Puasa dan Kepemimpinan

blogspot.com

Bulan Ramadhan ini merupakan bulan pembelajaran.  Bulan ini, umat muslim bukan hanya diwajibkan menjalankan ibadah puasa dan ibadah wajib tetapi juga amalan sunah lainnya, yang mana Allah menjanjikan pahala berlipat ganda.  Amalan-amalan dapat berupa peningkatan kualitas dan kuantitas peribadatan kepada Allah, tetapi juga amalan untuk mengimplementasikan ke dalam kehidupan sosial.  Sajian pengajian dan keilmuan agama juga dengan mudah didapat dari masjid, TV, atau media massa.  Semuanya menjadi pembelajaran, yang seharusnya dapat dilanjutkan dan diwariskan sebagai perilaku amalan di bulan lainnya.

Bulan puasa ini sesungguhnya dapat dikaji sebagai pembelajaran kepemimpinan.  Bagaimana kaitan dan implementasinya?  Dan bagaimana konsep Islam menjelaskannya.

Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi dan menginspirasi orang atau kelompok lain untuk mencapai maksud atau tujuan tertentu.  Kepemimpinan berjalan atau berfungsi dengan menggunakan pengaruh, kelebihan atau power tertentu.  Pemimpin ini mampu menunjukkan kelebihan dalam hal kepedulian, kesadaran, kejujuran, keikhlasan, amanah, atau obyektivitas memahami permasalahan.  Atribut kelebihan itu bisa melekat kepada orang yang suka membantu, senang bekerja keras, rajin ibadah, badannya sehat, senang silaturahim, yang santun, yang dituakan, yang dihormati, yang punya harta, yang berilmu, yang sabar, atau yang punya keahlian.

Konsep Islam dalam menjelaskan kepemimpinan mengacu kepada pribadi Rasulullah saw.  Beliau adalah teladan kita semuanya.  Teladan kepemimpinan Rasulullah dapat dijelaskan melalui tiga hal. 

al ahzab 21Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Alahzab: 21).

Pertama, Rasulullah saw., memulai dengan bagaimana memimpin dirinya sendiri. Beliau memimpin seluruh panca indra, raga dan hatinya untuk kebaikan.  Beliau melangkahkan kaki ke tempat yang baik, makan dan minum yang halal, melihat apa pun yang baik sambil bersyukur, melakukan perdagangan yang tidak merugikan, berbicara santun dengan kata-kata sejuk, benar, indah, dan bermakna positif.   Rasulullah berpikir positif, memimpin hati jauh dari nafsu, senantiasa selalu beristigfar.  Kemampuan memimpin diri sendiri tersebut memudahkan beliau memimpin keluarganya, dan orang-orang terdekat beliau.

Perilaku, sikap dan cara berpikir tersebut menunjukkan pengendalian diri yang kuat.  Ini sesungguhnya yang diajarkan dan diamalkan di dalam bulan puasa ini. Di bulan puasa ini, kita diminta mengendalikan diri terhadap hal-hal yang sesungguhnya halal, misalnya makan dan minum dan berhubungan suami istri.  Implikasinya, kita juga harus dapat mencegah hal-hal yang haram di semua tempat dan waktu.  Hal ini perlu menjadi fokus perhatian di dalam menjalankan kehidupan dunia.  Seorang pemimpin dengan bekal ini, Insya Allah akan menjalankan tugas dan amanahnya dengan baik, mampu menghindarkan diri dari perilaku yang sia-sia, melanggar syariat dan peraturan dunia, misalnya tidak mau belajar, menyalahgunakan wewenang dan korupsi.

Sumber: blogspot.com

Kedua, Rasulullah saw. memimpin dengan keteladanan, bukan dengan banyak menyuruh atau melarang.   Beliau menunjukkan bagaimana tata cara sholat, berpuasa dan amal ibadah sunah lainnya.  Keteladanan memiliki makna dan pesan mendalam tentang keilmuan dan adab-adabnya.  Menjadi teladan memerlukan bekal ilmu, bekerja keras, kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi, dan tentu mampu menempatkan diri sesuai teladan yang pertama (memimpin diri sendiri).  Sangat wajar seorang pemimpin memiliki nilai lebih dalam keilmuan.  Karena ilmu itu menunjukkan keahliannya dalam memimpin.“Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR. BUKHARI). 

Kisah nabi Yusuf memberikan teladan kepemimpinan.  Yusuf muda yang rupawan, yang mengarungi hidup penuh cobaan (disingkirkan saudaranya) dan godaan (rayuan Zulaikha), berakhir dengan hidayah hikmah dan ilmu dari Allah.  Karena kebenaran, kejujuran sikap, ucapan dan perilakunya, ia akhirnya dibebaskan dari penjara, dan diberi amanah menjadi pemimpin Mesir mengurusi bendahara negara (Surat Yusuf: 1-56)

Ilmu mengantarkan kepada penguasaan pengetahuan, metode, analisis dan pengambilan keputusan yang tepat.  Dengan bekal kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi, dan pengendalian diri, karenanya, pemimpin yang berilmu Insya Allah akan menjalankan organisasinya secara tepat, efisien dan terukur.  Pemimpin tersebut akan diminta pertanggungjawaban di dunia dan akherat kelak.  Adab ini perlu dihormati.

Implikasi keteladanan dapat menjadi renungan bersama.  Betapa banyak fakta, orang-orang yang tidak berilmu berambisi menjadi pemimpin. Nafsu menjadi pemimpin teramat besar sementara ia tidak berilmu dan belum dapat memimpin dirinya sendiri. Celakanya hal tersebut difasilitasi oleh peraturan negara.  Lihat saja, anggota DPR umumnya bukan orang berilmu dibidang anggaran, legislasi dan pengawasan.  Akibatnya, mereka itu (bahkan ada yang ustadz), menghadapi masalah hukum karena penyalahgunaan wewenang dan korupsi.

Seseorang tidak perlu berambisi menjadi pemimpin, mencari kekuasaan, atau meminta jabatan.  Jabatan pemimpin tidak perlu dikejar.  Jabatan dan amanah pemimpin akan datang sendiri kepada seseorang yang berilmu dan berkompeten.  Lengkapi kehidupan dengan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi, mengembangan harmoni dan manfaat untuk sesama dan lingkungan. Pada saatnya, atas kehendak Allah, akan ada jalan yang tidak disangka-sangka kepada seseorang sehingga diberi amanah menjadi pemimpin.

Saya mengajak para pembaca untuk terus belajar.  Adab belajar adalah terus membaca, mendengar, dan menulis dengan sikap-sikap ikhlas, rendah hati (tawadhu) dan konsisten (istiqomah). Adab ini berhasil membangun kejayaan Islam hingga akhir abad 19.  Adab belajar itu kini dijalankan oleh kehidupan negara maju yang non-muslim.  Adab belajar menghindarkan diri dari nafsu berbicara.  Sesungguhnya Allah melarang kamu banyak omong, yang diomongkan, dan menyia-nyiakan harta serta banyak bertanya (HR. Asysyihaab).  Bangsa Indonesia saat ini masih eforia berbicara.  Orang bebas berbicara dan difasilitasi media.  Mari kita akhiri budaya berbicara,lebih baik membaca, mendengar dan menulis.

Ketiga, Rasulullah saw. memimpin tidak hanya menggunakan akal dan fisik, tetapi juga dengan kalbu. Kepemimpinan Rasulullah membuktikan perubahan budaya yang signifikan, dari budaya jahiliyah menjadi islamiyah.  Perubahan itu disebabkan sentuhan kalbu yang merubah keyakinan dan membuktikan kebenaran nilai-nilai Islam, hingga akhir jaman.  Hal ini patut disyukuri umat Islam dan wajib dipelihara hingga akhir kehidupan. 

Bulan puasa adalah momen yang tepat untuk melakukan asah asih asuh kalbu.  Pemimpin mengasah peningkatan keilmuan dan keagamaan secara mendalam, mempelajari teladan Rasululloh, sahabat, orang-orang yang berilmu dan ulama.  Hal ini penting untuk meningkatkan kepekaan memahami kehidupan dunia berdasarkan konsep ilmu.  Pemimpin mengasihi manusia, makhluk dan lingkungan, memelihara keseimbangan alam, agar memberi manfaat dan kemaslahatan.  Pemimpin mengasuh orang-orang, mengarahkan, membimbing kepada jalan kebenaran sesuai syariat untuk mendapat ridha Allah. 

al mukmin 60Alloh Berfirman:Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Mu’min: 60).

Namun menyentuh kalbu itu tidak mudah, karena setiap orang memiliki kalbu yang berbeda-beda.  Kalbu dapat kosong, terisi oleh nafsu, tidak tenang atau justru terisi nilai-nilai Allah. Kiranya pada posisi ini, seorang pemimpin hanya bisa minta pertolongan kepada Allah, memohon agar diturunkan hidayah kepada dirinya dan orang-orang agar kalbu senantiasa terisi Allah.  Doa seperti ini yang disampaikan para nabi ketika menghadap kesulitan, kesempitan, dan tantangan.   

Semoga keteladanan kepemimpinan Rasulullah saw dapat mengisi kehidupan kita. Selamat menjalankan ibadah puasa.

Malang, 27 Juli 2013

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *