Ramai-2 Mengembangkan Desa Wisata

Akhir-akhir ini pesona desa mulai terlirik.  Kata ‘terlirik’ bermakna ketidak sengajaan, suatu persepsi yang agak bias ke para wisatawan, backpacker, traveller, atau petualang.  Ini hal alamiah.  Kemajuan atau perkembangan ekonomi secara tidak sengaja menyentuh alam pedesaan.  Aliran barang, jasa dan orang masuk menjangkau ke wilayah pedesaan dengan berbagai tingkatan.   Ada desa-desa yang terakses minim, sehingga lingkungannya masih khas alam desa.  Namun ada juga, desa yang benar-benar sudah terbuka sehingga lingkungannya hampir tidak berbeda dengan kota.  Namun, dorongan permintaan para traveller nampaknya tidak berhenti.  Traveller ingin mengangkat/menikmati pesona desa bukan hanya dari perihal pertanian (atau sektor primernya), tetapi juga aspek lingkungan dan budayanya.    Permintaan traveller nampaknya mulai disambut positif oleh penduduk desa.  Ada yang sudah berhasil, namun ada juga yang masih tertatih-tatih.  Tulisan ini mencoba mendiskripsikan pengalaman penulis perihal fenomena berkembangnya desa wisata.

Wakatobi (6): Keliling (Survei) Wangi-wangi

Selesai diskusi, peserta diminta ikut survei lokasi rumah apung.   Dinas Perikanan dan Kelautan sudah menyusun rencana survei lokasi terbaik, disesuaikan dengan keterbatasan waktu.  Survei lokasi memilih dua tujuan alternatif, yakni lokasi 1 di sekitar barat daya Pulau Wangi-wangi dan lokasi 2 di sekitar matahora (lihat peta).  Menuju lokasi 1, peserta menggunakan perahu boat.  Setelah itu pulang kembali ke Wanci, dan dilanjutkan naik mobil menuju lokasi 2.

Wakatobi (4): Makan ikan

Ke Wakatobi,.. memang harus makan ikan (baca: makang ikang).  Para pengunjung atau wisatawan sejak awal harus mempersiapkan diri untuk makan ikan sepanjang hari.  Dan ini sangat baik.. dan sangat sehat.  Lingkungan perairan Wakatobi yang merupakan wilayah konservasi terumbu karang adalah sumber kehidupan dan habitat pembiakan bagi ikan dan biota lainnya.  Itu sebabnya produksi perikanan di wilayah ini sangat tinggi.  Para nelayan dari suku Bajo punya karakter kuat dalam kehidupan di laut.  Kehidupannya tidak dapat terpisah dari laut, karena mereka memang tinggal dan bermukim di laut.  Sangat sulit memindahkan kehidupan mereka menuju darat.  Merekalah yang terutama yang mensuplai ikan di pasar Wanci, atau bahkan di wilayah Sulawesi umumnya.

Wakatobi (2): sedang tumbuh dan berkembang

Sejak awal kedatangan ke Wakatobi, pikiran selalu optimis wilayah ini akan cepat maju.  Otonomi daerah pasti berdampak positif bagi pembangunan dan kesejahteraan dengan berbagai dinamikanya.  Tanda-tanda itu mulai nampak ketika menyaksikan jalanan, lingkungan pemukiman, atau bangunan fisik layanan pemerintahan lainnya. Hal yang tidak bisa dibohongi, Wakatobi sudah terlanjur dikenal di seluruh dunia.  Keunggulan ekologi perairannya, telah mendatangkan arus orang (termasuk warga asing), barang dan jasa (penunjang) lainnya  memperkuat ekonomi wilayah ini.  Semuanya berinteraksi dan bersinergi bagi tumbuhnya aktivitas ekonomi wilayah kepulauan ini.   

Wakatobi (1): Dream comes true

Perjalanan ke Wakatobi?  Pertanyaan itu selalu membayang sebelumnya.  Bayangan wilayah pulau, pesisir dan lautan sudah tidak terhitung ada di pikiran, seiring dengan tambahan pengetahuan ekowisata pada penulis.  Wilayah ini begitu populer ke seluruh penjuru dunia dengan keelokan ekosistem lautnya (1, 2, 3, 4).  Ada tantangan bukan hanya perihal akademik semata, bukan hanya searching dari google atau data sekunder, tetapi ada hasrat untuk mengenal lokasi, ingin melihat langsung, mendengar penduduk setempat, menelaah masalah, sekaligus menikmati eksotis dan keunikan lingkungannya.  Alhamdulillah itu telah terjadi di Ngadas Bromo, Candirejo (Jawa Tengah), atau Rajegwesi Banyuwangi (TN Meru Betiri).  Kini, Wakatobi.. akhirnya terealisasi.  Pengalaman tiga wilayah tersebut lebih kental dengan ekosistem darat.  Wakatobi dengan ekosistem pesisir dan lautan adalah tantangan baru, hal yang relatif belum dikenal penulis.