Tulisan ini telah terbit dan menjadi headline di blog kompasiana, kemudian diedit dan ditambah beberapa foto.
Saat ini, hasrat beribadah umroh sangat tinggi. Pada tahun 2014, jumlah visa umroh yang dikeluarkan Kedubes Arab Saudi di Jakarta diperkirakan mencapai sekitar satu juta, meningkat dua kali dibanding tahun 2013 (1). Jamaah umroh dari Jawa Timur mengontribusi hampir 50 persen dari kuota nasional. Tingginya hasrat ini adalah akibat semakin baiknya kesejahteraan masyarakat, kesadaran beragama, dan serta ketersediaan informasi/infrastuktur/kelembagaan umrah dan haji. Masyarakat mulai memilih umroh karena antrian haji semakin lama, hingga lebih dari 15 tahun. Biaya umroh yang relatif mahal, minimal 1.700 dolar per orang, tidak menjadi penghalang. Animo masyarakat berumroh diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Rute perjalanan umroh dikemas pihak travel semakin bervariasi, mengikuti rute airline. Dari Indonesia, perjalanan umroh bisa langsung menuju ke Jedah atau Madinah, atau berwisata dahulu ke Singapore, Hongkong, Brunei, Abu Dhabi, Turki, Mesir, atau negara Maghribi (Afrika Barat).

Minggu yang lalu (14 hingga 22 Desember 2014), penulis dan istri (serta saudara) pergi umroh, melalui salah satu travel umroh di Malang. Alhamdulillah, ini adalah yang ketiga kalinya penulis bisa hadir di Tanah Suci. Ini adalah gelombang awal jamaah umroh 1436 H, sejak dibuka pada akhir November 2014 oleh pemerintah Arab Saudi. Jumlah jamaah umroh satu tahun dari luar negeri sekitar 6 juta orang (2). Tulisan ini menguraikan betapa nuansa umroh begitu mirip dengan haji, sejak keberangkatan, selama di Tanah Suci dan kepulangan. Tentu saja ini adalah pengalaman subyektif, juga berdasarkan pengalaman ke Tanah Suci sebelumnya.
Penulis menggunakan airline dengan rute dari Surabaya ke Madinah langsung. Dapat dibayangkan, seluruh penumpang pastinya adalah jamaah umroh. Di Bandara Juanda, penumpang menggunakan seragam batik berwarna-warni sesuai travelnya, ada seragam merah, biru, atau hijau. Jamaah umroh banyak yang berusia lanjut. Dari sebagian yang saya kenal, ini adalah perjalanan pertama kali ke Saudi. Ada juga jamaah dari satu keluarga, terdiri ayah, ibu dan anak-anak bahkan balita. Yang tidak kalah ramai adalah pengantarnya, jumlahnya bisa lima kali lipat jumlah penumpangnya. Itulah sebabnya Bandara Juanda di Terminal Internasional penuh sesak.
Suasana perjalanan di pesawat, suasana haji nampak nyata. Karena semua penumpang orang Indonesia, maka komunikasi ala Indonesia, yang guyup, riuh, hangat, heboh dan ramah muncul, sebagian dalam logat Jawa dan Madura. Di situlah ada tukar-menukar tempat duduk, agar saling berdekatan dengan teman atau keluarga. Juga ada kelucuan perihal menggunakan seat belt, menegakkan kursi, menyimpan tas, cara makan, atau menggunakan toilet. Ini terjadi terutama pada jamaah yang baru pertama kali naik pesawat. Ada juga yang saling selfie dan menggunakan gadget untuk merekam atau memfoto gambar dalam kabin. Itu semua tidak mengurangi kekhusyukan perjalanan ibadah umroh. Jamaah nampak terus berdoa menyambut panggilan Allah, sama dengan suasana haji.
Pada pengalaman umroh sebelumnya, penulis menggunakan rute airline komersial melalui Singapore, Riyadh dan Jeddah. Penumpangnya masih ditemukan berwajah Asia Timur, bule, Timur Tengah atau Asia Selatan. Jumlah penumpang umroh tidak lebih 30 persen dari seluruh penumpang. Suasana dalam pesawat benar-benar sepi dan tidak heboh.

