Seorang kawan dosen, sebut saja namanya Budi, saat ini hidupnya sudah tergolong ‘berhasil’. Berhasil dalam arti ia mampu menjalankan fungsi sebagai dosen dengan baik. Ia mampu tidak hanya mengajar atau memberi kuliah, tetapi juga sering mengerjakan penelitian melalui program-program hibah dari DP2M Dikti. Ia berkali-kali memperoleh Skim Hibah Penelitian kompetitif tingkat nasional. Tidak hanya itu, ia sering dipinjam oleh lembaga PT lain untuk mengajari dosen menulis proposal penelitian. Itu sudah terjadi sejak tujuh tahun yang lalu. Karena pengalamannya itu, ia pun telah dipercaya oleh Dikti menjadi reviewer penelitian dosen tingkat nasional. Penulis bertemu beberapa kali dengan Budi ini dalam forum-forum penelitian.
Bertemu dengan Budi senantiasa menyenangkan dan menyegarkan. Gaya bahasa dan bicaranya lepas, penuh joke, dan sering konyol. Ia ringan saja berbicara lepas meski dihadapan para dosen yang direview, tidak ada kesan jaga image (jaim). Memang pribadi Budi sangat ramah. Ia senantiasa memotivasi para dosen untuk maju. Ia selalu berkata: “Silakan gunakan kesempatan dan peluang DP2M Dikti untuk maju, meraih hibah penelitian. Bapak ibu dosen harus dapat menjadi reviewer untuk menggantikan saya. Saya ini sudah saatnya digantikan”. Kata-kata itu sangat aneh karena umur si Budi sangat muda. Kariernya masih panjang, dan ia sedang mempersiapkan usulan menjadi Guru Besar meski diakuinya sangat berat.
Ucapan atau bicara Budi untuk memotivasi orang lain tidak lepas dari perjalanan hidupnya. Ia merasa perlu memotivasi orang lain agar bisa maju. Ia punya keyakinan bahwa dengan kerja keras seseorang pasti akan mencapai keinginannya. Perjalanan hidupnya hingga mencapai sekarang sangatlah sulit, berliku dan penuh perjuangan. Ia punya prinsip hidup NEGO dan NEKAT. Prinsip itu tentu dilandasi berpikir dan hidup positif untuk untuk kemanfaatan orang lain, sebagaimana ucapan-ucapan motivasinya.
Nego dan nekat adalah satu kesatuan makna. Ia terbiasa melakukan nego dalam kerangka menjalin komunikasi positif. Keramahannya (grapyak) adalah modal menyampaikan gagasan sehingga ia diterima orang lain. Budi memang dikenal rendah hati, perhatian kepada orang lain, dan menghargai orang lain. Dahulu ketika hidupnya ‘sulit’ kemampuan nego itu menjadikan banyak kemudahan dalam konteks hubungan dengan orang lain. Nego itupun menjadikannya memiliki banyak teman, dari berbagai kalangan dan instansi. Nego atau negosiasi, atau kemampuan bargaining, dapat membangun komunikasi yang intensif dan pemahaman yang positif perihal sesuatu. Luaran negosiasi akan menemukan harapan atau target sesuai dengan kemampuan masing-masing pihak secara memuaskan.
Nekat sudah barang tentu adalah wujud kesungguhan seseorang untuk maju. Nekat senantiasa membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu, perasaan bahkan hingga biaya. Seorang dosen yang maju, seperti halnya Budi, sudah tentu sering meninggalkan rumah untuk pengembaraan akademik. Pengorbanan meninggalkan keluarga, membawa bekal minim, meninggalkan hobbi atau kesenangan, menjauhi zona nyaman adalah ciri-ciri dosen yang nekat. Profil dosen nekat tidak akan pernah hitung-hitung aku dapat share berapa, aku dapat apa, atau aku dibayar berapa. Yang dipikirkan adalah senantiasa luaran, kepuasan mencapai tujuan, kepuasan bekerjasama, dan manfaat yang dihasilkan. Inilah rejeki yang sesungguhnya, rejeki kebersamaan, silaturahim.
Sungguh, para dosen yang nego dan nekat, justru tidak pernah merasa kurang. Sekalipun ia korbankan waktu, tenaga atau biaya, ia tidak merasakan sebagai hal yang rugi. Ia tidak merasa terbebani. Ia senantiasa merasa cukup ketika bisa melakukan hal yang bermanfaat. Ia merasa kurang justru kalau silaturahim tidak tercapai. Ia yakin Allah akan memberikan rejeki (yang tidak diduga dan tidak disangka-sangka) kepada orang yang suka bersilaturahim, melakukan perjalanan dan mencari ilmu.
Lembah Panderman, 15 Nopember 2013