Musim dingin?

Beberapa hari terakhir suhu atau cuaca kota Malang dan sekitarnya sangat dingin dan sejuk.  Suhu berkisar 18 pada malam hari hingga 24 pada siang hari.  Ini menyebabkan hampir semua orang saat beraktivitas pagi hari suhu dingin terasa menusuk dan menggigil.  Cuaca ini diperkirakan bertahan hingga Agustus nanti.  Hal ini merupakan bagian akibat iklim moonson, dimana sebagian besar wilayah Indonesia memperoleh angin kering dan sejuk dari tekanan udara dari benua Australia.  Saat ini matahari sedang dalam garis edar di utara, sebaliknya Australia bersuhu dingin dan bertekanan tinggi.   

Candirejo Bukit Menoreh

Pagi itu udara sejuk dingin di kaki menoreh
Senyum sapa mengambang dari setiap wajah
Semuanya mengalir apa adanya
Damai, tenang, bertiup  angin tanpa suara
 
Terdengar derap kaki kuda menarik andong
Bersiap menatap hari yang panjang
Hari ini berbeda dengan kemarin
Terus mencari dari sisi yang lain

Makna sebuah peta

Tokoh NgadasHari kemarin itu, sungguh suatu pengalaman yang sangat bermakna. Pada tanggal 13 Juni 2011, penulis sedang melaksanakan diskusi di kampus Universitas Widyagama Malang dengan Penduduk (desa) Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Diskusi bertajuk Pengembangan Kewirausahaan Jasa Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS). Diskusi ini merupakan bagian dari pelaksanaan program penelitian hibah bersaing (PHB) DP2M Dikti tahun 2011, dimana penulis bertindak sebagai ketua peneliti, dengan anggota Purnawan Dwikora Negara, SH., MH dan Dra. Wiwin Purnomowati, Msi.  Pengalaman ini menambah deret memori penulis perihal Ngadas

Pancasila, harus bagaimana?

Hari ini, 1 Juni 2011, penulis sedang mengikuti Kongres Pancasila ke 3 di Universitas Airlangga, Surabaya.  Kongres dibuka kemarin oleh wakil ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin.  Mengapa MPR? Karena sejak awal rencana, kongres ini disokong sepenuhnya oleh ketua MPR dan dioperasionalkan oleh perguruan tinggi khususnya UGM dan UNAIR.  Penulis hadir di acara ini karena harus presentasi call for paper yang terkirim sebelumnya (terlampir 1, 2).  Penulis memperoleh banyak hal dalam kongres ini, yang baru kali ini bisa aktif.  Kongres pertama di Yogya, dan kedua di Denpasar, terlewat begitu saja.

Guru dan guru

Apa jadinya bila guru bertemu dengan kolega guru lainnya, katakan saja mereka baru kenal masing-masing dari kota yang berbeda.  Tentu banyak hal yang bisa didiskusikan, dari perihal profesi hingga tentang keadaan murid dan dinamika kehidupan lainnya.  Demikianlah, penulis sempat memotret, merenungkan dan larut dalam diskusi tersebut, dan memperoleh banyak pelajaran berharga dari mereka. 

Melanggar

Hampir setiap hari TV menyuguhkan gambar kejadian kriminal.  Koran juga menyajikan berita penyalahgunaan wewenang jabatan.  Radio melaporkan kecelakaan lalu lintas.  Gambar pelanggaran sungguh nyata di hadapan mata, terdengar jelas di telinga, merasuk di dalam perasaan.  Pelanggaran seperti itu ternyata sungguh .. sungguh dekat dalam kehidupan semua orang, dalam keseharian, melekat dalam setiap aktivitas.  Penulis ingin menunjukkan hal-hal sederhana betapa mudahnya pelanggaran itu terjadi.

PROFESIONAL

Pada saat sekarang, bekerja secara profesional sungguh sangat tidak mudah.  Mengapa demikian? Karena kriteria profesional itu sangat berat (UU Guru dan Dosen): (i) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (ii) memiliki komitmen, kualifikasi akademik, kompetensi, tanggung jawab, (iii) memperoleh penghasilan sesuai dengan prestasi kerja, (iv) memiliki jaminan perlindungan hukum, dan (v) memiliki organisasi profesi yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.  Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Merindukan Pemimpin Sejati

Tulisan asli dimuat di harian Jawapos tanggal 27 Januari 2011.  Ditulis oleh KH Agoes Ali Masyhuri, (pengasuh PP Bumi Shalawat Tulangan, Sidoarjo).

KRISIS terbesar Indonesia saat ini ialah krisis keteladanan. Tidak ada tokoh yang patut diteladani. Rasa malu hilang ditelan keserakahan dan mengikis kasih sayang kepada orang-orang kecil yang kelaparan. Krisis ini jauh lebih dahsyat daripada krisis pangan, energi, dan kesehatan.