Jpeg

Febri dkk

Bagaimana rasanya jika seorang mantan teroris disuguhkan ke dalam sebuah seminar yang dilihat bahkan didengar oleh ribuan orang? Inilah yang dilihat dan didengar oleh ribuan civitas akademika dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) se-Jawa Timur di Gedung Widyaloka Kompleks Rektorat Universitas Brawijaya Malang pada kemarin (27/08). Berbagai mahasiswa dari lintas disiplin ilmu, para dosen dan karyawan dari Perguruan Tinggi se-Jawa Timur pun turut andil dalam memeriahkan kegiatan yang dipawangi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT-RI) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Bidang Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Dan salah satu Perguruan Tinggi Swasta yang turut andil adalah Universitas Widyagama Malang yang mendelegasikan 3 (tiga) orang mahasiswa dan 1 (satu) orang karyawan yakni Drs. M. Ali HS selaku Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan.

Kegiatan yang bertemakan tentang Dialog Pencegahan Paham Deradikalisasi Terorisme dan ISIS di kalangan Perguruan Tinggi ini berusaha untuk memberikan pemahaman, kesadaran, pengetahuan bahkan strategi penanggulangan terorisme kepada para mahasiswa untuk lebih tahu dan lebih memahami bagaimana penyebaran sekaligus penanggulangan terorisme di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam skala nasional telah bergaung isu-isu terorisme yakni adanya gerakan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) dan telah menyebar luas di kalangan pemuda Indonesia terutama dalam bentuk media social. Kehadiran ISIS telah menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan di masyarakat karena banyak pemuda Indonesia yang bergabung menjadi pasukan ISIS. Latar belakang inilah yang mendasari munculnya dialog ini.

Deklarasi Komitmen Bersama antara BNPT, Kemenristek-Dikti, DPR-RI, dan Perguruan Tinggi Se Jawa Timur

Deklarasi Komitmen Bersama antara BNPT, Kemenristek-Dikti, DPR-RI, dan Perguruan Tinggi Se Jawa Timur

Kegiatan yang hampir diikuti oleh 500-an mahasiswa dan mahasiswi itu kemudian dilanjutkan dengan acara inti yakni dialog bersama sesi pertama. Dalam sesi pertama menghadirkan dua narasumber yakni dari Widyo Winarso selaku perwakilan dari Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti dan juga Brigjen Pol Hamidi perwakilan dari BNPT. Perwakilan dari Kemenristek Dikti, Widyo Winarso menyuguhkan pengetahuan mengenai radikalisme dan terorisme. Beliau menuturkan bahwa radikalisme tidak hanya memberikan makna negatif saja melainkan juga bisa bermakna positif seperti untuk memaksa menghasilkan suatu penelitian akademis (radikalisme akademis). Tapi disisi lain radikalisme juga bermakna negative salah satunya radikalisme terorisme. Pemahaman ini diperjelas kembali oleh perwakilan dari BNPT yang menyajikan informasi mengenai radikalisme di kancah nasional sekaligus instrument hukum untuk menanggulangi kejahatan terorisme yang dianggap sebagai extra-ordinary crime (kejahatan luar biasa). Setelah sesi pemberian materi, sesi tanya jawab dibuka bagi peserta. Dalam sesi ini, ada banyak sekali peserta yang ingin tahu bahkan sebagian mengkritisi pemerintah dalam menanggulangi gerakan terorisme yang dianggap lamban dan setengah-setengah. Bahkan salah satu peserta dari PTS di wilayah Surabaya mengatakan bahwa dialog yang dilakukan perlu adanya gerakan konkret agar penanggulangan terorisme bisa langsung terasa di masyarakat khususnya bagi para mahasiswa di Perguruan Tinggi.

Panasnya sesi pertama yang mengundang banyak pertanyaan dari peserta dialog juga terjadi pada sesi kedua. Dalam sesi kedua ini menghadirkan Ustadz Muhammad Yahya, akademisi sekaligus peneliti Islam dari UIN Malang serta menghadirkan narasumber special yakni mantan teroris yang bernama Ali Fauzi Manzi. Yang disebut terakhir adalah adik kandung dari Ali Gufron dan Amrozi, mantan teroris yang malang-melintang dalam peledakan bom di Indonesia, sehingga kehadirannya memberikan ‘special speech’ tersendiri bagi para peserta. Beliau bahkan menceritakan pengalamannya selama bergerilya menjadi teroris di Indonesia, Malaysia dan juga di Moro, Filipina, serta pengalamannya dalam merakit bom di banyak daerah seperti peledakan bom di Bali (Bom Bali I dan Bom Bali II), peledakan bom di Hotel JW. Marriot dan juga aksi peledakan bom terkait Gerakan Poso dan Ambon. Deretan pengalamannya itu bahkan diceritakan secara gamblang mulai dari cara merakit bom sampai dengan pemikiran atau ‘maindset’ para terorisme terkait jihad atas nama agama, sehingga para peserta dibuat diam karena asyik menikmati setiap ceritanya.

Sementara itu, Ustadz Muhammad Yahya membeberkan gerakan ISIS dalam kancah global dan juga memberikan beberapa pembenaran dalil-dalil bahwa gerakan yang dilakukan ISIS ternyata bukanlah jihad yang dibenarkan secara agama (dalam hal ini Islam). Dari deretan materi yang disampaikan cukup membuat suasana Gedung Widyaloka menjadi panas oleh pertanyaan dan diskusi. Pertanyaan diwarnai dengan beragam diskursus terkait informasi terorisme, gerakan terorisme, aksi-aksi terorisme dalam  membuat dan meledakkan suatu bom, makna jihad dalam arti sebenarnya, pengetahuan seputar Khilafah Islamiyah serta strategi penanggulangan yang dilakukan dalam memberantas terorisme di kalangan Perguruan Tinggi.

Jpeg

Febri dkk asyik menyimak makalah

Dan akhirnya kegiatan ditutup pada pukul 16.00 WIB. Kegiatan ini merupakan kegiatan wajib bagi para mahasiswa untuk belajar terutama terkait dengan gerakan radikalisme terorisme di Indonesia terutama terkait dengan ISIS. Tentunya, pengetahuan ini merupakan referensi tersendiri bagi para peserta untuk nantinya saling menyebarkan informasi yang benar dan terarah sesuai dengan semangat untuk saling berkomitmen dalam memberantas radikal terorisme di Indonesia. Semoga, para mahasiswa bisa menularkan semangat itu sebagai salah satu fungsinya menjadi agent of change bagi masyarakat. (feb/san (pip))