Kesahajaan seorang guru

Suatu sore ada sms masuk dari nomer yang belum dikenal, yang mengabarkan berita duka.  Isinya: “Saya Fifi putrinya ibu Tati, mohon maaf kami terlambat mengabarkan bahwa ibu sudah meninggal dua…

Jangan menunda, kerjakan sekarang

Suatu hari penulis bertemu dengan seorang pria, yang sedang mengantarkan anak asuhnya untuk mendaftar di Universitas Widyagama.  Pria ini berusia sekitar 50 tahunan, dengan rambut sebagian telah memutih.  Kami belum saling mengenal, sehingga pertemuan ini lebih diisi dengan mengenal diri masing-masing perihal pekerjaan, domisili dan tentang kondisi anak asuhnya itu.  Pria ini, sebut saja pak Fendi, bercerita punya beberapa anak asuh, dan ia ingin menyekolahkan hingga perguruan tinggi.  Wajar kiranya muncul rasa iri terhadap sikap dan perhatiannya untuk peduli dan membantu orang lain.  

Guru dan guru

Apa jadinya bila guru bertemu dengan kolega guru lainnya, katakan saja mereka baru kenal masing-masing dari kota yang berbeda.  Tentu banyak hal yang bisa didiskusikan, dari perihal profesi hingga tentang keadaan murid dan dinamika kehidupan lainnya.  Demikianlah, penulis sempat memotret, merenungkan dan larut dalam diskusi tersebut, dan memperoleh banyak pelajaran berharga dari mereka.