(Dua tahun) tanpa empedu

Saat awal Februari 2012, kembali memori itu terbayang.  Memori perihal pengalaman yang luar biasa dua tahun yang lalu.  Hidup tanpa organ yang berfungsi melaksanakan pencernaan atau metabolisme tubuh.  Hidup tanpa empedu. Empedu itu diambil/diangkat karena fungsinya memang tidak berjalan semestinya, bahkan untuk menyelamatkan kehidupan.  Fenomena ini sesungguhnya biasa saja, karena banyak orang mengalami.  Bahkan banyak orang lain menderita sakit atau memiliki ketidak sempurnaan.  Allah memberikan cobaan dengan ketentuan yang dimilikiNya, sesuai kehendakNya.  Manusia sebagai hambaNya, hanya bisa menerima, mensyukuri atau mengambil hikmahNya.

Dua tahun sudah berjalan.  Ada duka dan suka.  Selalu saja ada rasa kuatir, cemas, tetapi juga sekaligus memaklumi dan menerima keadaan.  Perasaan itu muncul saat terasa letih, stamina menurun, kurang istirahat, atau membaca pengalaman orang lain.  Tetapi, … biarlah hal ini berlalu dengan waktu, tanpa harus serius dipikirkan. Yang menggembirakan adalah saat banyak hal-hal positif datang, ketika bisa memberi manfaat untuk banyak orang, ketika bisa berbagi dengan saudara-saudara yang punya nasib yang sama, ketika berkesempatan produktif sama seperti orang-orang lain.  Berupaya untuk semangat, sehat dan bermanfaat.

Tubuh ini memang tidak sama dengan sebelumnya. Sudah mulai tua. Tidak sekuat lagi seperti usia muda. Kecemasan lahir ketika keletihan datang. Tidur kurang dari semestinya. Tangan berkeringat, terkadang disertai meriang.  Bila demikian, penulis segera saja mengambil waktu untuk istirahat, menenangkan pikiran, menggambarkan hal-hal positif dan menyenangkan, serta memohon doa kesehatan.  Alhamdulillah, keadaan dapat pulih.

Hal yang membahagiakan, ternyata banyak menemukan saudara senasib yang punya masalah yang sama.  Tidak kurang 45 orang menyampaikan hal atau keluhan perihal gangguan empedu.  Blog Long Jorney telah menjembatani komunikasi yang efektif antara penulis dengan mereka.  Bahkan karena ada kemiripan kasus, diantara mereka juga terjalin komunikasi untuk pertimbangan medis.  Pandangan penulis sangat jelas, bahwa sakit karena empedu, operasi pengangkatan empedu, atau hal yang terkait sepenuhnya adalah karena alasan medis.  Solusinya pun jelas, yakni melalui medis.  Penulis mengajak para penderita untuk berpikir tenang, terang dan senang.  Cara atau solusi medis membuat ketenangan dan kebaikan kepada penderita.

Penderita tidak perlu kuatir pasca operasi pengangkatan empedu.  Tanpa empedu, kita masih bisa hidup sehat, bersemangat dan bermanfaat.  Penulis juga mengajak untuk berpikir dan berperilaku sehat.  Berpikir sehat bermakna bahwa menyadari keterbatasan kemampuan pikiran/rasio, dan karena itu sebaiknya berpikir yang biasa saja, selebihnya serahkan dan memohon doa kepada Tuhan.  Penulis berlatih untuk tidak mau berpikir berat, membayangkan kekuatiran/ketakutan.  Lebih nikmat hal yang berat itu diikhlaskan dan diserahkan kepada Allah SWT, seraya memohon doa untuk kebaikan dan kemanfaatan.  Hidup sangat nikmat dipenuhi dengan hal-hal yang positif, membahagiakan, menenangkan, dan menyehatkan; bukan dengan buruk sangka, ketakutan, kecemasan, hasut atau pikiran negatif.

Berperilaku sehat bermakna membatasi atau mengendalikan langkah, pandangan, pendengaran, ucapan, asupan makanan/minum yang baik-baik, halal dan tidak berlebihan.  Kata orang-orang tua dahulu, hidup sumeleh akan mendatangkan kesehatan.  Makan dan minum secukupnya akan menghasilkan aliran darah, pembentukan sel-sel tubuh yang sehat, dan imun terhadap penyakit. Bekerja dengan baik dimotivasi ibadah, berorientasi untuk (sharing) kemanfaatan orang lain, akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberkahan.  Ada proses pembelajaran, sabar, tenang, peningkatan nilai tambah ilmu dan kesejahteraan (kekayaan) dalam hidupnya. Berperilaku sehat akan membuat orang (sekelilingnya) menjadi sejuk, tenang dan terang; bukan berperilaku bermalasan, pesimis, atau hal yang merugi.

Penulis sangat bersyukur, meski hidup tanpa empedu, tetap dapat melanjutkan kegiatan/profesi, bahkan dengan penuh tantangan.  Belum genab satu bulan pasca operasi (29 Februari 2010), penulis menunaikan tugas pendidikan di Lemhannas, Jakarta selama sembilan bulan, di dalamnya termasuk kegiatan fisik outbond.  Penulis juga melakukan riset lapangan ke wilayah taman nasional Bromo, Tengger, Semeru (TN BTS) dalam fungsi sebagai dosen Universitas Widyagama Malang.  Pada tahun 2011, penulis dan istri bersyukur dapat menunaikan ibadah haji.  Kini, penulis tetap dapat beraktivitas secara kelembagaan di Universitas Widyagama Malang.  Semuanya berjalan lancar dan nikmat.

Penulis mengajak siapa saja untuk hidup sehat, bersemangat dan bermanfaat.  Mari kita mengisi hidup dengan tenang, senang dan terang.

 

Vila Bukit Sengkaling, Lembah Panderman, Malang, 28 Februari 2012

[subscribe2]

4 Comments

  1. Tetap Semangat Pak…
    Semangat untuk menjaga kesehatan….
    Semangat untuk berbagi…
    Semangat untuk beraktivitas…
    dan Semangat Beribadah…
    Semoga selalu mendapat limpahan Rahmad dan Keberkahan Serta Karunia Nya.

    • Iwan Nugroho

      semangat sehat dan bermanfaat

  2. oyik

    subhanallah……hanya satu kata itu yang dapat saya ucapkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *