Tulisan ini sudah terbit di kompasiana
Berita perihal penangkapan AM oleh KPK menggegerkan banyak pihak.Semua perasaan sedih, prihatin, gemas, jengkel bercampur menjadi satu.Kejadian ini memang sangat luar biasa.Luar biasa bagi KPK karena berhasil menangkap tangan kepala lembaga negara, anggota DPR, bupati dan teman-temannya.Pengalaman yang pertama kali bagi KPK menangkap kepala lembaga negara.Mengamati hal ini, sebenarnya ada dua hal sederhana yang dapat dicermati.
Pertama bagi KPK, tertangkapnya AM oleh KPK adalah prosedur biasa bagi KPK.Hal ini mengulang pekerjaan sebelum-sebelumnya, antara lain menangkap kepala SKK Migas, presiden PKS, hakim agung dan koruptor lainnya.
Prosedur penangkapan atau operasi tangkap tangan (OTT)oleh KPK adalah sangat baku.Baku dalam pengertian bahwa OTT dilakukan atas proses yang panjang, dengan bukti kuat, dan terkonfirmasi.KPK dalam mengejar pelaku telah memiliki bukti-bukti kuat sebelum hari penangkapan. KPK secara cermat dalam waktu lama melalui pengamatan, pengintaian, pembuntutan, penyadapan, dan perekaman aktivitas yang terkait dengan indikasi korupsi.KPK punya standar tinggi dalam manajemen prosedur, orang/penyidik, teknologi, dan sumberdaya pendukung untuk suatu penangkapan, penyidikan dan penuntutan. Karena itu, hasil OTT atau penangkapan selalu konsisten lolos hingga pembuktian di persidangan.
Prosedur standar KPK tersebut hendaknya sudah dipahami oleh semua orang, khususnya pejabat negara.Semua penyelenggaraan negara mampu ditembus oleh standar KPK.Gerak dan langkah pejabat negara sudah dapat dimonitor oleh KPK.Seorang kawan pun berseloroh, no HP para dosen pun sudah terekam oleh KPK, terlebih Rektor yang menerima anggaran negara melalui proyek-proyek hibah tertentu. Karenanya, DPR pun pernah memprotes cara-cara penyadapan oleh KPK yang dianggap melanggar etika atau masuk wilayah pribadi. Tetapi, KPK punya standar penyadapan yang dapat dipertanggungjawabkan.Seseorang tidak perlu takut, selama bekerja dan menjalankan amanah dengan baik dan wajar.
Kedua bagi pelaku korupsi.Analisis ini ingin melihat mengapa dan bagaimana para pelaku tertangkap.Penulis mencoba menganalisis secara sederhana pelaku OTT KPK.Ada yang profesor, pejabat pemerintah (eselon 1 atau setingkat), anggota DPR, hakim, pengacara, jaksa, atau pengusaha.Penulis memahami bahwa mereka (mudah-mudahan) mengerti tentang tata kelola penyelenggaraan negara yang bersih. Mereka orang-orang yang terdidik dan memahami standar kinerja KPK.Mereka juga kaya dan berharta. Mereka juga tahu definisi penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Mereka juga tahu kalau KPK mampu membuntuti dan menyadap kegiatannya.Pertanyaaannya, mengapa mereka tertangkap KPK.Jawabannya sederhana, mereka lupa alias tidak waspada.Mereka lupa karena terbawa kehidupan dalam persepsinya sendiri, dilupakan oleh lingkungan pergaulan, dilupakan oleh lingkungan bisnis, dilupakan oleh godaan, gaya hidup dunia dan kemewahan.Wujudnya bisa berupa golf, wanita, teman (yang katanya baik), bahkan keluarga, dan hasrat memiliki harta.
Ini adalah sepotong kisah seorang mantan hakim MK.Saat menjabat dahulu, beliau begitu sulit ditemui, tidak mudah dihubungi, HP sering tidak diangkat, benar-benar putus komunikasi. Semua kawan dan sahabatnya menganggap beliau berubah.Ternyata tidak, beliau orangnya tetap bersahaja sebagaimana sebelumnya. Putus komunikasi adalah upaya beliau ingin terbebas dari kepentingan di dalam memutuskan perkara. Beliau ingin fokus menyelesaikan tugas tanpa terganggu kepentingan lainnya.Kisah ini mungkin terlupa tidakdiwariskan kepada hakim MK yang baru.
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Qs. Al-Anfaal/8: 28)
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Qs. Ali Imraan/3:14)