Di Tanah Suci, keramaiannya sangat luar biasa. Harapan penulis, dengan mengambil jadwal umroh Desember, akan dapat menikmati suasana sepinya Tanah Suci, sambil menikmati udara sejuk Madinah. Harapan itu tidak sepenuhnya tercapai. Hotel tempat kami menginap berjarak hanya dua puluh meter dari Pintu 17 Masjid Nabi. Hotel ini full booked oleh jamaah Indonesia, dan nampaknya menjadi favorit oleh travel di Indonesia. Di hotel ini penulis bertemu dengan jamaah umroh dari Madiun, Banten, Jakarta, Banjar masin, dan Riau. Sekali lagi terjadi suasana seperti haji, yakni dalam hal antrian di lift, makan, atau mandi. Semuanya membutuhkan kesabaran dan keikhlasan, menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti merokok di ruang ber-AC, mengambil makan berlebihan, melubernya air di ruang toilet. Pemandangan ini teramati pada saat haji.


Pemandangan di masjid Nabi juga ramai seperti haji. Area Masjid Nabi di sekitar Raudhah selalu penuh sesak oleh jamaah, berwajah Asia Tenggara, Turki, Asia Selatan dan Timur Tengah. Penulis lebih sering memilih shaf bagian depan jauh di sisi kanan (barat) dari Raudhah, untuk memperoleh kekhusyukan. Bahkan penulis bisa mengikuti kuliah/kajian berbahasa Araf, menyaksikan anak-anak mengaji, serta menikmati suguhan buka puasa. Untuk ke Raudhah, penulis memilih dini hari pukul 2.00.

Saat umroh di Mekah, pengambilan miqat di Bir Ali atau Ji’rona, suasana juga sangat ramai, tidak berbeda dengan saat haji. Parkir bis penuh, tempat wudhlu juga penuh. Jalanan di sekitar masjid macet oleh bis-bis dan kendaraan pengunjung/jamaah. Jamaah umroh dari Indonesia mendominasi di sekitar masjid. Keramaian ini dimanfaatkan oleh para pedagang yang ikut menjajakan jualannya.


Saat masuk ke Masjid Haram di Mekah, suasana juga penuh jamaah sejak dari pelataran masjid, hingga area thawaf (mataf). Sebagaimana diketahui, masjid sedang direnovasi sehingga sekitar 60 hingga 70 persen area masjid ditutup dari aktivitas jamaah. Sekitar 50 persen bangunan lantai 2 dan 3 dirobohkan untuk dibangun kembali. Bunyi alat mesin bangunan menciptakan harmoni dengan doa jamaah, langkah thawaf, dan lantunan bacaan Quran. Karena aktivitas renovasi ini, pintu masjid yang dibuka hanya di sekitar pelataran Sai (massa) dan pintu Fadh dan Abd Aziz. Ini mengakibatkan kerumunan orang di saat menjelang atau seusai sholat. Seperti biasanya jamaah umroh dari Asia selatan punya kebiasaan duduk nongkrong atau tiduran sambil bercengkerama dengan kawan dan kerabatnya di pelataran di bawah tower Jam.


Suasana di mataf hampir tidak pernah sepi jamaah, bahkan pada dini hari. Kepadatan ini sama dengan saat haji. Berdesakan, dorongan, atau himpitan di sekitar Multazam, Maqom Ibrahim, atau Hijir Ismail, adalah hal biasa, kiranya setiap jamaah perlu sabar. Jamaah seluruh dunia adalah bersaudara, sehingga tidak perlu bersitegang dalam suasana berdesakan itu. Area mataf searah Multazam tetap ramai dan padat jamaah sholat thawaf. Petugas Askar tidak berhenti mengingatkan agar jamaah tetap tertib di jalurnya. Menyaksikan orang berebut mencium Hajar Aswad menjadi pemandangan yang unik, saling tarik, sikut, dorong dan lempar. Untuk ke Hajar Aswad ini ada yang antri merapat berdiri (bergantung) dari rukun Yamani, dari pintu Ka’bah, atau menerobos dari lantai mataf.

Beruntung, pemerintah Saudi telah membangun ring thawaf dua lantai untuk memberi alternatif jamaah berthawaf, khususnya yang menggunakan kursi roda. Ring Thawaf berjarak sekitar 30 meter dari ka’bah, dengan lebar sektar 6 meter (lihat juga video ilustrasi Youtube). Struktur ring ini terbuat dari material cetakan logam ringan, yang didisain knock down untuk kemudahan bongkar pasang. Karenanya, sering terasa getaran oleh langkah-langkah jamaah yang thawaf. Memang, ring thawaf ini adalah bangunan sementara untuk menampung jamaah thawaf selama renovasi/pembangunan masjid. Struktur ring berwarna abu cerah ini berhias dengan lampu-lampu yang menambah keindahan suasana mataf. Dari ring thawaf ini, dapat disaksikan kepadatan area mataf dan intensitas operasional pembangunan masjid. Jamaah dianjurkan menggunakan masker untuk mencegah debu yang ditimbulkan kegiatan renovasi ini.

Keramaian juga terjadi di lokasi sai (massa), khususnya di lantai 1, yakni ketika naik ke bukit Safa dan Marwah. Jamaah menumpuk di bukit tersebut dimana mereka berdoa sambil menghadap ka’bah, sementara jamaah lain ada yang beristirahat sejenak sambil menjejak di permukaan bukit yang diawetkan dengan bahan sejenis terpentin itu. Sekali lagi jamaah Indonesia paling banyak jumlahnya di lokasi massa ini.
Di kota Mekah, kami menginap di hotel Bakkah Arac (hotel bintang 5), sekitar 1.3 km dari masjid Haram. Hotel menyediakan shuttle bus untuk layanan transportasi jamaah ke masjid 24 jam pulang pergi. Sekali lagi, keramaian jamaah Indonesia ditemui disini, antara lain berasal dari Jakarta, Brebes dan Lasem. Jamaah dari negara lain antara lain dari Turki, Afrika Selatan, Yordania. Namun mereka tidak seheboh jamaah Indonesia. Kami harus sabar antri saat jadwal makan di restoran hotel, serta menunggu bis saat pulang selesai sholat di masjid Haram.




Rencana Proyek Pembangunan Masjid Haram 2020, Mekah (Youtube)
Pembangunan Masjid Haram Saat Ini (August 2013) (1), Mekah (Youtube)
Pembangunan Masjid Haram Saat Ini (August 2013) (2), Mekah (Youtube)
Pembangunan Masjid Haram, Mekah diarahkan kepada wilayah barat (dalam jangka panjang). Bangunan masjid diperluas hingga 3-4 kali bangunan saat ini (lihat video Youtube di atas). Jamaah yang sholat dari bagian barat tersebut memiliki akses (mirip koridor) yang mudah menghadap langsung ke arah ka’bah. Karena itu bangunan masjid ke arah barat ini sudah dirobohkan. Sementara itu di sebelah timur masjid, dekat massa dan istana kerajaan juga dibenahi. Di sini nampak sedang dibangun menara baru. Bukit di mana berdiri istana kerajaan, selama ini menjadi pembatas perluasan masjid. Di sini sering terjadi kepadatan jamaah yang menghubungkan antara pelataran di luar jalur Sai dengan pintu Fadh. Di sini juga, di pertengahan tahun 2013 masih berdiri jembatan akses jalan naik ke lantai dua warna putih, kini sudah dirobohkan. Ada bangunan masjid dengan pintu baru, bernama pintu Abdullah, berdekatan dengan pintu Abd Aziz. Secara umum, pemerintah Saudi akan menjalankan proyek jangka panjang masjid Haram hingga tahun 2040, dalam rangka menyediakan layanan umroh dan haji lebih baik. Dalam proyek tersebut, disetujui pula berdirinya payung-payung raksasa di sekitar masjid (3), mirip dengan payung di masjid Nabi Madinah.

Ketika pulang ke Tanah Air, di Bandara Jedah, kami ketemu maning dengan jamaah umroh yang sama seperti saat keberangkatan dari Juanda. Kami bersama-sama menunggu boarding di ruang tunggu terminal haji. Kami ternyata juga menggunakanairline yang sama. Saat tiba di Bandara Juanda pun suasana makin heboh, jumlah penjemput memadati bandara. Ini benar-benar khas suasana haji. Penulis mendengar, seorang ibu jamaah menelepon keluarganya menanyakan.. bumbu rawon wis? Mengko yo… sih telung jam maneh teko Dampit…
Lembah Panderman, 23 Desember 2014
Tulisan terkait: