Merindukan Pemimpin Sejati

Tulisan asli dimuat di harian Jawapos tanggal 27 Januari 2011.  Ditulis oleh KH Agoes Ali Masyhuri, (pengasuh PP Bumi Shalawat Tulangan, Sidoarjo).

KRISIS terbesar Indonesia saat ini ialah krisis keteladanan. Tidak ada tokoh yang patut diteladani. Rasa malu hilang ditelan keserakahan dan mengikis kasih sayang kepada orang-orang kecil yang kelaparan. Krisis ini jauh lebih dahsyat daripada krisis pangan, energi, dan kesehatan.

Semua itu disebabkan hilangnya pemimpin yang amanah, visioner, serta kompeten sehingga republik ini menjadi karut marut dan sangat memprihatinkan. Kini para pemimpin di republik ini semakin angkuh, melemparkan rasa malu dengan untaian kata yang menjemukan bak penjual jamu di pasar malam.

Di sisi lain, semangat saling menjatuhkan dan menikam sesama menjadi tontonan gratis yang membosankan. Rasa persaudaraan tergantikan oleh ego dan ambisi saling mencelakakan. Hampir tidak tersisa kasih sayang dan toleransi antarsesama dalam dunia nyata. Berbagai kepalsuan dirancang begitu indah memesona sehingga situasi semakin kacau dan membingungkan.

Pengamat-pengamat dadakan menghiasi media-media televisi maupun cetak sehingga ujung dan pangkal situasi semakin kabur. Sebab, mereka sekadar ramai-ramai mengajukan segudang argumentasi, tidak menyentuh substansi persoalan. Semuanya berbicara tentang Gayus Tambunan, tetapi tidak menyentuh bos-bos Gayus yang lebih merampas hak-hak rakyat.

Karena itu, tidak perlu heran bila masalah korupsi dan mafia hukum saat ini lebih parah daripada zaman Orde Baru. Jika dahulu korupsi hanya berpusat di pemerintahan pusat, kini tersebar di mana-mana, merata di semua lapisan birokrasi. Subhanallah!!! Saya ingat apa yang dikatakan Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib, ’’Pemimpin yang sebenarnya adalah yang mampu mengukur dirinya dengan rakyatnya yang paling lemah.” Itu sejalan dengan pesan suci Baginda Nabi Muhammad SAW, ’’Setiap pemimpin yang diberi kepercayaan memimpin suatu rakyat, kemudian dia menipunya, maka nerakalah tempatnya (HR Ahmad).”

Hadits tersebut memiliki makna dan cakupan yang sangat luas serta mengandung pelajaran yang sangat berharga. Seorang pemimpin harus mampu menjadikan kejujuran sebagai panglima. Sebab, kejujuran menuntun seseorang menuju kebaikan dan kebaikan akan menuntunnya menuju surga. Penting kita yakini –karena keyakinan melebihi ilmu pengetahuan– bahwa kejujuran tidak bisa dilakukan seperti membalik telapak tangan.

Kejujuran harus dipupuk secara rutin, mulai berteman orang saleh, membaca Alquran, hingga memperbaiki hubungan vertikal dengan Allah. Siapa pun yang melakukan tiga hal ini akan merasakan manisnya hidayah dan peluang menjadi orang jujur sangat terbuka. Seorang pemimpin harus mampu menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan agar menjadi sosok panutan, istiqomah mendidik diri sendiri, penuh disiplin, dan bertanggung jawab. Saat ini banyak pahlawan dilupakan. Sebaliknya, para penjilat dan koruptor yang merampas hak-hak rakyat dielu-elukan.  Karena itu, sangatlah tepat prediksi Rasulullah SAW, ’’Sesungguhnya akan datang suatu zaman penuh kebohongan menimpa manusia, pembohong akan dipercaya dan orang jujur dianggap pembohong, pengkhianat dianggap setia dan orang setia dianggap pengkhianat, dan akan hadir ruwaibidloh.”

Para sahabat bertanya, ’’Siapakah ruwaibidloh itu?” Rasul menjawab, ’’Mereka ialah orang-orang bodoh yang su ka berkomentar terhadap urusanurusan rakyat.” (HR Ahmad). Menebar kebohongan, mabuk dalam teriakan dan caci maki sesama, serta merampas hak rakyat merupakan salah satu sumber bencana dan menjadikan alam kurang bersahabat dengan kita. Kebohongan membuat buta, keserakahan membuat lupa.  Jika keduanya bersatu dalam hati seorang pemimpin apa pun macam dan tingkatannya, di pastikan pemimpin tersebut akan sesat dan menyesatkan. Dia akan tampil penuh kepalsuan dan merasa serbabisa dan benar dalam setiap langkah dan tindakannya. Nasihat dan kritik sudah tidak berguna lagi karena hatinya telah terpenuhi segudang kepentingan dan daftar keinginan. Yang ada hanya uang dan jabatan.

Mereka rela mendapatkannya walau harus merugikan orang lain, sikut kanan sikut kiri, injak bawah jilat atas, melakukan jurus mabuk saat mengejar harta dan ambisi. Itulah yang marak saat ini. Atas nama orang kecil, kesejahteraan serta keadilan hanya hiasan bibir untuk memikat dan mencari dukungan demi langgengnya kekuasaan yang mereka raih.

Dari uraian di atas sangatlah jelas bahwa bangsa kita ini membutuhkan teladan yang layak ditiru dan sanggup membawa Indonesia menuju taraf yang lebih baik. Orang-orang kecil di republik ini sedang merindukan sosok pemimpin yang amanah, tangguh, dan bermotivasi tinggi dalam menjawab segala kesulitan yang ada, terutama masalah pendidikan dan ekonomi.

Dalam tulisan ini, kami contohkan negara kecil yang bernama rumah tangga. Rumah tangga saja membu tuhkan figur suami teladan yang penuh perhatian kepada istri dan anak-anak nya. Seorang anak membutuh kan bapak yang bisa ngemong dan penuh kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari.

Bukan bapak yang hanya pandai mengumpulkan kata-kata bijak tanpa adanya bukti dalam praktik nyata. Tegasnya, Indonesia saat ini sangat merindukan pemimpin yang memiliki visi, kompetensi, amanah, serta jujur untuk memajukan bangsanya.  Ketika ditanya seorang dosen Universitas Airlangga, ’’Akan menjadi apa Indonesia ini bila para pemimpinnya tidak mampu mengukur dirinya dengan rakyat yang paling lemah’’, maka saya jawab, ’’Indonesia akan jaya dan makmur bila para pemimpin di republik ini meyakini bahwa jabatan adalah sebuah tanggung jawab dunia akhirat, bukan kemegahan dan bukan menumpuk kekayaan semata.” Kalau itu benar-benar terwujud, insya Allah tidak ada pemimpin tidur nyenyak dan ngelencer ke luar negeri karena masih banyak rakyat miskin dan bayi kurang gizi. Semoga bangsa kita diberkahi Allah dalam mencapai adil dalam kemakmuran serta makmur dalam keadilan. (*)

Sumber: http://www.sumeks.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=13151:merindukan-pemimpin-sejati&catid=22:opini&Itemid=72

Baca juga: http://iwanuwg.wordpress.com/2010/08/27/siap-menjadi-pemimpin/

3 Comments

  1. Ambar Kristiyanto

    Subhanallah,konsep kepemimpinan ini yang perlu dia plikasikan di masyarakat,syukur syukur dijadikan konsep kurikulumnya kepemimipinan di STPDN atau yang lainnya.Saran:mungkin yang lebih simpel karakter kepemimpinan yang sederhana adalah memiliki kwalifikasi STAF (sidiq,tabliq,amanah dan Fatonah),karena kita yang ada di dunia ini semuanya adalah S T A F ( dari rakyat sampai dengan Presiden)

Leave a Reply to cahyadi takariawan Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *