Ramai-2 Mengembangkan Desa Wisata

Akhir-akhir ini pesona desa mulai terlirik.  Kata ‘terlirik’ bermakna ketidak sengajaan, suatu persepsi yang agak bias ke para wisatawan, backpacker, traveller, atau petualang.  Ini hal alamiah.  Kemajuan atau perkembangan ekonomi secara tidak sengaja menyentuh alam pedesaan.  Aliran barang, jasa dan orang masuk menjangkau ke wilayah pedesaan dengan berbagai tingkatan.   Ada desa-desa yang terakses minim, sehingga lingkungannya masih khas alam desa.  Namun ada juga, desa yang benar-benar sudah terbuka sehingga lingkungannya hampir tidak berbeda dengan kota.  Namun, dorongan permintaan para traveller nampaknya tidak berhenti.  Traveller ingin mengangkat/menikmati pesona desa bukan hanya dari perihal pertanian (atau sektor primernya), tetapi juga aspek lingkungan dan budayanya.    Permintaan traveller nampaknya mulai disambut positif oleh penduduk desa.  Ada yang sudah berhasil, namun ada juga yang masih tertatih-tatih.  Tulisan ini mencoba mendiskripsikan pengalaman penulis perihal fenomena berkembangnya desa wisata.

Banyak faktor yang memotivasi berkembangnya desa wisata.

  1. Transformasi ekonomi.  Proses ini sedang berjalan menyentuh wilayah pedesaan.  Desa yang awalnya mengandalkan sektor primer, secara bertahap bergeser menguasai kompetensi sektor sekunder (pengolahan hasil pertanian) dan jasa-jasa.  Proses ini juga diikuti dengan peningkatan pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan penduduk desa untuk mengelola usaha non tani.  Berkembangnya jasa wisata di desa merupakan perubahan perilaku (sosio-antropologi) drastis, yang tadinya berbicara dengan flaora/fauna, kini berbicara dengan wisatawan.  Penduduk desa dituntut mampu bersikap, berkomunikasi, berperilaku melayani wisatawan (yang kebanyakan merupakan orang kota atau bahkan asing), dan berbagai implikasi sosial lainnya.
  2. Kenaikan pendapatan dan kebutuhan perjalanan.  Seiring dengan kemajuan atau capaian pembangunan ekonomi Indonesia, diperkirakan telah menaikkan PDB per kapita menjadi sekitar 3700 dolar (perkiraan tahun 2012).  Pendapatan penduduk telah naik signifikan, hingga menjangkau untuk kebutuhan rekreasi dan perjalanan.  Hal ini dapat dilihat pada (misalnya) fenomena kemacetan jalan, ramainya bandara, atau antrian di tempat wisata.
  3. Peningkatan infrastruktur.  Kemajuan pembangunan ekonomi, pelaksanaan otonomi daerah, partisipasi swasta dan faktor pendukung lain, telah berinteraksi positif mendorong pembangunan infrastruktur dalam segala bidang di berbagai pelosok tanah air.  Infratruktur itu meliputi listrik, jalan, air bersih, pelabuhan, bandara, telekomunikasi (IT dan internet).  Sebagai contoh, bandara Matahora (Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara) telah terbangun di awal tahun 2011, dapat didarati pesawat baling-baling, melayani perjalanan dari Jakarta sehari  dua penerbangan pulang pergi.  Banyak desa-desa telah terbuka dengan transportasi darat dan terjangkau jaringan operator seluler.
  4. Lahirnya pemimpin lokal yang memiliki idealisme membangun daerah.  Otonomi dengan berbagai dinamikanya telah menghasilkan lahirnya pemimpin daerah (termasuk tokoh masyarakat, pengusaha, pendidik) yang berkomitmen tinggi membangun daerah.  Mereka ini menjadi leader penggerak perekonomian daerah.  Kepemimpinan sangat penting mengawal berkembangnya desa wisata, dan menjalankan visi misi konservasi lingkungan dan budaya; bagi terciptanya kesejahteraan penduduk desa.

Contoh desa wisata yang berhasil adalah Candirejo, kabupaten Magelang (Jawa Tengah).  Desa ini berhasil menyedot pengunjung Candi Borobudur.  Lima belas tahun yang lalu, desa Candirejo hanya dilewati saja oleh wisatawan Borobudur. Kini, Candirejo telah menjadi alternatif tujuan wisata ke Jawa Tengah.  Banyak biro wisata menawarkan paket  Candirejo khususnya kepada wisatawan asing.  Desa ini, melalui manajemen koperasi wisata didatangi 3700 wisatawan dan berhasil meraup pendapatan sekitar 340 juta rupiah pada tahun 2011.  Peran leader lokal, yakni ketua koperasi dan kepala Desa sangat membantu dan mendukung beroperasinya jasa wisata desa.  Manfaat yang diraih Candirejo ini membuat kecemburuan desa-desa sekitarnya, sehingga juga mulai ikut mengembangkan desa wisata.  Persaingan ini wajib dipelihara tanpa mengganggu tujuan konservasi lingkungan desa.  Lihat galeri dan posting sebelumnya.

Dusun Rajegwesi, Desa Sarongan, kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.  Desa ini berada di pesisir lautan Hindia, dan berada dalam wilayah TN Meru Betiri (TNMB).  Wilayah ini baru memulai menjadi desa wisata, yakni dengan dibentuknya organisasi MER (Masyarakat Ekowisata Rajegwesi) pada bulan nopember 2011.  Desa ini lebih banyak diinisiasi oleh pihak TNMB dalam program MDK (Model desa konservasi), dengan tujuan untuk mendukung visi TNMB.  Jasa ekowisata yang dikembangkan adalah mengembangkan potensi desa menjauhi eksploitasi sumberdaya hutan, misalnya pemanduan di wilayah TNMB, homestay, transportasi, pengolahan gula kelapa, biogas, kuliner ikan.  Pengunjung dapat menikmati jelajah hutan vegetasi tropika yang sangat eksotik di sepanjang panti selatan Jawa.  Kehidupan nelayan saat melaut dalam kegelapan menjelang Shubuh juga menarik diamati (lihat galeri) dan posting sebelumnya.

Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang.  Desa ini berupaya meraih manfaat daya tarik Bromo, Tengger dan Semeru melalui wilayah kabupaten Malang.    Wisata Ngadas ini juga masih berkembang, belum terlalu maju dibanding wilayah Ngadisari (desa sebelah utara gunung Bromo, dari jalur kabupaten Probolonggo, merupakan jalur yang sudah dikenal).  Wisata Ngadas nampaknya menghadapi kendala karena belum memiliki organisasi pengelolaan.  Kegiatan jasa wisata berjalan secara alamiah diperankan oleh perorangan.  Flora fauna, tradiri budaya Tengger, dan lansekap sangat indah dan berkesan bagi para pengunjungnya. Jalan menuju desa Ngadas melalui jalanan makadam menembus pegunungan Tengger yang eksotik.  Lihat galeri dan posting sebelumnya.

Video pemandangan bawah laut Wakatobi (Sumber Youtube)

Wanci, pulau Wangi-wangi, kabupaten Wakatobi.  Wilayah ini merupakan pulau yang menjadi ibukota kabupaten.  Potensi wisata wilayah ini adalah perairan, pesisir dan pemandangan bawah laut.  Masih ada pulau utama lain, yaitu Kaledupa, Tomia dan Binongko; dan pulau-pulau kecil lainnya.  Di Wakatobi sudah beroperasi pelaku wisata asing atau pendatang, yang menjalankan usaha cottage, snorkling atau diving.  Pelaku dari masyarakat mulai berkembang dengan organisasi WTC (Waha Tourism Community) di desa Waha (Wangi-Wangi).  Potensi wisata lainnya yang menarik adalah bekas benteng (kasultanan Buton), pasar tradisionil, kehidupan suku Bajo, dan kuliner ikan.  Lihat galeri dan posting sebelumnya.

Desa Tambak Sari, kecamatan Purwodadi, kabupaten Pasuruan.  Desa ini juga baru berkembang sebagai desa wisata.  Desa ini ingin memperkaya alternatif tujuan wisata ke gunung Arjuno, melalui jasa wisata homestay, arca Bethara Guru dan situs lain, tradisi budaya Jawa, pengolahan hasil pertanian, atau sapi perah.  Telah dibentuk organisasi La Dewisari, singkatan dari Lembaga Desa Wisata Tambaksari, diketuai oleh Yulianto, pemuda pelopor desa.  Penduduk telah mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari Universitas Metropolitan, Leed, UK dan PTS di Surabaya.  Akses menuju desa ini sangat nyaman, hanya berjarak 15 km dari kebun raya Purwodadi.

Desa Torongrejo, kecamatan Junrejo, kota Batu.  Desa ini terletak di sepanjang Jalan arah Malang menuju Batu.  Desa ini juga sedang mengembangkan dirinya mendukung image kota wisata Batu (KWB). Penduduk desa juga ingin memperoleh benefit dari kunjungan wisatawan menuju KWB.  Jasa wisata di Torongrejo belum berkembang, penduduk masih menjadi penonton jasa wisata.  Mereka masih memerlukan pembelajaran memahami konsep desa wisata.  Aktivitas rafting sudah beroperasi, dijalankan oleh pendatang.  Potensi lainnya meliputi homestay, kuliner, pengolahan hasil pertanian, trekking, dan lansekap.  Di desa ini ditemukan arca Ghanesa, yang masih diidentifikasi oleh dinas Purbakala.  Kesejukan lingkungan desa Torongrejo sangat didambakanoleh pengunjung.  Sore hari adalah saat tepat untuk menjelajahi keelokan desa ini.

Lembah Panderman, 15 Maret 2013

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *