Candirejo (2): Filosofi Watu Kendil

Tulisan Candirejo edisi pertama sudah diterbitkan (klik disini).  Tulisan ini kurang lebih mewakili edisi kedua.

Tepatnya tanggal 15 Juni 2012, perjalanan ke Candirejo dimulai.  Persiapan telah dilakukan sebelumnya, termasuk menghubungi pak Tatak Sariawan dan Ersyidik di Candirejo untuk booking homestay. Kunjungan yang kedua ini berbeda dengan sebelumnya, yakni dengan berangkat secara tim menggunakan mobil sendiri.  Setahun yang lalu, penulis berangkat sendirian (menggunakan kendaraan umum) dalam rangka menjajagi ekowisata Candirejo dan ada kepentingan penerbitan buku di Yogyakarta.  Kini, kami berangkat berlima (Purnawan, Wiwin, Tri Wardhani, Ismini dan penulis) plus driver (Yadi) dari Malang sekitar jam 1.30 dini hari.  Perjalanan menggunakan rute Malang-Jombang-Solo-Boyolali-Magelang-Borobudur.  Perjalanan ini membawa misi riset sepenuhnya, sekaligus melihat perkembangan setahun terakhir di Candirejo.

TN MERU BETIRI: (2) INDAHNYA TELUK HIJAU DAN PONCOMOYO

Tulisan ini dapat dibaca di blog kompasiana.

Rencana hari kedua telah disusun (9/6/2012).  Pagi hari adalah trekking menuju teluk Hijau, dan sore harinya berangkat ke Sukamade. Nama teluk Hijau sangat populer, sehingga pikiran senantiasa membanyangkannya.  Hari ini kami akan membuktikan hal tersebut.  Begitu selesai dari pantai Rajegwesi, kami kembali ke homestay.  Di meja makan sudah terhidang menu sayur gori (lodheh tewel) dan lauk tempe, tahu, pepes tongkol dan telur ceplok.  Kami sarapan sambil mengobrol tentang jasa ekowisata di Rajegwesi.  Di saat yang sama Abdullah dan Tosin sudah bersiap dengan membawa pelampung untuk tujuh orang.

TN MERU BETIRI: (1) Rajegwesi yang menantang

Sebelumnya, rencana sudah kami susun.  Berbekal data dan informasi dari internet, dan sumber lainnya, serta info google earth; kami mengenal awal wilayah Taman Nasional Meru Betiri (TN MB).  Setelah itu, penulis perkuat dan klarifikasi dengan anggota tim lainnya, khususnya pak Purnawan (Walhi Jawa Timur).  Bersyukur pak Purnawan telah menyusun rencana detil kepergian, meliputi jadwal dan pembiayaan.  Hingga saatnya, pergi ke TN MB akhirnya terealisasi.

Pesona Ekowisata Candirejo, Borobudur

Harapan itu akhirnya terpenuhi.  Tepatnya tanggal 21 Juni 2011, penulis berhasil tiba di Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang.  Penulis merasa sangat bersyukur karena ada kemudahan yang membawa penulis bisa mengunjungi desa yang populer ini.  Sungguh surprised, kegiatan yang tujuan utamanya untuk finalisasi penerbitan buku (berjudul Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan) di penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta itu; berbuah manfaat luar biasa.

Candirejo Bukit Menoreh

Pagi itu udara sejuk dingin di kaki menoreh
Senyum sapa mengambang dari setiap wajah
Semuanya mengalir apa adanya
Damai, tenang, bertiup  angin tanpa suara
 
Terdengar derap kaki kuda menarik andong
Bersiap menatap hari yang panjang
Hari ini berbeda dengan kemarin
Terus mencari dari sisi yang lain

Makna sebuah peta

Tokoh NgadasHari kemarin itu, sungguh suatu pengalaman yang sangat bermakna. Pada tanggal 13 Juni 2011, penulis sedang melaksanakan diskusi di kampus Universitas Widyagama Malang dengan Penduduk (desa) Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Diskusi bertajuk Pengembangan Kewirausahaan Jasa Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS). Diskusi ini merupakan bagian dari pelaksanaan program penelitian hibah bersaing (PHB) DP2M Dikti tahun 2011, dimana penulis bertindak sebagai ketua peneliti, dengan anggota Purnawan Dwikora Negara, SH., MH dan Dra. Wiwin Purnomowati, Msi.  Pengalaman ini menambah deret memori penulis perihal Ngadas

Ngadas-Bromo-Tengger, never-ending journey

Desa Ngadas termasuk dalam wilayah kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang.  Desa ini berada dalam wilayah teritori Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS), pada posisi 7o59’01’’ LS dan 112o54’17’’, dengan ketinggian 7000 kaki (sektar 2150 m) di atas permukaan laut.  Ngadas adalah desa tertinggi di Jawa.  Topografi desa Ngadas adalah pegunungan dengan iklim montana.  Suhu di sekitar desa Ngadas berkisar 0 hingga 20oC.  Desa ini hanya berjarak satu kilometer dari lautan pasir gunung Bromo (lihat googleearth)

Keanekaragaman Hayati untuk Siapa?

Lahan kering menempati setengah dari lahan pertanian  produktif di dunia.  Ia digunakan untuk kepentingan pertanian, perkebunan dan peternakan untuk mensuplai kebutuhan pangan sepertiga penduduk dunia.  Ancaman kerusakan lahan kering terutama terjadi di Afrika dan Asia Selatan bukan hanya bersentuhan dengan problem kemiskinan tetapi juga potensi kerusakan fungsi lingkungan.  Ancaman serupa sebenarnya juga berlaku di Indonesia.  Kemiripan potensi ancaman ditandai dengan pendapatan rendah, kepadatan penduduk tinggi (khususnya di Jawa), pertanian padat karya dan kemampuan berwirausaha rendah.