Bertemu saudara muslim di Thailand: (1) Meningkatkan iman dan taqwa

Suatu hari penulis diajak seorang kawan, pak Lukman, untuk melakukan perjalanan ke Thailand.  Penulis tanpa pikir panjang mau menerima tawaran itu, asal waktunya memungkinkan dan tidak ada udzur.  Tawaran itu memang belum fix karena belum ada jadwal resmi.   Maksudnya, itu adalah sebagai pemberitahuan awal, sehingga bila tiba saatnya maka penulis sudah menyiapkan diri segala sesuatunya.  Penulis pun diminta mengirim email paspor, sebagai persiapan untuk ticketing. 

Selang tiga minggu berikutnya, penulis diberitahu bahwa jadwal acara sudah fix, diselenggarakan kurang lebih dua bulan berikutnya.  Pak Lukman akan membantu pembelian tiket klas ekonomi untuk rute Surabaya Bangkok. Penulis menyanggupinya.  Sejak itu, pikiran menggambarkan rencana perjalanan ini beserta liku-likunya.  Penulis ingin memperoleh manfaat nyata dari perjalanan ini, sebagaimana yang sudah-sudah.  Dalam pikiran, ingin sekali mengajak si bungsu, namun belum tahu apakah sesuai dengan jadwal liburan semester di UIN Yogya.  Benar juga, rencana ini ternyata pas, Alhamdulillah si bungsu dapat ikut pergi ke Thailand dengan harapan agar ia memperoleh tambahan ilmu sejarah Islam yang sedang digelutinya.  Penulis pun mengabarkan kepada pak Lukman untuk tambah peserta, dan diijinkan.

Penulis dan si bungsu, Ilham di Suvarnabhum Airport (koleksi pribadi)

Tiga hari sebelum jadwal berangkat, peserta mengadakan rencana teknis perjalanan.  Menurut pak Lukman, yang juga pemimpin rombongan (amir), jumlah peserta ada sebelas orang.  Katanya: “Ini merupakan momen ijtima saudara muslim dari berbagai negara, untuk memperkuat silaturahim dan penguatan kegiatan dakwah.  Kegiatan akan diisi dengan serangkaian kegiatan ibadah dan ceramah agama.  Peserta diminta mempersiapkan fisik dan mental, namun tidak merupakan hal yang memberangkatkan.  Perkara ibadah pada dasarnya adalah hati.  Dengan hati yang tenang dan senang, maka pasti akan menikmati perjalanan bagaimanapun keadaannya”.  Jelasnya perjalanan ini adalah backpack bernuansa Islami dan dakwah.

Ketika tiba saat pemberangkatan (17 Januari 2014) betapa gembiranya hati ini.  Dari sebelas orang peserta, empat orang berusia muda; yakni tiga mahasiswa (Agathon, Doni, Ilham) dan satu pelajar setara SMA klas tiga (Athrusy).  Pengalaman ini tentu bermanfaat untuk menambah pengalaman dan perjalanan kehidupan mereka.  Tujuh peserta lainnya berusia dewasa (Bambang, Eko, Lukman, Indra, Aji, Sujak, Iwan) dan sudah berpengalaman menghadiri kegiatan sejenis kecuali penulis.

suvarnabhum thailand
Athrusy, Ilham, Agathon di suvarnabhum thailand (koleksi pribadi)

Perjalanan dari Bandara Juanda hingga bandara Suvarnabhumi, Bangkok memakan waktu empat jam dan berjalan lancar.  Pesawat mendarat di bandara jam 18.00 menit waktu setempat.  Di bandara kami mencari-cari Musholla untuk menunaikan sholat Maghrib dan Isha.  Kami berjalan, berpindah tempat sambil mengagumi bangunan bandara. Luar biasa bandara ini, sungguh besar, modern, ramai dan megah, lebih dari bandara Changi, apalagi Cengkareng.  Disinilah kami menemukan rombongan lain dengan tujuan yang sama seperti kami, ada yang dari Jakarta, Jombang, dan dari negara lain.

