IMG_6988Ruang F9 Kampus II UWG, 17 Juni 2015 berlangsung acara Diskusi Publik dengan judul “Masa Depan Pemberantasan Korupsi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Praperadilan” Diseminasi Hasil Eksaminasi Publik Putusan Praperadilan, perkara; Permohonan praperadilan Komjen Budi Gunawan terhadap KPK. Diskusi public ini akan dilakukan sekaligus untuk diseminasi hasil eksaminasi publik yang telah dilakukan ICW dengan 6 (enam) Guru Besar Hukum Pidana dari 6 (enam) Universitas di Bandung, DIY, Purwokerto, Surabaya, Denpasar dan Makasar.

Diskusi publik tentang Pemberantasan Korupsi yang diadakan di Kampus Universitas Widyagama Malang ini terselenggara atas kerjasama dengan Malang Corruption Watch (MCW) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Dengan bertindak sebagai narasumber; bapak Dr. Hariyono (Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi RI) dan Emerson Yuntho (dari ICW) dan bapak Dr. Agus Sudaryanto, SH.MHum (Praktisi Hukum sekaligus Dekan FH UWG). Sementara narasumber lain yang diundang namun berhalangan hadir yakni bapak Kapolda Jatim dan bapak Busro Muqodas dan bertindak selaku moderator yakni bapak Fakhruddin dari MCW. Tujuan daripada Diskusi Publik ini yakni; 1) Membuka ruang bagi publik untuk mendiskusikan implikasi putusan praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan dan Putusan MK tentang perluasan objek praperadilan terhadap upaya pemberantasan korupsi, khususnya kinerja KPK, 2) Diseminasi hasil eksaminasi publik terhadap Putusan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel terkait penetapan tersangka Komjen Pol. Budi Gunawan oleh KPK.

IMG_6993Acara ini dihadiri oleh; Organisasi Masyarakat Sipil, Perwakilan Kepolisian RI, Perwakilan Kejaksaan, Mahasiswa/I, Media dan Masyarakat Umum. Ruang F9 Kampus II UWG tempat berlangsungnya acara tersebut dipadati oleh peserta yang hadir lebih dari 150 orang.  Menurut Dr. Agus Sudaryanto, SH.MHum (Dekan Fak. Hukum UWG) acara ini terselenggara atas kerjasama ICW, MCW dan Fakultas Hukum selaku tuan rumah. Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa Fakultas Hukum UWG bisa mengikuti diskusi publik ini sebagai bahan menambah wawasan tentang kemelut / kontroversi putusan praperadilan Komjen Budi Gunawan terkait dengan Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia.

IMG_6990Sedikit cuplikan tentang hasil praperadilan MK terhadap komjen BG; Sebagaimana disebutkan dalam pasal 77 KUHAP hanya mengatur 7 (tujuh) hal  yaitu, sah atau tidaknya penangkapan, sah atau tidaknya penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan, sah atau tidaknya penghentian penuntutan, ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Dari pasal 77 KUHAP tersebut dapat dilihat secara jelas, bahwa penetapan tersangka tidak termasuk dalam objek praperadilan. Adapun dasar Komjen BG mengajukan praperadilan adalah; pertama, KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan atas perkara yang bersangkutan; kedua, saat pengambilan keputusan untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka, jumlah pimpinan KPK hanyak 4 (empat) orang; ketiga, KPK dianggap menyalahgunakan kewenangannya, karena yang bersangkutan bukanlah aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KPK; dan keempat, penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan dilakukan sebelum adanya pemanggilan yang bersangkutan untuk dimintai keterangan. Keempat hal inilah yang menjadi dalil yang menyebutkan bahwa, penetapan komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, tidak sah. Atas keempat dalil tersebut, KPK sudah menyampaikan jawabannya sebagai pihak termohon dalam sidang praperadilan. Sederet ahli hukum maupun mantan hakim sudah memberikan pendapat mereka terkait hal ini, baik secara resmi didalam persidangan, maupun diluar persidangan melalui media massa. Namun demikian, putusan hakim Sarpin Rizaldi yang dituangkan dalam Putusan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel., memutuskan lain daripada harapan public. Hal ini sungguh diluar kewajaran dan aturan hukum yang ada. Sebagaimana disebutkan diatas, pasal 77 dan pasal 95 KUHAP mengatur secara terbatas / limitative penafsiran terhadap objek dan mekanisme gugatan praperadilan dan permintaan ganti rugi. Dalam hukum pidana itu berlaku asas legalitas yang bisa mengikat orang itu hanya yang tercantum dalam undang-undang. Juga dalam hukum acara pidana sebagai hukum procedural yang mengatur tentang bagaimana hukum pidana materil dilaksanakan, itu tidak dapat disimpangi dan harus diberlakukan secara ketat. Interpretasi dapat dilakukan secara terbatas, yaitu interpretasi gramatikal dan sistematis. (menurut pernyataan Prof. Bernard Arief Sidharta dalam wawancara dengan Sorge Magazine, 18 Februari 2015; http://www.sorgemagz.com/?p=5512) maupun keterangan penyidik dalam proses penyidikan. Selain itu, MK juga mengabulkan permohonan pemohon dan memperluas objek praperadilan, sehingga berdasarkan Putusan Nomor 21/PUU-XII/2015 ada tiga hal yang termasuk dalam objek praperadilan yaitu; penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan. Kedua Putusan ini memancing reaksi dari berbagai kalangan. Di satu sisi, hal ini disambut baik oleh banyak korban kriminalisasi aparat penegak hukum, tetapi disisi lain memberatkan kerja aparat penegak hukum, khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebagaimana diketahui, pasca putusan praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan, sejumlah tersangka korupsi yang perkaranya ditangani KPK mengajukan permohonan Praperadilan. Namun, hakim menolak permohonan-permohonan tersebut, sehingga tidak ada pencabutan status tersangka dari para pemohon. Demikian yang melatarbelakangi diadakannya diskusi publik ini yang diadakan di Kampus II Universitas Widyagama Malang. Diskusi berjalan dengan lancar, penuh semangat para peserta yang hadir memberikan tanggapan dan pertanyaannya penuh antusias. Acara berlangsung hingga pk. 14.30 WIB dilanjutkan dengan acara ramah tamah di halaman gedung F9 Kampus II Universitas Widyagama Malang. (san/pip)