1, 2, 3).  Luar biasa, beliau sangat rendah hati, dan suka guyon (bercanda) khas ala kiyai.  Dari guyonan inilah banyak hal yang beliau sampaikan.

  1. Kanker.  Pernyataan ini disampaikan KH. Maftuh Said kepada dr Ibnu: ” Dokter, saya ini sakit KANKER, bagaimana pengobatannya?”.  Kami serius mendengar.  Dr. Ibnu menjawab: ”sudah diperiksakan ke dokter pak Kiyai”.  ”Sudah, tapi apa obatnya”, beliau menjawab.  Dr. Ibnu menyahut dengan jawaban medis teoritis.  ”Kanker yang saya maksud ini kantong kering”, kiyai berseloroh.  Seketika itu kami tertawa lepas, dimana sebelumnya sudah terlanjur berpikir serius.
  2. Kurdi.  Kami membangun pondok ini dengan prinsip KURDI, kata beliau.  “Apa itu kiyai?”, tanya dr. Ibnu.  Beliau tidak segera menjawab.  Kami berpikir apakah ini istilah agama.  “Apa ada hubungan dengan suku Kurdi”, lanjut dr. Ibnu.  Jawab Kiyai Maftuh: “Kurdi itu adalah Syukur Dadi”.    Kami kembali tergelak, juga terkejut dan terhenyak.
  3. Cengkir.  “Kami membangun pondok ini dengan modal CENGKIR”, Kiyai Maftuh melanjutkan.  Kami merasa tidak sanggup berkata apa-apa.  Kami sudah kalah telak dua nol, kami menyerah dengan guyonan kiyai Maftuh.  Pasti ini 3 – 0.  Benar saja, beliau menjelaskan: “Cengkir itu adalah Kenceng Pikir”.  Masya Allah, kami benar-benar terharu dengan guyonan beliau.

Guyonan beliau adalah pancaran dari kepribadian dan kedalaman ilmu yang dikuasainya.  KH Maftuh Said adalah salah satu guru terpandang dalam thariqah.  Beliau adalah Muqaddam (orang punya izin mengamalkan dan berhak memberikan izin mengamalkan bagi orang lain). Dalam thariqah lainnya disebut Mursyid, yang berkompeten dalam thariqah At Tijany.  Lihat disini.

Guyonan tentang kanker sudah sering didengar.  Hikmah dari guyonan itu, manusia harus mampu mengelola dirinya untuk senantiasa sehat, selalu merasa berkecukupan.  Dengan beribadah dan bersyukur kepada Allah, memohon doa dan permintaan kepada Allah; Insya Allah nikmat akan selalu hadir dalam jiwa setiap orang.  Kiyai Maftuh memberi dieskripsi, kalau mengandalkan anggaran bantuan kepada pemerintah, maka perlu banyak tanda tangan, sementara yang cair tidak sesuai harapan.  Kalau mengandalkan doa dan permohonan kepada Allah, tidak perlu tanda tangan, tapi rejeki yang datang luar biasa.

Guyonan Kurdi menunjukkan rasa syukur dan kerendahan hati terhadap kebenaran Allah.  Sikap ini tidak lain adalah tawadhu.  Tawadhu’ berarti  merendahkan diri, rendah hati atau meletakkan diri di bawah.  Sikap tawadhu’ berimplikasi menghargai orang lain, menganggap bahwa orang lebih baik, lebih benar dan lebih mulia.  Dengan kata lain Tawadhu merendahkan diri dihadapan Allah SWTdan dihadapan hamba-hamba-Nya.   “Orang yang bersikap Tawadhu’ akan diangkat derajatnya. Sebuah derajat dan kehormatan yang sangat tinggi dihadapan Allah. “..dan tidaklah seseorang bertawadhu’ kepada Allah kecuali Allah akan mengangkat (derajat)nya.” (HR.Muslim).  Sikap Syukur Dadi ini perlu dimiliki oleh siapapun yang sedang berjuang menegakkan ilmu dan agama Allah, atau orang yang sedang menjalankan amanah untuk kemaslahatan umat.  Selama bercengkerama dengan beliau, tidak ada sedikitpun kata nasehat atau petuah tertentu.  Beliau lebih banyak bertanya atau menanggapinya dengan guyon, seolah-olah tidak mau membebani pikiran orang lain.   Sikap yang benar-benar rendah hati, sekalipun beliau seorang mursyid.

Dengan Kurdi ini, seseorang akan senantiasa bersyukur terhadap apa yang terjadi, terus berupaya dengan kerendahan hati untuk terus berjuang menuju keadaan yang lebih baik dengan tetap menjalankan syariat dan mendekatkan diri kepada Allah.  Seorang yang sedang berkuasa, dengan prinsip Kurdi, akan berhati-hati, tetap menjalankan amanah jabatan hingga akhir hayatnya.  Amanah dijalankan dengan tetap menegakkan kebenaran, memperjuangkan nilai dan etika, membangun kepentingan umat, memelihara harmoni, dan menciptakan kesejahteraan; sebagai bagian mensyukuri nikmat Allah.  Dengan prinsip Kurdi ini, negara, organisasi, atau institusi Insya Allah akan dapat memperoleh kemajuan, keadilan dan peradaban.  Sebaliknya bagi yang kurang bersyukur, mudah tergoda untuk mencapai tujuan secara instan, senantiasa tidak puas, cenderung melanggar syariat.

Guyonan Cengkir memiliki makna kedalaman keagamaan yang luar biasa.  Modal Cengkir sangat penting bagi hamba Allah yang sedang menghadapi tantangan dan kesulitan hidup.  Rasulullah seringkali menghadapinya saat peperangan dan perjuangan melawan kaum kafir.  Misalnya, kaum muslimin sedang dalam kelelahan, ketegangan dan kekalutan karena dikepung oleh pasukan Ahzab.  Namun kaum muslimin tetap optimis dan memiliki harapan meraih kemenangan “Dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak orang berputus asa itu melainkan kaum yang kafir”. (Yusuf : 87).  Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai sikap optimis dan membenci sikap putus asa”

Modal cengkir (terus atau kenceng berpikir) melahirkan kemampuan berpikir jernih, optimis dan positif.  Kemampuan ini terus terpelihara meskipun seseorang menghadapi kesulitan dan kesempitan, serta hambatan dan tantangan.  Kemampuan berpikir ini mampu menjangkau nilai-nilai positif dibalik fenomena negatif atau ketidak beruntungan di dunia.  Orang yang bisa berpikir positif akan tetap tersenyum bahagia dalam kondisi suka dan duka di dunia.  Mereka punya keyakinan bahwa kenikmatan akan Allah berikan di Hari Akhirat kelak.

Berpikir positif diimplementasikan dengan doa dan pengharapan akan ridha Allah, Kekuatan doa sangat menentukan segalanya, termasuk menghasilkan semangat dan kerja keras.  Kiyai Maftuh menunjukkan semangat yang tinggi sekalipun di usianya yang tidak muda lagi.  Beliau bergerak begitu lincah, tubuhnya sangat luwes mengikuti semangat kerjanya.  Gerakan tangannya naik turun mengikuti gaya bicaranya yang dinamis dan lepas.  Silaturahim dengan Kiyai Maftuh tidak berlangsung lama, hanya sekitar 30 menit.  Beliau dengan kerendahan hati pamit untuk menyambut tamu yang lain.  Beliau tidak canggung naik sepeda motor berpindah posisi ke lokasi pondok lain untuk menemui para tamu.

Pengajian sore itu disampaikan oleh KH Uzairan Thayfur Abdillah, pimpinan Pesantren Temboro,  Magetan.  Materi pengajian menegaskan kembali pokok-pokok pikiran dari guyonan Kiyai Maftuh.  Manusia perlu membedakan hal-hal penting dan yang tidak penting dalam kehidupan di dunia.  Yang penting adalah berbagai hal dunia dan punya implikasi ke kehidupan akherat.  Syukur atas nikmat iman dan islam adalah karunia terbesar kaum muslimin dan diimplementasikan dengan meneladani Rasulullah dan para sahabat, serta menegakkan sholat.  Beragama adalah sesuatu yang harus dihidupkan, digerakkan dan diperjuangkan oleh setiap manusia, sebagaimana para sahabat melakukan syiar dan mengembangkan Islam ke daratan Eropa hingga Persia.  Islam maju dan berkembang karena kaum muslimin memberikan kehidupan sosial yang bermartabat.  Islam meluas karena membebaskan perbudakan, menghilangkan keterbelakangan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Islam menunjukkan kemampuan berpikir di dalam rambu-rambu syariat.  Dimana-mana orang mangagungkan Qur’an adan hadist, bersyukur, tawadhu’ dan mengembangkan martabat kemanusiaan dan peradaban. Pendeknya, Islam dekat dengan ilmu pengetahuan, daya pikir, dan kemajuan peradaban; dilandasi kepasrahan total kepada Allah.  Sebaliknya masih banyak manusia terjebak dengan hal-hal yang tidak penting.  Mereka lebih menyukai kepuasan (kehidupan) dunia, rasionil, individual, mengejar jabatan dan kekuasaan.  Kehidupan sosialnya tidak harmonis (asosial), mengekploitasi, dan biasanya kurang berminat dalam mengembangkan keilmuan.

Semoga Allah memberi kekuatan kepada hambaMu ini untuk senantiasa bersyukur, berjuang di jalan ilmu dan agama, serta kemaslahatan umat.

Vila Bukit Sengkaling, 5 Nopember 2012

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *