Ingin Karier Lebih Sukses, Menulislah
http://darsmars.com/

Ingin Karier Lebih Sukses, Menulislah

http://darsmars.com/
http://darsmars.com/

Tulisan tentang rukun iman penulis oleh Khrisna Pabichara sangat relevan bagi (lahirnya) penulis-penulis profesional, atau yang menekuni profesi sebagai penulis.  Dalam kenyataannya, sangat banyak penulis yang bukan penulis asli, tetapi sebagai sambilan, hobi, atau sebagai tugas tambahan.

Profesi utamanya mungkin sebagai dosen, dokter, pengacara, politisi, pengusaha, atau birokrat.  Hanya karena dedikasinya terhadap profesinya itu, ia berkepentingan memberikan manfaat atau nilai tambah yang lebih besar terhadap profesinya itu.  Meski demikian, hasrat menulis tidak berbeda dengan penulis profesional, dan juga menjalankan rukun iman penulis.

Seorang penulis yang berprofesi dokter misalnya, maka ia mampu menjangkau bukan hanya pasien di ruang praktek, tetapi tulisannya akan memberi solusi bagi pasien di tempat lain, serta masyarakat lainnya.  Dan jangkauannya itu, luasnya tidak terkirakan, dengan dimensi ruang dan waktu yang relatif lebar.  Nama dokter tersebut dan kepakarannya juga akan dikenal, dan akan menjadi rujukan bagi berbagai kepentingan, misalnya bidang ilmu kedokteran, pengambil kebijakan, industri farmasi/kedokteran, dan masyarakat luas.

Profesi dosen atau peneliti wajib menulis, karena bagian dari tugasnya untuk mempublikasikan hasil-hasil riset atau pembelajaran akademik.  Dosen atau peneliti yang rajin menulis kariernya sangat jelas.  Angka kredit yang dikumpulkan dari aktifitas publikasi itu dihitung untuk persyaratan naik jabatan fungsional.  Mereka mengejar karier tertinggi sebagai guru besar atau peneliti utama. Kariernya kemudian dapat naik terus menempati jabatan di atasnya sesuai dengan persyaratan jabatan fungsional yang ditetapkan.

Penulis dengan profesi yang lain juga sama. Dedikasi profesi dan kepakarannya (intelektual) menjadi sumber pengetahuan yang kredibel, dan memberi kemanfaatan bagi profesi dan masyarakat yang lebih luas. Menulis sebenarnya merupakan proses yang komplek untuk menghasilkan tulisan.  Penulis mampu menyederhan

akan rumitnya kehidupan ke dalam tulisan yang mudah dipahami.  Penulis sudah membekali dirinya dengan pengetahuan deduksi dan induksi, sebagai landasan sikap ilmiah.  Penulis menggunakan logika, analisis sintesis, berpikir sistemik, pendalaman atau memanfaatkan kaidah-kaidah ilmiah sehingga tulisannya diakui benar, valid dan sah. Penulis akhirnya menyajikan solusi dan hal-hal yang bermanfaat bagi pembacanya.

Jelasnya, kemampuan menulis sesungguhnya menjadi kompetensi atau ketrampilan yang berlebih bagi seorang.  Ketrampilan itu antara lain dalam hal (i) adaptasi dalam penguasaan aplikasi software , (ii) kreatif dalam mengembangkan ide atau isyu, (iii) berpikir kritis mengembangkan konsep baru, (iv) kemampuan determinasi menghadapi tekanan dan deadline, (v) persuasi dengan cara berpikir orang lain, (vi) kemampuan memahami jalan pikiran audien atau pembaca (1).  Ketrampilan tersebut sangatlah lengkap, menjadi bekal seorang penulis untuk menghadapi kehidupan dalam kondisi apapun.

Jadi, sesungguhnya menulis bukan ketrampilan biasa.  Menulis adalah kekuatan luar biasa yang bisa dipakai mendisain kehidupan, atau mengantisipasi perubahan.  Tulisan menjadi media knowledge transfer, transformasi nilai kehidupan, dan perubahan budaya. Seseorang birokrat yang suka menulis dianggap punya nilai lebih dibanding birokrat umumnya. Ia secara tidak sengaja menjalankan rukun iman penulis yakni mental, teknik, intelektual, membaca, gaul, tabah dan beribadah.  Rukun iman tersebut adalah softskill yang melekat kepada seorang penulis.

Pertanyaannya adalah dimana posisi orang-orang yang suka menulis tersebut?  Bagaimana kariernya?  Sederhana saja, mereka memiliki karier yang lebih baik, lebih maju, lebih cemerlang.  Organisasi atau manajemen memerlukan ketrampilan yang dimiliki para penulis ini.  Cara dan pendekatan berpikir para penulis diperlukan untuk pengembangan organisasi.  Mengapa demikian?

Pertama, para penulis tersebut memiliki kemampuan mengidentifikasi dan menjangkau permasalahan.  Ia terbiasa membaca, punya bekal pengetahuan, dan biasa menghadapi permasalahan dan ruang lingkupnya.

Kedua, memahami organisasi dan memetakan posisi organisasi.  Pengetahuan deduksi induksi memudahkan seorang penulis menyusun roadmap, dan secara tepat membaca kelebihan dan kekurangan organisasi.  Ia secara obyektif tahu posisi organisasi dan kearah mana organisasi akan dibawa.

Ketiga, pengambilan keputusan dan memberikan solusi.  Penulis dengan kemampuan analisis dan sintesis, dapat menyusun alternatif-alternatif pemecahan masalah. Terlebih ia juga biasa bekerja dengan deadline dan dalam tekanan.  Hal ini menjadi kekuatan dan ketangguhan menghadapi tekanan permasalahan.  Ia secara cermat menyusun prioritas atau strategi pengembangan organisasi disesuaikan kemampuan dan keterbatasan sumberdaya organisasi.

Malang, 30 Juni 2016

Tulisan sudah terbit di kompasiana, Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iwannugroho/ingin-karier-lebih-sukses-menulislah_577543b4337a6140048b4598

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *