Saya bukan ahlinya

BudionoBarangkali sudah banyak yang mengetahui siapa Budiono.  Pak Bud, begitulah panggilan beliau sebagai wakil presiden (Wapres).  Pak Bud sempat menjadi kontroversi saat diminta SBY menjadi calon wapres pada tahun 2009.  Budiono tidak pantas menjadi Cawapres karena dianggap tidak berkeringat dibanding orang-orang parpol.  Pada saat yang sama orang mulai mengenal Budiono lebih dalam, sosoknya yang bersahaja dan sangat sederhana, tutur katanya halus dan santun terhadap siapa saja.  Memang agak aneh, sekaliber beliau yang pernah menjadi menteri keuangan, kepala Bappenas, atau gubernur bank Indonesia, tidak banyak orang mengenalnya.

Kini sosok Budiono sebagai wapres tetap saja sama seperti sebelumnya.  Ia tetap ‘bersembunyi’ sekalipun sudah duduk di panggung sorotan media.  Ia tetap biasa saja dan tidak berkeinginan menonjolkan diri.  Ia terkesan menjauhi media; dengan kata lain lebih mendorong siapa saja untuk maju ke depan.  Tulisan ini mencoba mengurai lebih dalam lagi perihal beliau, sebagai bagian tugas penulis menelaah kuliah pembekalan beliau dihadapan Peserta Program Pendidikan Angkatan (PPRA) 45 Lemhannas RI, pada tanggal 22 Nopember 2010 di kantor Wapres.  Judul di atas adalah kata yang beberapa kali terucap dalam kuliah beliau dan saat berdiskusi dengan rombongan PPRA 45.

Kuliah pembekalan yang beliau berikan memfokuskan kepada dua hal, yakni reformasi birokrasi (RB) dan leadership.  Saat mengawali paparannya, dengan rendah hati beliau berkata:”Saya tidak perlu lagi memberikan materi karena saudara sudah sembilan bulan memperolehnya dari Lemhannas”.  Inti materi RB yang disampaikan adalah RB adalah prioritas pertama dalam program kabinet dan juga dalam kabinet-kabinet berikutnya.  Karenanya RB harus sukses dan bermanfaat.  Bila RB gagal, maka pembangunan juga tidak akan sukses dan rejim pemerintahan dianggap gagal.  RB dianggap berhasil bila memenuhi syarat: (i) tercapainya pelayanan publik yang berkualitas, (ii) tidak ada penyalahgunaan wewenang atau KKN, (iii) birokrasi yang efektif dan berkualitas, dan (iv) efisien.  Saat menguraikan perihal penyalahgunaan wewenang, mimik wajah beliau sangat serius.  Karena penyalahgunaan wewenang adalah sumber awal dari berbagai fenomena lemahnya birokrasi.  Diharapkan RB inilah yang akan meletakkan kembali cara berpikir, sikap dan perilaku di dalam kelembagaan, SDM aparatur dan tata kelola pemerintahan dalam kerangka mewujudkan good government dan membangun kepercayaan publik.

Lebih jauh, beliau mengutarakan pengalamannya berdiskusi dengan Lee Kuan Yeu perihal keberhasilan RB di Singapura.  Jelasnya, RB dilaksanakan dalam jangka yang sangat panjang, tidak bisa dilihat hasilnya dalam sekejap.  RB dilaksanakan disesuaikan dengan kemampuan negara dan SDM aparatur dengan prioritas, tahapan dan jadwal yang pasti.  Luasnya wilayah, keadaan sistem pemerintahan (pusat hingga kabupaten/kota), keragaman kualitas SDM aparatur menjadi pertimbangan penting pelaksanaan RB dalam jangka panjang.

Saat menguraikan materi leadership, kembali beliau dengan rendah hati mengatakan: “saya bukan ahlinya’ dalam leadership.  Namun beliau, atas dasar pengalaman, menyatakan tiga elemen dasar leadership, yakni (i) to do things right, (ii) to do the right things, dan (iii) (to do things) trust.  Dua hal yang pertama beliau sebut berasal dari masukan Dewi Fortuna Anwar, pejabat di kantor Wapres. Dewi adalah peneliti senior LIPI yang masuk pemerintahan sejak jaman Presiden Habibie. Ini menunjukkan beliau ingin mengedepankan sumbangan pemikiran timnya dan sepantasnya memberikan kredit kepada yang bersangkutan dihadapan publik.

Tiga elemen leadership yang disebut Wapres sesungguhnya sangat simple.  Beliau menguraikan tiga hal itu dengan sederhana dan jelas.  To do things right mengacu kepada penguasaan kompetensi, dimana hasil kerja terbaik akan diperoleh bila dikerjakan oleh ahlinya.  To do the right things merujuk kepada integritas dan moral.  SDM yang berintegritas dapat mengendalikan diri untuk melaksanakan pekerjaan secara bertanggungjawab kepada institusinya dan sekaligus kepada Tuhan.  Sementara yang terakhir, beliau menempatkan trust sebagai modal untuk membangun teamwork.  Seorang pemimpin akan bekerja efektif bila menunjukkan kepada timnya ‘satunya kata dan perbuatan’.  Bila anggota tim menunjukkan kepercayaan kepada pemimpinnya, maka organisasi dan leadership akan berjalan mencapai tujuannya.

Saat diskusi, beliau menjawab pertanyaan dengan lugas.  Beliau menyatakan: “Otonomi daerah adalah komitmen politik untuk kepentingan pembangunan ke depan, tidak mungkin diputar lagi.  Tujuannya adalah untuk menggerakkan pembangunan di daerah dan menghasilkan kesejahteraan masyarakat setempat.  Kalau ada hal yang kurang  tepat, mari kita semua bersama-sama memperbaikinya.  PPRA 45 diharapkan memberikan sumbangsihnya untuk memperkuat jalannya reformasi dan otonomi daerah”.

Ketika menjawab pertanyaan PPRA 45 seputar kebutuhan leadership system untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan nasional.  Beliau menyatakan:”Memang seharusnya sistem itu ada, untuk mensuplai kader pimpinan nasional.  Sudah sewajarnya diperlukan kriteria tertentu untuk menjadi pemimpin.  Kewajiban semuanya, termasuk Lemhannas, untuk mensosialisasikan hal ini kepada masyarakat.  Apakah leadership system perlu masuk dalam regulasi? Masyarakat dapat mempertimbangkannya.  Masyarakat dapat menentukan pilihan akan kebutuhan tersebut”

Kembali beliau menyatakan:” Saya bukan ahlinya” ketika menjawab pertanyaan tentang indek pelayanan publik. “Pemerintah, yakni tim RB nasional sedang mengembangkan indek-indek sejenis secara lebih spesifik dalam rangka meningkatkan kontrol terhadap birokrasi.  Kontrol terhadap birokrasi dilakukan secara internal dan eksternal dalam sebuah sistem.  Kontrol internal secara independen dilakukan oleh inspektorat, sementara kontrol eksternal dilakukan oleh masyarakat atau publik” sambung beliau.

Penulis duduk bersebelahan dengan Prof Irwan Abdullah (UGM), dan sempat berdiskusi memperhatikan dan menelaah pernyataan atau uraian pak Budiono.   Pernyataan “saya bukan ahlinya” punya makna yang sangat dalam.  Itu sesungguhnya hanya menutupi pemahamannya yang sangat mendalam dilandasi konsepsi dan pengalamannya.  Beliau benar-benar rendah hati.  Sebagai ekonom dan guru besar, semua koleganya pasti mengagumi kedalaman penguasaan permasalahan dan jalan keluarnya.  Pak Bud adalah pekerja keras dilandasi penguasaan akademis.  Dengan tampilan yang sederhana, menggunakan kemeja putih lengan pendek, cenderung tidak berpanjang-panjang kata, senyuman yang bersahabat.  Beliau benar-benar seorang guru.

Mengakhiri kuliah pembekalan, PPRA45 diberi kesempatan bersalaman dengan Wapres Budiono.  Ketika giliran penulis bersalaman, beliau mengucap lebih dulu:“Pak Iwan dari mana? Setelah penulis jawab singkat, beliau melanjutkan: “Selamat bekerja pak Iwan”.  Ucapannya pendek, jelas, menghargai dan bersahabat.

7 Comments

  1. pak cah

    Saya juga bukan ahlinya Prof…..

    • Tidak semua atau jarang sekali orang melakukan …. Pak Cah.. terimakasih atas komentarnya

  2. Karma Suta

    * Bersyukur dalam satu group photo dgn Prof.Iwan, jadi bisa ikut tampil photo bersama Wapres, memang sengaja saya tepatkan berdiri di belakang beliau.

    * Ungkapan “saya bukan ahlinya” memang bermakna dalam, dan membenarkan pepatah ILMU PADI, makin tua makin berisi dan makin menunduk.

    * Terimakasih Prof.Iwan, KEBERSAMAAN YANG INDAH…

    • beliau pantas menjadi teladan. Alhamdulillah, saya senang dan bersyukur mengikuti kebersamaan PPRA 45. Terimakasih komentarnya pak Karma

  3. hi I was fortunate to look for your theme in wordpress
    your topic is splendid
    I get a lot in your Topics really thank your very much
    btw the theme of you website is really magnificentsuper
    where can find it

    • Thank you for visiting my blog. This blog tries to write experiences and idea for building social capital, based on our academic background or other thing for the social benefit development

  4. gula aren

    terima kasih atas informasinya, kami tunggu informasi yang selanjutnya.

Leave a Reply to pak cah Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *