Suatu kali penulis mengunjungi klinik fisioterapi suatu rumah sakit swasta di Malang.Usai mengikuti tahapan dan prosedur rumah sakit, tiba saatnya masuk bagian fisioterapi.Di sana, di ruang tunggu sudah nampak antrian pasien, kurang lebih empat orang.Tidak ada yang istimewa di ruang tunggu, kecuali sepasang alat bantu berjalan sepanjang tiga meter.Penulis duduk menunggu dengan membaca sambil memperhatikan panggilan antrian pasien.
Tiba-tiba saja, penulis mendengar dari dalam ruang fisioterapi, suara seorang perempuan: ”Pelan-pelan, tidak usah buru-buru.Berjalan biasa, tidak usah cepat”.Suara bernada gembira itu mengarah ke pintu keluar.Segera, penulis melihat dua orang keluar dari dalam ruangan fisioterapi. Seorang adalah perawat perempuan yang sedang menuntun seorang anak, yang berjalan tertatih-tatih.Anak laki-laki itu kurang lebih berusia lima atau enam tahun.Ia berjalan tertatih dituntun perawat, seolah-olah ingin berlari.. menarik tangan perawat.Perawat tentu tidak akan melepaskan tangan si anak itu.Mohon maaf, kaki anak itu memang tidak sempurna, telapak kakinya tidak normal, sehingga tidak sempurna menjadi pijakan untuk berdiri.Namun, penulis mengamati wajah anak itu berseri, tersenyum.Matanya berbinar, air mukanya menyenangkan.Wajah yang penuh optimis, seolah-olah ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa ia bisa berjalan.
Menyaksikan pemandangan singkat tersebut..penulis terdiam membisu.Hati terharu, mengucap antara Subhanallah dan Masya Allah.Itu semua adalah atas kebesaran, kesucian, ijin dan kehendak Allah.
Penulis membuka kisah-kisah sejenis.Adalah Amr Ibnul Jamuh (1, 2, 3), seorang sahabat yang memiliki kaki yang tidak sempurna.Ia sangat ingin ikut berperang berjuang bersama kaum muslimin lain.Ia memohon kepada Rasulullah untuk ikut dalam perang Uhud.Rasul tidak kuasa menahan tekad Amr yang sangat ingin berjihad. “Ya Rasulullah, … . . aku amat berharap kiranya dengan kepincanganku ini aku dapat merebut surga!” ungkap Amr. Akhirnya Amr mendapat ijin dari Nabi. Ia berjalan berjingkat-jingkat sambil memohon kepada Allah: “Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk menemui syahid, dan janganlah aku dikembalikan kepada keluargaku!”.Amr pun meninggal sebagai syahid dalam perang tersebut.
Pemandangan dan kisah tersebut hendaknya dapat direnungkan berikut ini.Pertama, memperhatikan yang lemah. Kini saatnya melihat sekeliling kehidupan ini untuk memihak dan membantu orang-orang yang lemah. Membantu dan mengutamakan orang tua, perempuan dan anak-anak.Mengutamakan pejalan kaki, atau pengguna lalulintas yang lemah, yang kecil.Tidak mementingkan diri sendiri.Bukankan kita dianjurkan terlebih dahulu mengucapkan salam kepada mereka yang lebih lemah.
Kedua, menyediakan fasilitas disable.Mereka dengan keterbatasan fisik memiliki hak hidup seperti kita semuanya.Mereka perlu dibantu untuk menyampaikan hak dan aspirasinya di dalam kehidupan dan pembangunan. Kini saatnya memperhatikan kebutuhan fasilitas khusus para disable di lingkungan publik, misalnya tempat duduk, antrian, jalan, tangga, toilet, perangkat mobilitas dan fasilitas lainnya.
Ketiga, bersyukur.Kita yang dianugerahi kelengkapan panca indra dan fisik tubuh hendaknya bersyukur.Bersyukur dengan cara menggunakan nikmat karunia Allah untuk yang positif dan kemanfaatan.Berpikir yang positif dan obyektif.Bersikap jujur, terbuka, membantu dan haus akan ilmu. Berbicara yang bermanfaat, seperlunya.Melihat dan mendengar yang positif dan mensyukuri ciptaan Allah. Melangkahkan kaki ke majelis ilmu.Menggunakan tangan untuk menulis, mengulurkan bantuan. Hidup sederhana dan tidak berlebihan.Mari mensyukuri nikmat Allah dengan bekerja keras, belajar, berubah, menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.Jangan biarkan hidup ini lewat tanpa perjuangan, tanpa makna.
Selamat Hari Disabilitas Internasional, 3 Desember 2013
Lembah Panderman, 3 Desember 2013
Tulisan ini telah terbit di kompasiana