Kami menemukan Mushola di lantai dua bandara sederet dengan foodcourt. Tampak banyak warga kulit putih sedang makan disana.  Saat masuk mushola,  kami pun kaget,  kondisinya bersih dan lebar. Tempat wudhlu juga ada tempat untuk duduk seperti Masjid Haram di Mekah.  Luas Musholla berukuran kurang lebih 10×12 m persegi.  Meski bukan negara muslim, Thailand nampaknya memberi layanan musholla yang lebih baik dan nyaman dibanding bandara Juanda Surabaya atau Soetta Jakarta.  Selesai sholat, kami bertemu dengan saudara muslim Thailand.  Di antara mereka adalah petugas dari panitia ijtima (istiqbal) yang menjemput kami.  Terasa sekali hubungan persaudaraan ini.

parkir suvarnabhum thailand
Area Parkir Suvarnabhum Airport (koleksi pribadi)

Kami berjalan beriringan menuju parkir mobil.  Bangunan bandara ini seperti menyatu dengan bangunan parkir mobil.  Pembedanya hanya  sebuah jalan yang relatif sepi yang memisahkan keduanya. Ada beberapa taksi, berwarna hijau, merah, dan biru,  yang sedang menunggu meski suasananya sepi penumpang.  Bangunan parkirnya luas, megah dan mewah lebih dari mall.  Kiranya ini bangunan parkir lantai bawah.   Tidak banyak orang lalu lalang di pintu keluar, seperti halnya suasana bandara Indonesia.  Bandara ini mengatur lalu lintas orang dan barang baik, dengan memisahkan antara pintu kedatangan (di lantai bawah, arrival) dan pintu keberangkatan (lantai dua, departure).   Sebanyak enam belas orang dari Indonesia di antar dengan dua mobil.  Meski agak berdesakan di dalam mobil, perjalanan ini sangat menggembirakan.  Penulis menikmati pemandangan malam kotaBangkok, yang ramai, gemerlap, teratur, dengan jalanan highway yang lebar.  Lepas highway, jalanan beraspal halus lebar dan sepi, tanpa pedagang kaki lima, tanpa lalu lalang orang, dan tanpa hilir mudik motor.

Penulis, Eko, Bambang (koleksi pribadi)

Mobil berhenti di suatu keramaian malam oleh lalu lalang warga muslim.  Saat itu sekitar jam 21.00 malam waktu setempat.  Suasana sangat ramai, ada banyak warung, pedagang, tontonan, sehingga memacetkan jalan. Penulis masuk pintu gerbang “for foreign jamaat”.  Sebelum itu, kami sudah menyapa seorang kawan, Pak Muhsin namanya, yang tampak berjalan di kerumunan orang.  Akhirnya, pak Muhsin juga ikut mengantarkan rombongan kami hingga ke tempat maktab.

Jangan kaget, area ini, anggap saja sebagai maktab, adalah suatu tempat darurat yang dinaungi layaknya tenda besar, mirip perkemahan atau tempat pengungsian.  Kondisi penerangan lampu ala kadarnya, sehingga tidak terlihat jelas tempat agak jauh.  Kami meletakkan tas dan bawaan lain di suatu tempat, di posisi tengah lokasi.  Lantai hanya beralaskan terpal plastik tipis berwarna hijau.  Saat duduk terasa permukaan tanah yang tidak rata.  Disinilah kami akan tidur, sholat, mendengar ceramah (bayan), atau kegiatan lain.

Kemudian, kami diminta bergegas untuk menuju ruang makan.  Luas ruang makan sekitar 12 x 12 m persegi berlantaikan keramik.  Ini agaknya merupakan makan malam terakhir, karena dapur akan segera ditutup. Kami makan “kembul”, empat orang makan bersama dalam satu nampan.  Kami duduk bersila, atau duduk seperti sholat, mengitari nampan, tanpa sendok melahap nasi dan lauk.  Penulis makan bersama dua pemuda Malaysia, yang mengaku sedang studi Master di UKM Malaysia, Kuala Lumpur. Persaudaraan itu sangat terasa, begitu cair, terlepas dari latar belakang seseorang. Setelah itu, kami pun kembali ke posisi tempat tas, untuk mempersiapkan bedding dan lain-lain untuk istirahat.  Di sekitar penulis, tampak orang-orang sudah tertidur, dalam sleeping bed atau sembarang kain untuk selimut.

Esok pagi, hari kedua, penulis bangun sekitar jam empat pagi.  Alhamdulillah tidur terasa nyenyak, menjadikan mata terasa berat untuk terbuka.  Suhu saat itu cukup dingin, lebih dingin dari udara Malang.  Ketika menyentuh sleeping bed, terasa basah oleh embun tipis semalaman. Dalam kegelapan itu, di sekeliling ada banyak orang sedang berdoa, sholat tahajud, berdiam diri atau masih berselimut ria.  Sesekali juga terdengar suara sesenggukan, sedih, dan meratap.  Inilah suasana khas momentum ini.  Penulis ikut larut dalam suasana syahdu ini.  Setiap orang bermuhasabah, introspeksi diri, merenungi keberadaan diri dihadapan Allah, memohon ampun atas dosa dan kesalahan, seraya berkeinginan hidup lebih baik sesuai syariat Allah.

Dari sound system terdengar pemberitahuan dalam bahasa Thailand, Inggris, dan Melayu, mengingatkan agar peserta segera bangun, dan segera mempersiapkan diri untuk adzan Shubuh, dalam tiga puluh menit ke depan.   Bersamaan dengan itu, lampu penerangan dinyalakan.  Disini, jadwal adzan sekitar jam 4.50 dan iqomat jam 5.10 pagi.  Tidak ada perbedaan dengan waktu Jakarta.

Sebelum kumandang iqomat, para jamaah diminta menata perlengkapan atau tas, agar rapi dan membentuk barisan lurus mengikuti shaf.  Umumnya jamaah memakai pakaian gamis panjang (model arab atau Turki).  Tentu saja tidak ada jamaah wanita hadir di tempat ini.  Jamaah menggunakan sleeping bed sebagai sajadah, baru kemudian di atasnya diletakkan kain sorban untuk sujud.  Suara sound system terus mengingatkan untuk membentuk shaf yang lurus dan rapat.  Disinilah nampak barisan shaf mulai terbentuk.  Padahal satu jam sebelumnya masih berwujud pemandangan yang tidak teratur.

Sholat shubuh berjalan khusuk mengingatkan suasana wukuf di Arofah.  Suara imam begitu jelas dan jernih keluar dari sound yang diletakkan pada berbagai tempat.  Disini, sholat menggunakan qunut.  Selesai sholat, jamaah melantunkan wirid masing-masing.  Suasana benar-benar hening dan syahdu.  Setelah itu, imam memimpin doa bersama melalui sound dan diaminkan oleh jamaah.

Penerjemah bayan (koleksi pribadi)

Selesai sholat dilaksanakan ceramah (bayan) shubuh.  Bayan disampaikan dalam bahasa Urdu (bahasa India) dan diterjemahkan dalam bahasa Melayu, Thailand dan Inggris.  Posisi bayan duduk di mimbar, di belakang shaf jamaah asing.  Tempat duduk penulis kebetulan berada dekat dengan penerjemah bahasa Melayu, sehingga tidak repot berpindah tempat.  Penerjemah duduk di kursi menggunakan peralatan headset, dikelilingi oleh para jamaah.  Intisari bayan adalah mengenang kembali perjuangan Rasulullah dan sahabat dalam menegakkan dan menyebarkan Islam.  Rasul telah berkorban dan berjuang untuk semua umat, mengambil tanggungjawab berat agar umat manusia senantiasa menegakkan ketauhidan.  Dahulu, Rasul disakiti, dikucilkan dan menderita untuk umatnya.  Rasul berperang melawan kemusyrikan.  Tugas Rasul itu kini sudah selesai.  Sebagai gantinya, umat Islam jaman sekarang harus mengambil alih tanggungjawab menegakkan kalimat LA ILAHA ILLALLAH.  Perkara ini adalah inti kehidupan sesungguhnya, yang menjadi kewajiban setiap orang pada jamannya.  Manusia diminta memahami perkara penting itu, karena sifatnya lebih abadi, dan mengantarkan umat Islam bertemu Rasulullah di surga kelak.  Perkara dunia, jabatan, kekuasaan, harta, dan atribut materi lain  tidak akan kekal.  Semua itu adalah nafsu manusia kecuali dikorbankan dan ditujukan untuk jalan menegakkan kalimat LA ILAHA ILLALLAH.  Pengorbanan dijalan Allah menunjukkan cinta kepada rasul melebihi apapun.  Allah akan mendekatkan manusia bersama Rasul di akherat kelak. Bayan ini disampaikan hingga jam 8.30 pagi.

Accuweather

Saat bayan disampaikan, penulis mengamati kondisi lingkungan sekitar seiring dengan terang terbitnya matahari pagi.  Suasana pagi itu memang cukup dingin.  Penulis sempat membuka gadget, mendapati suhu sekitar 18 – 20 derajad.  Suhu dingin membuat bagian tubuh, khususnya telinga, menjadi peka.  Sebagian jamaah menutupkan sorban ke seluruh kepala, atau merapatkan tangan (sedekap) ke tubuh untuk menghangatkan badan. Di tempat agak jauh dari penerjemah, ada jamaah yang rebahan.  Luas tempat jamaah foreign countries berukuran sekitar 30 x 90 meter.  Tempat ini sudah disiapkan tiang-tiang beton permanen setinggi lima meter dengan jarak antar tiang 10 m.  Tiang berfungsi mengikat dan menyangga tenda yang terbuat dari bahan paranet.  Karenanya bila hujan maka dipastikan akan membasahi arena bayan.

Selesai sarapan pagi penulis sempat berkeliling mengamati lokasi. Tempat ini sesungguhnya merupakan masjid atau pesantren, yang bangunannya terletak di bagian depan, menghadap jalan.  Di masjid itu tempat menginap jamaah yang berasal dari India, Pakistan atau Timur Tengah. Bersebelahan dengan masjid, merupakan tempat pemondokan, dapur, tempat makan dan kamar mandi.  Dari dapur inilah, mengalir ratusan nampan kebutuhan makan sekitar 3000 jamaah asing.  Untuk itu, tempat darurat makan disiapkan di setiap sisi dan tempat.   Di belakang masjid, berturut-turut merupakan area (ke arah berlawanan kiblat) untuk jamaah asing, mimbar, dan jamaah Thailand.   Posisi bayan adalah di atas mimbar menghadap jamaah Thailand, dan sebaliknya membelakangi jamaah asing.  Namun saat Sholat, Imam berdiri di depan Shaf jamaah asing. Mimbar berukuran kurang lebih 5 x 10 m persegi, ditempati oleh panitia kerja ijtima.  Dari mimbar ini, sumber suara adzan, iqomat, bayan, atau pengumuman.

Lokasi Ijtima (googlemap)

Area ini memang disiapkan menjadi tempat permanen ijtima.  Dari googlemap dalam gadget, menunjukkan  lokasi adalah di daerah Soi Erawan 17 (14.12 LU dan 100.64 BT), distrik Khlong Luang, Pathum Thani. Lokasi ini berjarak 70 km ke arah utara kota Bangkok.  Lokasi ijtima di Thailand yang lain adalah di Yala, Thailand Selatan, sekitar 50 km dari perbatasan dengan Malaysia.  Dua lokasi ini digunakan untuk ijtima tahunan dan saling bergantian tempat.

Penulis juga sempat keluar lokasi menuju jalan raya (Soi Erawan 1).  Jalanan penuh keramaian orang dan pedagang, berjajar hingga 1 km sehingga memacetkan lalu lintas.  Ini nampaknya pasar tumpah untuk melayani para pendatang.  Pedagang menyajikan peralatan bedding, pakaian (baju muslim), makanan, minuman, buah, jamu, atau obat-obatan, yang semuanya khas Thailand. Penulis awalnya heran karena di antara penjual maupun pembeli menggunakan bahasa Thailand.  Keheranan ini terjawab, karena momentum ijtima kali ini juga dihadiri muslim Thailand sebanyak 30 ribu orang. Mereka ini menempati area sebelah timur tempat jamaah asing, pada area berukuran 90 x 700 m persegi.  Mereka memanfaatkan ijtima untuk bersilaturahim sambil berbelanja atau makan di pasar kaget tersebut. Kabarnya, penduduk muslim di Pathum Thani jumlah nya cukup signifikan, sehingga wilayah ini pernah digunakan untuk tempat penampungan sementara pengungsi Rohingya. Saat ini jumlah Muslimin di Bangkok dan sekitarnya diperkirakan mencapai lebih dari 500 ribu jiwa, dari sekitar 12 juta penduduk. Secara nasional, jumlah Muslim Thailand mencapai 3,93 juta orang atau 5,8 persen total penduduk. Penduduk Muslim Thailand lebih banyak tinggal di bagian selatan, dekat perbatasan Malaysia. (1)

Aji, Eko, Bambang

Pemandangan menjelang adzan sholat dhuhur (atau sholat lainnya) yang menyolok adalah antrian di tempat wudhlu.  Di tempat jamaah asing tersedia kamar mandi (ukuran 1.0×1.5), masing-masing sebanyak 18 buah, dan sekitar 20 kran air untuk wudhlu.  Kondisi kamar mandi ini mirip dengan di Arafah atau Mina. Bedanya, di tempat ini tidak ada shower melainkan hanya gayung seadanya untuk mandi atau keperluan lain.  Bak airnya juga menyambung antar kamar mandi.  Kamar mandi terbuka di luar juga tersedia dengan tong-tong air besar volume 500 lt.  Di sini  jamaah dapat mandi (dengan aurat tertutup) dan sebagian memanfaatkannya untuk mencuci baju.  Di beberapa tempat dipasang tali untuk menjemur pakaian.  Ada lagi tempat wudhlu untuk jamaah asing yang terletak di dekat dapur, namun jumlahnya lebih sedikit.  Jamaah saling antri dengan sabar sambil memperkenalkan diri dan bercengkerama.  Disinilah kesempatan orang untuk peduli, dengan mendahulukan orang lain yang sekiranya berhasrat buang air, meminjamkan sandal atau alat mandi.

Lukman, Muhsin, Penulis, Aji, Sujak

Dalam ijtima kali ini menghadirkan dua tokoh gerakan dakwah, yakni Maulana Ahmad Lath, yang merupakan syuro  India dari New Delhi; dan Syeikh Abdul Wahab, amir jamaah Tabligh Pakistan.  Bayan kedua tokoh menekankan perkara-perkara penting dalam kehidupan.  Manusia diberi kemampuan berpikir oleh Allah.  Olah pikir harus senantiasa digunakan untuk mengingat Allah, menelaah Alquran, dan meneladani Rasulullah.  Pikir itu dimulai dari dalam keluarga, menyiapkan dan mengajarkan ilmu agama kepada keluarga sejak dini.  Apapun profesi sebagai petani, pedagang, pegawai atau guru, olah pikir menegakkan agama adalah perkara penting, bukan memikirkan urusan-urusan dunia. Manusia yang lalai dan ingkar terhadap Allah, sebagaimana sejarah bani Israil, akan dihinakan oleh Allah sampai hari kiamat.  Karena itu, kalimat LA ILAHA ILLALLAH harus senantiasa dikumandangkan untuk mengingat hakekat kehidupan, sekaligus menyelesaikan masalah dan menyelamatkan kehidupan manusia di dunia dan akherat.

Secara umum, momentum ijtima ini dapat menjadi pembelajaran peningkatan mutu ketaqwaan kepada Allah.  Bagaimana tidak? Hadir di tempat ini menjadikan totalitas kerendahan hati setiap orang.  Suasana hati senantiasa dekat dengan Allah karena telah diniatkan untuk ibadah dan dakwah.  Semua orang tampil bersahaja, meninggalkan atribut dunia, kedudukan dan jabatan.  Mereka rela tidur beralaskan tanah dan beratap langit. Padahal umumnya jamaah adalah orang-orang yang berada, diantaranya adalah pengusaha, eksekutif muda, dosen, guru besar, kepala dinas, sekda hingga walikota.   Mereka rela datang dari tempat yang jauh untuk bertafakur.  Rasulullah saw. bersabda: “tafakkuruu fii khalqillahi wa laa tafakkaruu fiillahi”.  Artinya berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah berpikir tentang Dzat Allah.  Tafakur bermakna pengakuan bahwa manusia ciptaan Allah yang lemah dan kecil.  Karenanya, pengabdian dan kepasrahan total hanya kepada Allah adalah yang terbaik, bukan kepada yang lain. Ini mengakibatkan semua orang pada tertunduk meresapi makna bayan, menyadari kelemahan, dan merenungi perjuangan rasul. Tidak heran, mereka menikmati kesunyian malam dengan ibadah sholat, berdoa, memohon, meratap, dan menangis. Implikasi lainnya, jamaah akan terkondisikan untuk menjalankan kehidupan yang beradab meneladani kehidupan rasul dan sahabat, misalnya bermusyawarah yang sejuk, taat kepada pimpinan rombongan, menjaga wudhlu, berkata lembut, sabar, tidak banyak bertanya, saling mengucap salam, dan melayani (berkhitmat) orang lain.

http://la-ilaha-illallah.com/

Nilai-nilai kerendahan hati (tawadhu) ini penting untuk ditanamkan dalam kehidupan.  Inilah yang menjadikan manusia senantiasa dekat kepada Allah, mudah menyerap ilmu-ilmu Allah, dan kunci penyelesaian kehidupan manusia. Generasi muda perlu ditanamkan sifat-sifat tawadhu ini. Penulis bersyukur, anak-anak muda dapat mengikuti kegiatan ini. Alhamdulillah si bungsu menikmati dan memahami perjalanan ini.  Mereka, para generasi muda akan meneruskan perjuangan Rasulullah menegakkan kalimat LA ILAHA ILLALLAH.

Galeri foto dapat dilihat disini.

Lihat pula tulisan

  1. Bertemu saudara muslim di Thailand: (2) Makan kembul dan silaturahim
  2. Bertemu saudara Muslim di Thailand: (3) Menikmati-kuliner-halal-thailand

Malang, 26 Januari 2014

2 Comments

  1. aswintarmidzi

    Waah… Rasanya menyenangkan yaaa, kpn2 klu ada lg boleh ikut gaak P’Iwan?

Leave a Reply to aswintarmidzi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *