Mengajak orang lain menulis

Tulisan ini telah terbit di blog kompasiana Saya senang mendengar ada orang lain rajin menulis.  Selalu ada keinginan untuk berteman dengan mereka , misalnya Prof. Imam Suprayogo (mantan Rektor UIN…

Kepemimpinan kecewa

Beberapa waktu lalu, berita nasional dikejutkan oleh ditangkapnya tokoh (pemimpin) partai oleh KPK.  Berita ini mengejutkan banyak pihak.  Partai tersebut tergolong mewakili partai bersih, memiliki kader-kader yang militan dan agamis.  Si presiden partai itu pun akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya seiring penahanan dirinya oleh KPK.  Berbagai alasan/keberatan/kritikan muncul disampaikan pengurus dan pimpinan partai tersebut (1, 2, 3, 4).  Orang-orang partai itu merasa pemimpinnya didzalimi, diperlakukan tidak adil. Mereka pun tidak berdaya, dan bersedia menerima proses hukum yang dijalankan oleh KPK.  Kejadian ini pun dengan berat hati diterima. 

GENERASI MUDA DAN PROFESIONALISME

http://sphotos-a.xx.fbcdn.net/hphotos-ash3/c0.0.330.330/p403x403/536457_498506756840461_2082088686_n.jpgDelapan puluh empat tahun lalu, 28 Oktober 1928, di Gedung OostJava, Jakarta; pemoeda-pemoeda di seluruh nusantara dari (Jong) Sumatera, Jawa, Borneo, Celebes, Ambon dan lain-lain berikrar untuk bersatu sebagai bangsa Indonesia.

Pertama, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.  Kedoewa,  Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Puasa, 17 Agustus dan Perubahan

Tulisan ini telah terbit di blog kompasiana.

Pada tahun ini, 17 Agustus 2011 akan bertepatan dengan hari Rabu 17 Ramadhan 1432 H.  Momentum yang sama akan terjadi lagi 65 tahun akan datang, yakni pada 17 Agustus 2076 yang sama dengan hari Senin 17 Ramadhan 1499 H.  Mengenang puasa dan peringatan 17 Agustus memiliki makna dalam banyak hal.  Makna tersebut adalah perjuangan bangsa ini dalam mengupayakan dan menuntaskan permasalahannya.

Pancasila, harus bagaimana?

Hari ini, 1 Juni 2011, penulis sedang mengikuti Kongres Pancasila ke 3 di Universitas Airlangga, Surabaya.  Kongres dibuka kemarin oleh wakil ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin.  Mengapa MPR? Karena sejak awal rencana, kongres ini disokong sepenuhnya oleh ketua MPR dan dioperasionalkan oleh perguruan tinggi khususnya UGM dan UNAIR.  Penulis hadir di acara ini karena harus presentasi call for paper yang terkirim sebelumnya (terlampir 1, 2).  Penulis memperoleh banyak hal dalam kongres ini, yang baru kali ini bisa aktif.  Kongres pertama di Yogya, dan kedua di Denpasar, terlewat begitu saja.

Melanggar

Hampir setiap hari TV menyuguhkan gambar kejadian kriminal.  Koran juga menyajikan berita penyalahgunaan wewenang jabatan.  Radio melaporkan kecelakaan lalu lintas.  Gambar pelanggaran sungguh nyata di hadapan mata, terdengar jelas di telinga, merasuk di dalam perasaan.  Pelanggaran seperti itu ternyata sungguh .. sungguh dekat dalam kehidupan semua orang, dalam keseharian, melekat dalam setiap aktivitas.  Penulis ingin menunjukkan hal-hal sederhana betapa mudahnya pelanggaran itu terjadi.

Merindukan Pemimpin Sejati

Tulisan asli dimuat di harian Jawapos tanggal 27 Januari 2011.  Ditulis oleh KH Agoes Ali Masyhuri, (pengasuh PP Bumi Shalawat Tulangan, Sidoarjo).

KRISIS terbesar Indonesia saat ini ialah krisis keteladanan. Tidak ada tokoh yang patut diteladani. Rasa malu hilang ditelan keserakahan dan mengikis kasih sayang kepada orang-orang kecil yang kelaparan. Krisis ini jauh lebih dahsyat daripada krisis pangan, energi, dan kesehatan.