Hari Sabtu (5/10/2019) saya berkesempatan mengunjungi tempat wisata Tebing Breksi. Kunjungan ini tidak lama, sebelumnya kami ada keperluan di Prambanan, Yogyakarta.

Jarak dari Candi Prambanan ke Tebing Breksi hanya 7 km. Lokasi Wisata Tebing Breksi berada di Desa Sambirejo, Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ini ide dadakan, sore hari kami harus kembali ke Malang. Mendengar kata Breksi jadi ingat saat belajar geologi dan geomormologi dulu. Breksi adalah jenis batuan sedimen, yang terdiri fragmen butiran runcing berukuran 2 cm atau lebih yang proses pembentukannya tergantung bahan induk dan mekanisme peristiwa geologisnya. Diduga, batuan Tebing Breksi ini berasal dari aktivitas vulkanis Gunung Api Purba Nglanggeran. Kita tidak bahas hal ilmiah ini, lebih baik kita nikmati wisatanya.
Jalanan menuju Tebing Breksi sangat nyaman dengan petunjuk jelas. Medan sangat menanjak, dengan jalanan halus, dapat dilewati bis besar. Jalan ada yang beraspal dan beton dengan kualitas yang baik, meski ini adalah lingkungan pedesaan. Tiba di lokasi Tebing Breksi, nampak lansekap tebing yang indah dan mengagumkan. Ini mirip dengan bukit Jaddih Bangkalan (1). Kiranya ini merupakan lokasi penambangan batu, yang kemudian didesain unik dan artistik untuk keperluan wisata. Selama perjalanan, saya menemui banyak rumah warga menjual batu tersebut.
Namun, kegiatan penambangan di lokasi Tebing Breksi ini sudah ditutup oleh pemerintah sejak tahun 2014. Tempat ini kini dilindungi dan tidak diperkenankan untuk kegiatan penambangan. Pada bulan Mei 2015, Tebing Breksi ini diresmikan oleh Sri Sultan sebagai tempat wisata baru di Yogya.
Lokasi wisata Tebing Breksi pada dasarnya sudah berkembang, dengan pengelolaan yang sudah tertata. Ada area parkir luas (termasuk untuk bus besar), tempat makan, WC, toilet, musholla, dan ada panggung terbuka. Area parkir bisa menampung seratus kendaraan roda empat. Pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar 5000 per orang. Kami kemudian mengambil layanan mobil jeep untuk berkeliling. Kami berombongan 9 orang menggunakan dua jeep, dengan sewa 300 ribu rupiah per mobil.
Kami langsung dibawa berkeliling keluar lokasi Tebing Breksi, tanpa penjelasan ke mana tujuannya, pokoknya ikut saja. Saya duduk di sebelah driver, yang bernama pak Agus. Saya gunakan kesempatan ini untuk bertanya-tanya seputar wisata Tebing Breksi ini.
Lokasi ini dikelola oleh BUMdes yang mengintegrasikan potensi wisata di desa-desa sekitarnya. Paket wisata jeep ini selama sekitar satu jam, mengelilingi lima desa. Setiap desa yang dilewati jeep menerima kontribusi manfaat sebesar 5000 rupiah yang disetorkan ke desa dua kali seminggu. Hal ini dikelola secara transparan, dan membuat desa-desa menerima manfaat wisata.
Ada sekitar 65 jeep terlibat melayani wisatawan dalam koordinasi BUMdes. Hari Sabtu, Minggu atau hari libur adalah puncak kunjungan wisatawan. Sedangkan di hari kerja, relatif sepi. Pak Agus mengaku, ia antri dua hari untuk menjalankan jeep hari ini. Ia belum sepenuhnya mengandalkan pekerjaan sebagai driver jeep wisata di Tebing Breksi. Setiap Senin hingga Rabu, ia sudah ada job mengantarkan sayur mayur ke Jakarta.
Tidak terasa, kami tiba di tempat tujuan pertama. Ini adalah Candi Banyunibo. Candi tidak terlalu besar, mungkin seukuran saru rumah sedang. Pelataran candi berukuran sekitar 40 x 40 m. Kami tidak lama disini, sekitar 5 – 10 menit hanya untuk berfoto. Pak Agus siap mengarahkan fose dan mengambil gambar tamunya. Tidak lama, datang 3 jeep lain untuk keperluan yang sama.
Mobil jeep membawa kami ke lokasi lain, dengan perjalanan yang lebih jauh dan naik. Tujuannya adalah ke Selo Langit dan Watu Payung. Lokasi ini berada di puncak atau bibir bukit, dengan lembah dan panorama/lansekap alam yang membentang indah. Di sana sudah banyak pengunjung, ada lima mobil jeep.
Selo Langit artinya batu langit, dan Watu Payung artinya batu payung. Kedua tempat ini menandakan tempat yang tinggi. Di lokasi ini ada beberapa spot untuk berfoto dengan latar lembah yang indah. Saya sempat berkenalan dengan wisatawan dari Jakarta, berusia sekitar 65 tahun, membawa keluarganya. Lokasi di sekitar spot foto tergolong berbahaya. Batu di bukit tidak dilengkapi pengaman, sehingga memerlukan kewaspadaan pengunjung.
Di sini ada jasa membantu mengambil foto, dengan tarif sukarela. Perihal tarif ini, merupakan bentuk keramahan wisata Yogyakarta secara umum. Di wilayah wisata lain, sering ditemui jasa spot foto harus membayar hingga seratus ribu rupiah.
Tujuan touring berikutnya adalah Candi Ijo. Lokasi Candi Ijo di tepi jalan raya, dengan jalan menurun dari Selo Langit. Candi Ijo berada dalam komplek candi yang luas, dan posisinya tinggi. Pengunjung harus naik tangga yang lumayan terjal, namun tidak terlalu berat, hanya sekitar 10 anak tangga.
Dari lokasi Candi Ijo, ke arah barat bisa melihat lansekap kota Yogyakarya. Saat itu, waktu sekitar jam 16 sehingga masih nampak jelas lapangan terbang bandara Adisutjipto. Kata petugas satpam, mendekati senja banyak wisatawan datang ke Candi Ijo untuk menikmati matahari terbenam. Nampaknya, lain waktu saya harus kesini lagi menyaksikan sinar kemerahan senja itu.
Touring kemudian kembali ke Tebing Breksi. Kami menghabiskan waktu dengan berfoto dengan mendekat di arah tebing. Di sekitar lokasi, nampak siap panggung dengan sound system besar, mungkin akan ada acara besar di malam hari. Nampak juga petugas catering menyiapkan peralatannya.
Secara umum Tebing Breksi ini adalah cocok untuk wisata keluarga. Kunjungan sore hari akan lebih nyaman karena udara lebih bersahabat. Di siang hari, lingkungan tebing dan matahari memang relatif panas dan kering.
Malang, 5 Oktober 2019
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul “Berwisata Jeep di Sekitar Tebing Breksi, Yogyakarta”, Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/iwannugroho/5d98ca98097f3639e80518a2/berwisata-jeep-di-sekitar-tebing-breksi-yogyakarta?page=all#goog_rewarded