Buku tentang Ekowisata
Buku Ekowisata (Penerbit Era Adicitra Intermedia)

Buku tentang Ekowisata

Penulis bersyukur, sebuah buku kembali dapat diterbitkan, kami tulis bersama Dr. Purnawan D Negara, SH., MH.  Buku ini berjudul Pengembangan Desa Melalui Ekowisata, diterbitkan oleh Era Adicitra Intermedia, Solo. 281 halaman.  ISBN 978-602-1680-13-1.  Berikut ini sinopsis mengenai buku tersebut

Buku Ekowisata (Penerbit Era Adicitra Intermedia)
Buku Ekowisata (Penerbit Era Adicitra Intermedia)

Materi buku memuat lima bahasan utama.  Pertama memberikan pemahaman tentang hubungan pariwisata, desa wisata dan sektor penunjangnya.  Kedua menjelaskan tentang kehidupan desa dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, sebagai modal obyek, produk dan jasa wisata desa.  Ketiga menjelaskan tentang ekowisata, kawasan konservasi, taman nasional dan pasar ekowisata.  Keempat mendeskripsikan manajemen wisata di desa.  Hal ini dijelaskan dengan produk dan jasa, peran kewirausahaan, kepemimpinan dan organisasi, kebutuhan infrastruktur dan akomodasi, serta pengendalian.  Kelima, pengembangan ekowisata di desa.  Bagian ini menguraikan pentingnya pendidikan, inovasi, promosi dan kerjasama dan penelitian.  Dalam semua bahasan di atas, beberapa pengalaman empirik disajikan termasuk pengalaman di Indonesia agar pembaca dapat menangkap substansinya lebih utuh.  Dalam lampiran disajikan peraturan perundangan yang memuat pedoman implementasi atau pengembangan desa wisata di Indonesia.

Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan.  Konsep ekowisata tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan desa wisata dan membangun desa secara umum.

Pengembangan desa wisata memberikan keuntungan bagi pembangunan ekonomi nasional.  Desa yang selama ini identik dengan pertanian, maka akan mengalami perubahan paradigma sosial budaya menjadi berbudaya melayani wisatawan.  Melayani jasa wisata ini tentu tidak mudah.  Dalam proses transformasi struktur ekonomi, lazimnya bergerak dari sektor pertanian, manufaktur kemudian ke sektor jasa.  Dengan mengembangkan desa wisata, maka transformasi itu melompat dari pertanian langsung ke jasa.  Hal ini sangat positif, karena penduduk desa pada dasarnya sudah menguasai substansi lingkungan dan budaya.  Tugas berikutnya adalah memberdayakan penduduk desa  dengan ketrampilan maupun entrepreneurship untuk menyajikan jasa wisata dan memberikan kepuasan kepada pengunjung.   Dengan demikian, penduduk desa tidak sepenuhnya menggantungkan kepada sektor pertanian, tetapi juga melayani jasa wisata yang memberikan kesejahteraan lebih layak.  Wajah desa akan dipenuhi kegiatan bisnis jasa   wisata yang menguntungkan (orientasi profit) tetapi juga berorientasi sosial (non profit) untuk mendukung konservasi lingkungan dan budaya.  Lebih jauh, jasa wisata desa juga akan menghasilkan kaitan ekonomi dan inovasi bagi lahirnya usaha pengolahan dan jasa-jasa penunjang lainnya.

Desa wisata dan lingkungan sekitarnya memiliki daya tarik wisata alam, budaya dan buatan. Hal ini merupakan potensi yang sangat besar yang melekat dalam kehidupan desa di seluruh penjuru Nusantara.  Hal ini sangat disadari benar oleh pemerintah untuk dikembangkan. Kebijakan pariwisata yang berbasis masyarakat atau wisata desa juga menjadi jalan keluar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, selain mendukung konservasi lingkungan alam dan budaya.  Daya tarik wisata lingkungan alam dan budaya menjadi roh berkembangnya wisata berbasis masyarakat atau ekowisata di wilayah perdesaan.

Pengembangan desa ekowisata secara umum ditentukan oleh modal sosial dan kewirausahaan sosial.  Semakin tinggi modal sosial, semakin tinggi pula kemampuan kewirausahaan soasial masyarakat, dan berimplikasi kepada peningkatan aktivitas jasa ekowisata, lahirnya entrepreneur jasa ekowisata dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.  Kemampuan kewirausahaan sosial lahir dari faktor intrinsik, yakni kepercayaan (trust) dan norma; dan faktor penguat, yakni kemampuan berjejaring (networking) dan partisipasi masyarakat.  Keempat faktor tersebut bersama-sama menyusun bangunan modal sosial pengembangan jasa ekowisata, dipandu oleh faktor kepemimpinan dalam wadah organisasi jasa ekowisata yang diperankan oleh penduduk lokal.

Pengembangan desa wisata merupakan kerja besar dari seluruh stakeholder wisata.  Kerja besar yang secara nyata memberikan pemihakan kepada pembangunan desa melalui jasa-jasa ekowisata dan penunjangnya.  Program PNPM Mandiri Pariwisata menjadi bukti nyata peran nyata pemerintah pusat.  Sementara pemerintah daerah telah mengakomodasi regulasi usaha jasa wisata dan membangun infrastruktur jalan ke wilayah-wilayah tujuan wisata.  Perhatian para peneliti, LSM, pemerhati konservasi alam dan pengunjung wisata ikut mendorong berkembangnya wisata desa.  Pada saat yang sama investasi di bidang telekomunikasi, travel biro, dan layanan wisata masuk mendukung pengelolaan wisata.  Sementara masyarakat telah menjalankan dan menikmati hasil pembelajaran dalam berwirausaha ekowisata.  Komitmen tersebut harus diakomodasi dalam pengelolaan wisata yang terus memberikan jaminan keberlanjutan.  Kerja ini telah menghasilkan manfaat di berbagai wilayah tujuan wisata desa, antara lain Waha (kabupaten Wakatobi), goa Pindul (kabupaten Gunung Kidul), pulau Merah (Kabupaten Banyuwangi), Tambaksari (kabupaten Pasuruan), dan Torongrejo (kota Batu).  Penulis meyakini masih banyak desa-desa lain yang menikmati manfaat tersebut.

Lembah Panderman, 5 Februari 2015

Tulisan terkait:

  1. Ekowisata TN Baluran
  2. Wakatobi (5): Diskusi ekowisata yang sejuk
  3. Pesona Ekowisata Candirejo, Borobudur
  4. Ngadas, indahnya tanah airku
  5. Ramai-2 Mengembangkan Desa Wisata

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *