Mengembangkan Deduksi dari AM

nasional.inilah.com

Tulisan ini telah terbit di kompasiana.

Hanya seorang (atau sekumpulan) pakar yang bisa menilai kepakaran orang lain.Hanya seorang (atau sekumpulan) doktor yang bisa menilai seseorang layak (lulus) sebagai doktor.Hanya seorang (atau sekumpulan) sarjana yang bisa menilai seseorang layak sebagai sarjana.Hanya seorang (atau sekumpulan) hakim yang bisa menilai seseorang layak sebagai hakim.Pernyataan tersebut adalah suatu deduksi, suatu penarikan logika atas dasar sekumpulan pengalaman yang dikenakan untuk suatu kejadian.Proses deduksi adalah hal yang umum untuk menganalisis suatu kejadian, dan menambah penguatan dan keutuhan konsep keilmuan atau pengetahuan.Apakah hal ini selalu berjalan normal, atau logika deduksi tersebut selalu berlaku.Jawabannya belum tentu.Mengapa? Ada beberapa faktor yang bisa menjelaskan, diantaranya (i) logika itu hanya pikiran manusia dan pikiran manusia selalu berubah, (ii) asumsi (logika) itu dibatasi tempat dan waktu, atau (iii) perkembangan kompetensi/keilmuan selalu berubah.

Berpikir deduksi dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai masalah kehidupan.Kasus AM dan kejadian di sekitarnya dapat ditelaah dari berpikir deduksi.

Logika deduksi yang berjalan selama ini, adalah bahwa hakim MK (terlebih ketua MK) adalah diduduki oleh orang yang punya (kompetensi) ilmu hukum yang berstandar tinggi.Hal ini berlaku untuk profil Prof Jumly atau Prof Mahfudz, dan hakim-hakim lain saat berdinya lembaga ini.Prof Mahfudz pada awalnya juga diragukan, karena punya label parpol, meski seorang guru besar.Namun keraguan itu terpatahkan karena integritas Prof Mahfudz sangat kuat dalam menjalankan tugasnya.

Label Hakim MK memang bukan sekedar berkriteria Doktor, populer, atau baik; namun juga punya kepribadian yang kuat, konsisten dan teruji, dan cendikia (intelektual).Kalaupun populer, adalah karena ia dikenal cendikiawan dan teruji dengan waktu.Menurut Wikipedia, cendekiawan atau intelektual ialah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, membayangkan, mengagas, atau menyoal dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan.Sebagaimana diketahui, masuknya AM menjadi hakim konstitusi hingga menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) memang mengejutkan banyak orang.Logika berpikir deduksi mempertanyakan perihal orang satu ini, termasuk kecendikiaan yang bersangkutan.

Pertanyaannya mengapa AM bisa lolos dan mulus hingga jabatan ketua MK.Ada beberapa alternatif penjelasan.Pertama, sistem pencalonan hakim MK cenderung dipolitisasi.Salah satu mekanisme pemilihan hakim MK adalah melalui jalur legislatif dan eksekutif.Dalam proses ini, potensi mempolitisasi kepentingan sangat besar dibanding pertimbangan kecendikiaan seorang calon hakim. Dari dua jalur ini terbuka peluang munculnya hakim instan dan hakim asal SH (HIHAS). Sistem ini bisa lepas sama sekali dengan logika berpikir deduksi.Mekanisme pemilihan hakim MK melalui yudikatif (Mahkamah Agung) juga berpotensi lepas dari berpikir deduksi, namun masih terukur dengan panjangnya track record perjalanan karier sebagai hakim.

Kedua, sistem pemilihan ketua MK nampaknya tidak serius.Banyak orang terkejut dengan terpilihnya AM sebagai ketua MK.Prof Mahfudz juga terkejut dengan terpilihnya AM.Penulis menduga bahwa saat pemilihan ketua MK terdapat suasana kebatinan “kerendahan hati” di antara hakim MK.Mereka tidak mau menonjolkan diri mencalonkan sebagai ketua MK, meski di antara mereka punya syarat yang lebih layak dan cendikiawan. Para hakim itu tidak bersungguh-sungguh mencari ketua MK terbaik. Para hakim itu berprasangka positif bahwa siapa saja yang menjadi ketua MK akan melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal ini yang mampu dimanfaatkan oleh HIHAS dengan kelihaiannya.Ketidak-seriusan saat pemilihan ketua MK ini juga lepas sama sekali dengan logika berpikir deduksi.

Pada saat sekarang ini, citra MK dianggap menurun drastis.Upaya-upaya meningkatkan citra MK dapat dikembalikan melalui logika deduksi.

Pertama, memperbaiki sistem rekrut hakim MK.Pemilihan hakim MK hendaknya sepenuhnya mempertimbangkan kompetensi dan kecendikiaan calon hakim, bukan lagi aspek politik atau kroni.Harus dihindari munculnya HIHAS.Kita semua perlu mempercayakan kepada mekanisme kenegaraan untuk mengambil langkah ini sesuai konstitusi.Langkah presiden mengeluarkan Perpu terkait penyelesaian ini harus dipandang obyektif, bukan untuk mengintervensi MK.

Kedua, pelaksanaan pemilihan ketua MK harus bersungguh-sungguh.Hakim MK yang punya kompetensi dan kecendikiaan harus didorong untuk maju untuk menjadi ketua MK.Ketua MK adalah simbol negara, harus diisi orang terbaik, yang mampu menegakkan pilar keadilan negara, dan bukan HIHAS.Mekanisme pemilihan dapat didahului dengan analisis obyektif terhadap profil hakim MK.Para mantan hakim dan ketua MK (yang kompeten dan cendikia) dapat diminta sarannya untuk mendorong pemilihan ketua MK terbaik.

Ketiga, citra kelembagaan MK harus segera dibangkitkan.Langkah presiden sesuai kewenangannya memberhentikan ketua MK harus diapresiasi.Langkah-langkah internal atau eksternal terhadap MK untuk memperbaiki citranya harus dipandang secara etika, obyektif, konstitusional dan bukan intervensi.Langkah internal membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) oleh MK perlu diperluas tugasnya tidak hanya untuk menyelesaikan masalah AM, tetapi juga diarahkan untuk menyusun standar etika dan sistem audit mutu kinerja yang lebih rinci perihal kinerja, dan cara kerja hakim MK.Bila saat ini di MK terlanjur ada HIHAS, pribadi yang bersangkutan dapat menjadi tolok ukur membangun standar etika dan sistem audit kinerja.Kiranya melalui MKMK, logika deduksi dapat dijalankan, banyak hal bisa diharapkan untuk meningkatkan citra MK dan membentuk kompetensi dan kecendikiaan hakim-hakim MK.

Mari kita kembangkan logika deduksi untuk membangun tatakelola negara dan bangsa ini.Serahkan kepada ahlinya untuk mengurusi bangsa ini.Hanya orang berpengetahuan yang bisa menilai pengetahuan orang lain. Karenanya, seluruh komponen bangsa ini wajib bersungguh-sungguh dan berpengetahuan agar dapat menilai kelayakan pengetahuan kepemimpinan negara ini.Bukankan kualitas seorang pemimpin mencerminkan kualitas orang-orang yang dipimpinnya.

Lembah Panderman, 6 Oktober 2013

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *