Pada hari Selasa, 9 Desember 2014, penulis berkesempatan mengikuti seminar dan ekspose hasil penelitian dan pengabdian masyarakat di kantor Kopertis VII Surabaya. Penulis berkesempatan menyampaikan makalah dalam forum itu, bersama lima dosen lain dari Universitas Widyagama Malang. Jumlah peserta seminar mencapai 100 orang dari PTS di seluruh Jawa Timur dan di luar Jawa Timur


Sejak awal, niat ikut forum itu adalah untuk memanfaatkan momentum. Penulis senang dan bersemangat untuk mengejar suatu momen tertentu, apalagi hal-hal baru. Dari situlah sebenarnya ada semacam gairah (passion), sekaligus mensyukuri profesi dan nikmat kehidupan ini. Mengikuti suatu momentum, mengikuti forum, atau ikut kegiatan tertentu, bukan hanya menemukan manfaat dari inti kegiatan, tetapi sebagaimana biasanya, penulis mencoba menemukan dan mencari hal-hal lain yang bermanfaat.
Dalam forum itu, susunan atau disain acaranya lebih diarahkan untuk membangun kemampuan dosen dalam meneliti dan menulis. Penulis sempat ragu mengikuti acara ini, namun tetap mencoba sabar, mengalir, mengikuti acara yang nampaknya lebih mirip evaluasi dibanding ekspose. Disinilah, penulis mencari-cari dan menemukan fenomena lain.
Banyak dari dosen peserta seminar ini masih berusia dibawah 40 tahun. Ada juga yang baru lulus S1, dan berani presentasi dihadapan reviewer. Disinilah penulis menemukan profil dosen-dosen muda. Mereka antara lain dari Lumajang, Sidoarjo, Nganjuk atau kota lain. Mereka serius sedang mengedit powerpoint untuk bahan presentasi. Ada juga yang masih mengedit naskah. Nampak jelas wajah-wajah yang penuh semangat, dan juga sedikit grogi, menyaksikan cara “evaluasi” yang dilakukan oleh reviewer. Ada kesan mereka ingin tampil “oke” dihadapan reviewer, dengan presentasi sambil berdiri dan bersemangat. Pokoknya luar biasa.

Hal ini mengingatkan penulis saat presentasi pertama kali di forum seminar penelitian sejenis dua puluh empat tahun yang lalu. Saat itu, untuk presentasi harus menyiapkan plastik transparan (untuk OHP), baik yang ditulis/gambar dengan spidol, atau difotocopy, atau dengan slide proyektor. Pikiran sempat membayangkan kejadian masa lalu itu yang sering berdekatan dengan forum-forum ilmiah di Pasuruan, Bogor, Surabaya atau Malang.
Menyaksikan para dosen muda tampil memberikan perasaan gembira. Penulis spontan menyalami dan mengucap selamat kepada dosen berwajah ABG, yang kata koleganya baru lulus sarjana. Penulis berkata kepada anak muda ini: “Mas, sampeyan layak menjadi pemenang presentasi. Saatnya anak muda harus tampil”. Sementara ia hanya diam, masih menyisakan wajah tegang sehabis presentasi. Langkah penulis itu diikuti oleh peserta lain yang ikut menyalami anak muda itu. Semua merasa gembira dengan pemandangan tersebut.
Setelah itu, penulis sempat mengobrol lama dengan seorang dosen dari Nganjuk. Penulis menggali info sebagaimana umumnya dosen muda yang berjuang antara membangun idealisme akademik dan pragmatis kehidupan. “Wah, ini perlu digarap”, batin penulis. Maksudnya disemangati, sebagaimana menyemangati orang lain. Dosen muda ini harus diajak masuk “idealisme akademik” dan punya semangat hidup, kalau tidak maka ia akan terlena dan larut pragmatisme kehidupan, menjadi loyo, atau berpikiran carry and cash, cash, dan cash, atau bisa cash and carry. Bila yang terakhir ini terjadi, bisa gawat,… visi membentuk generasi muda (lulusan) kompetitif akan tidak pernah tercapai.
Dosen yang masih berusia 30 tahunan dan beristrikan seorang guru itu, sudah menyelesaikan studi Magister. Penulis menganjurkan untuk terus studi S3 senyampang usianya masih muda. Ia sempat bertanya ragu: “Beasiswanya cukup pak?”. Penulis sampaikan bahwa pemerintah saat ini memberikan beasiswa S2/S3 dalam jumlah banyak (1), termasuk kuota 1000 beasiswa luar negeri per tahun, dengan nilai yang cukup. Kenyataannya jumlah kuota itu tidak terserap. Penulis juga sampaikan jenis beasiswa yang dibiayai negara lain (2, 3). Penulis menunjukkan website-website tertentu yang dapat diakses.
Penulis juga menyarankan sering-sering ikut pertemuan seminar sejenis ini. Rajin menulis, agar selalu siap dengan proposal, naskah atau paper, untuk dikirim ke DP2M Dikti, atau ke forum-forum ilmiah. Selalu berusaha mengejar momentum agar kompetensi akademik tertanam dan terpelihara. Dosen muda ini masih belum mengenal banyak penelitian DP2M Dikti. Karenanya, penulis semangati untuk membuka website simlitabmas, belajar menulis proposal, selalu mencoba dan mencoba. Penulis yakinkan, dosen yang betul-betul mencintai pekerjaannya, sabar, mau menulis, meneliti, studi S3, akan memperoleh kesempatan lebih baik dalam berkarier, menerima penghargaan dan rejeki yang nayamul (baca: lumayan). Penulis tegaskan kepadanya: “Mas, sampeyan pasti bisa”.
Lembah Panderman, 11 Desember 2014.
Baca tulisan terkait
- Aturan Baru Jabatan Fungsional Dosen 2013
- Budaya Akademik Dosen Profesional
- Dosen Entrepreneur
- Hijrah Dan Ilmu
- Karakter Spiritual Dosen
- Mengajak Orang Lain Menulis
- Menjadi Dosen Profesional
- Menulis
- Menulis (= Berwirausaha) Di Universitas
- Menulis Buku Ajar
- Menulis Melatih Kesabaran
- Menulislah, .. Apa Saja…
- Perihal Menulis Dan Mengedit …
- Spiritual Kunci Kehidupan
- Tulisan Di Kompasiana Sebagai Luaran Riset