Pak Mat, layak bergelar Doktor
Pak Mat (koleksi pribadi)

Pak Mat, layak bergelar Doktor

Setiap kali lewat jalan perumahan, istri selalu mengingatkan untuk membuka kaca mobil, dan menyapa orang di sekitar.  Hal sama ketika masuk komplek kantor, selalu mengingatkan penulis untuk menyapa petugas pengaman (Satpam) atau orang lain.   Memang penulis terkadang atau bahkan sering lupa melakukan hal ini, dengan alasan terburu-buru, lupa, atau sedang berpikir lain.  Mengingat hal ini, perasaan bersalah itu selalu ada.

Pak Mat (koleksi pribadi)
Pak Mat (koleksi pribadi)

Tapi yang kali ini agak khusus.  Sepertinya, orang ini wajib disapa.  Kalau istri pas ikut kegiatan kantor, saat pengajian di masjid atau acara lainnya, ia selalu mendahului untuk menyapa. Sangat wajar, perhatian terhadap orang ini wajib diberikan.  Juga ada alasan bersifat pribadi bagi istri, karena beliau ini mirip dengan almarhum ayah (mertua penulis).  Beliau adalah seorang bapak tua, namanya pak Mat.  Pak Mat adalah seorang pekerja di kampus, khususnya menangani perbaikan hingga pengecatan  perkayuan, reparasi meja, kursi, kusen, pintu, jendela atau mebelair lainnya. Beliau bekerja sendirian, dan telah bekerja bertahun-tahun, menangani hal yang sama.  Posisinya bekerja terus berputar, dari ruang satu ke ruang lainnya, dan entah berapa lama kembali di tempat yang sama.   Suatu saat beliau memperbaiki kusen pintu yang dimakan rayap, di saat lain memperbaiki dan mengecat ulang kursi.

Penulis selalu mencoba meluangkan waktu untuk ngobrol dengan pak Mat meski sesaat.  Sambil kerja, beliau jelaskan jenis-jenis kayu dan besi bahan kursi.  Beliau katakan, kursi satu akan lebih bertahan dibanding kursi lainnya.  “Yang ini rangka besinya sangat kuat, jaman sekarang tidak ada lagi besi seperti ini”, katanya.  Selesai berbincang, ia selalu berkata untuk minta maaf.  Penulis juga sering bertemu dengan pak Mat saat sholat di masjid atau mushola kampus.  Untuk beribadah, tampilan beliau rapi, sudah berganti baju dari pakaian kerja.

pak Mat tekun bekerja
pak Mat tekun bekerja

Apa menariknya melihat profil pak Mat ini.  Penulis sering merenungkan hal ini.  Kata bagian rumah tangga kampus, pak Mat orangnya tekun dan pekerjaannya sangat baik. Pak Mat bekerja sendirian dan mandiri, serta bertanggungjawab. Ia tetap bekerja dengan rajin menyelesaikan tugasnya, tanpa terpengaruh orang lain. Penulis tidak pernah melihat pak Mat menggunakan waktunya sia-sia, misal dengan mengobrol tanpa arah.  Suatu saat di kampus bersamaan dengan pekerjaan renovasi bangunan.  Suara mesin disertai debu sesungguhnya sudah sangat mengganggu.  Semua orang menghindar.  Anehnya pak Mat, tenang saja dan tetap bekerja.  Bahkan beliau mengingatkan penulis untuk menjauh saja.

Penulis tiba-tiba teringat nasehat dosen pembimbing saat studi doktor.  Bunyi nasehatnya, seorang doktor tidak akan bising di tengah keramaian dan tidak akan kesepian di tengah kesunyian.  Nasehat itu memiliki makna sangat dalam.  Memang para doktor secara normatif sudah dibekali ilmu.  Ilmu itu hendaknya terus dipegang, digeluti dan dikembangkan, tidak peduli dengan pengaruh lingkungan sekelilingnya.  Ilmu itu menjadi teman hidup di kala sendiri, ramai, suka, duka, siang, sore, malam, dini hari, pagi, di kampus, rumah, kantor, atau di manapun.  Ia terus membaca, menulis dan meneliti, saat kampusnya sepi atau ramai, ada teman atau tidak,ada reward atau tidak.  Dari ilmu itulah, si doktor hidup dan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat.  Dosen pembimbing tahu betul banyak godaan terhadap para doktor di Indonesia.  Kalau di luar negeri, doktor baru terus bekerja di lab, penelitian, survei, konsentrasi  mengembangkan ilmu, menulis karya ilmiah, seminar, serta meraih gelar profesor secepatnya. Doktor di Indonesia berbeda, ia dengan mudah terpengaruh godaan profesi lainnya, atau berhasrat menduduki jabatan tertentu di luar keilmuannya.  Ini juga bukan sepenuhnya salah si doktor itu, ada faktor yang komplek yang membutuhkan tanggungjawab bagi doktor baru.

Prof Andi Hakim Nasoetion (alm) (gstatic.com)

Cerita almarhum Prof. Andi Hakim Nasution, sangat patut disimak.  Setelah pulang dari studi doktornya di University of North Carolina (1964), beliau diamanahi serangkaian jabatan di kampus, dan puncaknya menduduki jabatan Rektor IPB (1978-1987).  Beliau dengan bangganya bercerita tentang jabatan Rektor kepada profesornya di Amerika.  Tapi apa yang terjadi, profesornya menyatakan kecewa, karena dengan jabatan itu Andi akan kehilangan kesempatan akademik.  Meskipun demikian, Prof. Andi tidak kehilangan kepekaan dan naluri akademik dalam tugas-tugasnya. Beliau punya ketertarikan pada lahirnya generasi muda Indonesia cemerlang.  Beliau membimbing dan menanamkan karakter akademik pada mahasiswa tahun pertama IPB. Beliau dipandang tokoh pendidikan terpandang di Indonesia, dengan gagasannya ujian masuk tanpa tes atau program Perintis II, sebagaimana jalur undangan yang berlaku pada seleksi mahasiswa baru saat ini

Kita semua dapat belajar dari ketekunan dan kehidupan pak Mat.  Beliau rasanya layak mendapat gelar doktor.

Lembah Panderman, 18 Maret 2015

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *