
Penulis sering mendapat tugas mengoreksi atau mengedit naskah yang ditulis oleh orang lain. Tugas ini cukup menyita perhatian. Penulis pernah mengedit tujuh naskah dalam waktu singkat, dan belum memiliki format yang baku. Karenanya, naskah cenderung bebas mengikuti gaya dan persepsi penulisnya. Cara menulis kalimat jauh dari kaidah ejaan yang benar (silakan download disini). Penulis benar-benar ‘berkeringat’ dan akhirnya merombak naskah, bahkan ada yang sedikit menambahkan materi substansi agar tulisan menjadi utuh, nyambung dan bermakna. Padahal, penulis punya kecenderungan mengedit secara longgar, dan cenderung menghargai improvisasi penulisnya. Tugas seperti ini sudah sering terjadi, dan Alhamdulillah penulis menikmatinya.
Kegiatan menulis atau mengedit naskah secara umum memiliki beberapa perspektif. Pertama substansi. Membaca atau mengedit akan menemukan substasi, materi atau pengetahuan yang baru. Materi itu seringkali sangat menarik dan membuka wawasan, misalnya perihal teknologi, atau kehidupan industri kecil. Disini juga akan mengenal kosa kata keilmuan bidang lain. Bila penulis, mengenal atau memahami materi naskah tersebut, sering penulis memperbaiki atau menambahkan kata atau kalimat untuk menyempurnakan keutuhan pemahaman. Hal ini berimplikasi, bahwa seorang penulis perlu menguasai konsep atau substansi naskah yang ditulisnya. Ia dapat memperbanyak bahan bacaan sejenis, untuk mengenal dan mengumpulkan perbendaharaan substansi, kata atau istilah yang lazim disepakati dalam keilmuan tersebut. Bila ini diikuti, maka otomatis penulis akan ‘diterima’ dalam komunitas keilmuan tersebut.
Kedua format. Menulis senantiasa berhubungan dengan format, antara lain susunan bahasan, sistematika penulisan, numbering, penyajian peraga gambar atau tabel, panjang halaman, jumlah kata, dan cara penyajian. Format penulisan naskah bertujuan untuk memenuhi standar mutu naskah. Karena itu, si penulis harus mentaati format tersebut. Mematuhi format senantiasa berhubungan dengan teknis penguasaan software, bahkan terkadang format tersebut sudah berbentuk template software.
Berdasarkan pengalaman, sering ditemukan suatu naskah tidak memenuhi format. Hal ini membuat proses editing menjadi sulit. Hal tersebut antara lain membuat paragraf yang kalimatnya tidak utuh, gambar yang terlalu besar dan tidak di group, tabel tidak sesuai format cell. Hal ini berimplikasi, bahwa seorang penulis perlu mentaati format dan menguasai software. Menu-menu di dalam software pengolah kata harus dikuasai. Layout naskah harus dipahami. Ketrampilan ini akan mempercepat penulisan dan perbaikan sebagai mana yang disarankan oleh editor.
Ketiga gaya penulisan. Setiap orang memiliki gaya penulisan yang khas, dipengaruhi oleh budaya, bahasa ibu, pengalaman hidup, khasanah membaca, dan faktor lainnya. Itu tidak menjadi masalah asal memenuhi kaidah berbahasa Indonesia, struktur kalimat yang benar, keilmuan yang dikuasai. Penulis sering menemui hal-hal yang lucu dan menggelikan, misalnya kalimat tidak memiliki subyek (seharusnya memenuhi sedikitnya subyek, predikat dan obyek), penggunaan kata dari bahasa lokal (yang belum diserap dalam bahasa Indonesia), tata kalimat meloncat dan tidak sistematik. Hal ini berimplikasi, bahwa seorang penulis perlu belajar banyak khususnya memahami kaidah bahasa Indonesia. Dengan banyak membaca buku, atau textbook berbahasa Inggris, banyak hal yang bisa dicontoh mana struktur kalimat, penggunaan kata, dan sistematika yang benar. Kata depan, kata sambung, atau kata serapan dapat diambil dari bacaan tersebut. Terkadang struktur kalimat bahasa Inggris sangat baik digunakan dalam menulis kalimat bahasa Indonesia. Dengan terus berlatih menulis, maka secara alamiah ada improvisasi dan pengembangan teknik menulis.
Keempat mengenal penulis. Sudah barang tentu dengan membaca atau mengedit, akan dapat membaca sejauh mana persepsi, latar belakang, cara berpikir dan kompetensi penulis. Penulis sering menemui tulisan yang baik, sistematis dan runtut. Penggunaan kata juga tepat dan relevan. Makna secara utuh tersaji dengan jelas. Naskah ini mencerminkan kompetensi, pengalaman, dan kematangan penulisnya. Penulis ingat guru penulis, yakni almarhum Prof Goeswono Soepardi (semoga Allah merahmati beliau). Tulisan-tulisan beliau di jurnal akademik, majalah populer, dan harian nasional sangat enak dibaca, dan dijadikan rujukan oleh peminat pemupukan, ilmu tanah, pengapuran dan hortikultura. Kemampuan Prof Goeswono menggali isyu sungguh luar biasa, dilanjutkan dengan menganalisis dan membuktikan kelebihan gagasan-gagasannya. Para dosen di Universitas Widyagama juga sudah mulai menunjukkan ketrampilan menulis. Naskah proposal penelitian dan pengabdian mereka sudah konsisten diterima oleh DP2M Dikti.
Perspektif di atas menampilkan sudut pandang yang umum. Sebenarnya tidak ada panduan yang menyatakan suatu tulisan baik atau tidak baik. Menulis atau edit hanya mencoba menggunakan kaidah yang disepakati agar tulisan menjadi lebih terstruktur, lebih mudah dipahami secara utuh, dibaca oleh lebih banyak orang dan bermanfaat.
Selamat kepada para penulis. Sukses untuk anda semua.
Lembah Panderman, 13 Maret 2014
Tulisan terkait:
Terima kasih Pak Rektor sangat bangus isi tulisan dan itu sebagai sebuah bekal yang bagus pada Mahasiswa.