Wakatobi (3): Sensasi pantai Waha

Pergi ke Wakatobi hanya dua hari memang tidak cukup.  Pernyataan itu beberapa kali disampaikan oleh setiap orang yang kami temui.  Terakhir hal itu disampaikan oleh ibunya pak Hardin saat kami mau kembali ke Malang.  “Datang lagi ke Wakatobi”, katanya tegas.  “Kalian harus pergi ke Kaledupa, pergi ke pulau Hoga.  Disana pemandangannya sangat bagus.  Kami punya rumah dan banyak famili disana, kalian bisa menginap disana”, lanjutnya.  Pernyataan beliau itu memiliki makna mendalam buat penulis.  Pertama, harus diakui Wakatobi memang sangat indah dan berkesan.  Wilayah ini selain memiliki keindahan ekologi juga budaya yang mendukung. Masyarakatnya sangat terbuka dan terbiasa dengan pendatang. Nampaknya memang perlu kembali lagi kesana.  Kedua, penulis menemukan kehidupan dengan ikatan persaudaraan yang tinggi.  Interaksi dengan beberapa orang memang tidak intensif, namun keberadaan putri penulis nampaknya mengakrabkan dengan ibu-ibu disana.  Bahkan putri penulis terharu dan matanya berkaca-kaca saat pamit kembali ke Malang.

Wakatobi (2): sedang tumbuh dan berkembang

Sejak awal kedatangan ke Wakatobi, pikiran selalu optimis wilayah ini akan cepat maju.  Otonomi daerah pasti berdampak positif bagi pembangunan dan kesejahteraan dengan berbagai dinamikanya.  Tanda-tanda itu mulai nampak ketika menyaksikan jalanan, lingkungan pemukiman, atau bangunan fisik layanan pemerintahan lainnya. Hal yang tidak bisa dibohongi, Wakatobi sudah terlanjur dikenal di seluruh dunia.  Keunggulan ekologi perairannya, telah mendatangkan arus orang (termasuk warga asing), barang dan jasa (penunjang) lainnya  memperkuat ekonomi wilayah ini.  Semuanya berinteraksi dan bersinergi bagi tumbuhnya aktivitas ekonomi wilayah kepulauan ini.