Malang, 16 Mei 2025 — Unit Pembinaan Pengembangan dan Pengamalan Agama Islam (P3AI) Universitas Widya Gama Malang (UWG) kembali menggelar Pengajian Jumat Pagi “Rahmatal Lilalamin” untuk ke-12 kalinya. Kegiatan ini dilaksanakan di Masjid Al Farabi Kampus III UWG, Jalan Taman Borobudur Indah 3, Malang, dengan menghadirkan Prof. Imam Suprayogo sebagai penceramah.
Mengusung tema “Kiat Membangun Perguruan Tinggi yang Handal Guna Memformat Saintis Berakhlaqul Karimah”, pengajian ini dihadiri oleh Rektor UWG Malang beserta jajaran wakil rektor, para dekan, ketua program studi, kepala lembaga, kepala bagian, kepala unit, dosen dan karyawan di lingkungan UWG, serta para dosen dan guru dari lembaga di bawah naungan YPPI Widya Gama Malang.
Prof. Imam Suprayogo, mantan Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (1997–2013) yang kini berusia 75 tahun, menyampaikan pentingnya membangun akhlak sebagai pondasi utama dalam pendidikan, khususnya di perguruan tinggi. Ia mengkritisi fenomena pudarnya nilai ilmu seiring naiknya jenjang pendidikan yang sering terjadi, “Ilmu jangan seperti air yang menguap saat terkena panas. Dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA, hingga ke perguruan tinggi, jangan sampai ilmu itu hilang,” ujarnya.
Menurut beliau, bangsa ini sangat memerlukan manusia berakhlak mulia di tengah situasi sosial yang kerap dipenuhi perselisihan dan perebutan kepentingan. Ia menegaskan bahwa akhlak tidak cukup dibangun hanya dengan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi harus melalui penghayatan dan pengamalan yang mendalam.
“Agama adalah wahyu Ilahi. Di dalamnya terdapat petunjuk untuk membangun akhlak yang menghadirkan kedamaian—baik di rumah, di tempat kerja, maupun di masyarakat luas,” jelas Prof. Imam. Ia menyoroti peran guru agama yang bukan hanya mengajarkan hafalan, tetapi juga membimbing siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai keikhlasan dan kejujuran.
Dalam ceramahnya, beliau juga menguraikan pentingnya konsep “rumah” dalam membangun akhlak, baik rumah secara dzahir (jasmani) maupun batin (rohani). Berdasarkan penafsiran dari QS. Ali Imran ayat 96–97 dan QS. Al-A’raf ayat 43, rumah rohani disebut sebagai tempat kembali yang diberkahi dan menjadi pusat kehadiran jiwa dalam ibadah.
“Sholat yang dilakukan 17 rakaat setiap hari adalah cara untuk merawat rumah rohani. Namun, jika saat sholat pikiran kita melayang pada urusan dunia—uang, pekerjaan, barang—maka rohani kita tidak berada di rumahnya. Akhlak hanya akan tumbuh jika kita mampu menempatkan rohani kita di hadapan Allah,” ujarnya.
Prof. Imam juga menekankan bahwa penyakit hati seperti iri, dengki, hasut, dan dendam memiliki dampak yang lebih berat karena dirasakan oleh lingkungan sekitar. Solusinya, kata beliau, adalah menjaga hati melalui kehadiran dalam sholat dan selalu mengingat rumah rohani.
Pengajian yang berlangsung khidmat ini menjadi refleksi mendalam bagi seluruh peserta, khususnya insan akademik UWG, tentang pentingnya membentuk karakter mulia sebagai fondasi utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan. (San/pip)
Leave A Comment
You must be logged in to post a comment.