Prof. Sukamto, Ketua LPPM

Dalam rangka penjaminan dan peningkatan mutu kegiatan pengabdian masyarakat yang dibiayai DP2M Dikti tahun 2014, LPPM UWG melaksanakan monitoring dan evaluasi internal (monevin) ke lapangan (ke tempat mitra) mencakup IbM, IbK, dan IbPE.  Jadwal monevin dilaksanakan tanggal 21 hingga 27 Agustus 2014. Jadwal monevin adalah ke IbPE Prof Sukamto di Wagir dan Candra Aditya di Tulungagung (21/8); IbM Ir. Toni DP, MMT, Alfiana, SE., MM, Nova R Ismail, ST., MT, Dedi Usman, ST, MT (25/8); IBM Dr. Ir. SUwarta, Ir. Abdul Halim, MT.,  Emma Sulistyorini, ST., MT (26/8); IbM Dra. Wahju Wulandari, MM, Ir. Riman, MT., Ir. Ismini, MP., Ir. Untung Sugiarti dan IbK Wiwin Purnomowati, MSi (27/8).  Menurut ketua LPPM, monev internal bertujuan agar kegiatan pengabdian masyarakat memberi manfaat yang nyata, dan berorientasi solusi kepada masyarakat mitra, sebagaimana yang tertulis dalam usulan kegiatan.  Kegiatan ini bila dijalankan dengan sungguh-sungguh akan menjadi amal jariah dosen dan lembaga kepada masyarakat.

Dari laporan kegiatan monevin hari pertama, yakni IbPE di Wagir dan di Tulungagung diperoleh hasil dan tanggapan mitra sebagai berikut.   Kunjungan pertama adalah ke UKM produksi janggelan, lengkapnya adalah IbPE USAHA KECIL MENENGAH JANGGELAN PUDER  (Pengusul Prof. Dr. Ir. Sukamto, MS).  Janggelan, nama yang aneh, tidak populer. Di UKM ini, tanaman janggelan diolah menjadi bubuk (powder) agar-agar hitam, atau yang populer dengan nama cincau hitam.  Cincau hitam merupakan makanan sehat kaya serat, yang populer di negara Taiwan, China, Korea dan negara-negara Asean.

Tanaman Janggelan (sumber: http://photo.kontan.co.id)

UKM dengan label UD INTAN SARI JANGGELAN ini terletak Jl. Pangrango no 9, kecamatan Wagir, kabupaten Malang.  Pemilik UKM, yakni pria Gatot (dan ibu Endang), telah mengusahakan produksi agar-agar hitam janggelan sejak tahun 2007, dan telah diekspor ke negara-negara Asia. Bahan baku tanaman Janggelan didapatkan dari wilayah Pacitan, Ponorogo dan sekitarnya.  Menurut pak Gatot, janggelan juga ditanam di Malang Selatan tetapi rendemennya hanya sekitar 30 persen, sementara rendemen janggelan Pacitan mencapai 65 persen.  Ia berterimakasih kepada Prof. Sukamto (dosen Universitas Widyagama Malang) yang telah membantu dalam hal (i) produksi, yakni menyediakan mesin pemasak dan bangunan pengering; (ii) manajemen keuangan, yakni tata kelola, pembukuan dan stok, dan sistem akuntansi, dan (iii) standarisasi mutu produk, termasuk sertifikasi halal.

Gatot, pengusaha Janggelan

Gatot, pengusaha Janggelan

Pak Gatot awalnya ragu dengan gagasan peningkatan produksi yang ditawarkan Prof Sukamto.  Itu adalah wujud kegalauan beliau.  Beliau sering menerima kunjungan orang-orang dari Pemda, dosen, peneliti atau mahasiswa, yang sekedar bertanya-tanya dan berfoto sekedar reportase, untuk kepentingan mereka sendiri.  Setelah itu, mereka menghilang tanpa kabar.  Adapun bantuan dari kegiatan IbPE Prof Sukamto itu sangat nyata dan berkelanjutan, untuk menyelesaikan masalah dan kendala produksi.  Bantuan teknis dan manajemen itu dapat meningkatkan produksinya hingga 200 persen dari kondisi sebelumnya.

IbPE pengering janggelan

Pasar produk UKM janggelan ini telah mencapai Jakarta.  Sebagian produknya menggunakan kemasan sendiri, sebagian lainnya dikemas oleh pemesan.  Untuk meningkatkan kapasitas pasar, pak Gatot mengupayakan standar mutu produk, serta membuka kerjasama dengan pihak lain untuk repackaging.  Sejauh ini, ia belum mampu membuat merk sendiri karena kuatnya persaingan.  Untuk memenuhi kebutuhan ekspor pun ia masih menggunakan jasa pihak lain.

Sugianto, pengusaha pasir kucing

Sugianto, pengusaha pasir kucing

Kunjungan kedua adalah ke UKM pasir kucing, lengkapnya IbPE Kelompok Usaha Pasir Kucing (Cat Litter) di Kabupaten Tulungagung Jawa Timur (pengusul Ir. Candra Aditya, MT).  Nama produk ini pun tidak kalah asing.  Pasir kucing adalah produk pasir yang digunakan oleh rumah tangga yang memiliki hewan peliharaan kucing.  Pasir itu oleh kucing atau anjing menjadi pilihan utama untuk kencing atau buang kotoran.  Begitu kucing menyelesaikan hajatnya, cairan kencing bereaksi dengan pasir menimbulkan bau wangi, misalnya jeruk, apel, lavender, atau bau lain sesuai selera.   Pasir kucing, bukan hanya menjaga kebersihan rumah, tetapi juga dapat digunakan sebagai ‘pupuk’ untuk taman. Produk pasir kucing ini dapat dibeli di supermarket ternama dengan label produk impor Cina atau Eropa.  Padahal itu adalah produk domestik, diantaranya adalah yang diproduksi di Tulungagung.

IbPE pasir kucing widyagama

Workshop pasir kucing

UKM pasir kucing terletak di kecamatan Ngunut, kabupaten Tulungagung.  UKM ini mengambil bahan baku batuan bentonit (masuk kelompok galian tipe C) dari kecamatan Binangun, kabupaten Blitar.  Bentonit adalah nama mineral sejenis monmorilonitik yang kaya liat tipe 2:1.  Bentonit memiliki fungsi menyerap air, kation dan senyawa lain; sehingga memiliki manfaat yang tinggi bagi kehidupan manusia, dalam bidang pertanian, perikanan, dan industri kimia secara umum.  Bentonit ini yang dapat menyerap bau urine atau udara yang tidak sedap.

Kemasan Pasir Kucing

Kemasan Pasir Kucing

Pengusaha UKM bernama bapak Sugianto, yang menekuni usaha ini sejak 2008.  Bantuan IbPE untuk UKM pasir kucing adalah penyediaan mesin granulator untuk menambah kapasitas produksi.  Harus diakui bahwa proses produksi pasir kucing ini relatif rumit dan panjang, melibatkan banyak pelaku.   Secara ringkas tahapan produksinya adalah (i) penggilingan batuan, dilakukan oleh rumah tangga sekitarnya, (ii) pengumpulan powder batuan, (iii) granulasi, dibantu mekanisme spraying air, (iv) pewarnaan, dangan kalsium, (v) pemberian bahan pewangi, (vi) pengeringan, (vii) pengayakan (sieving), dan (viii) packaging.

Sugianto, yang juga merupakan pengusaha ikan gurami, menyatakan bahwa pasar pasir kucing masih sangat luas.  Produknya sudah dibeli oleh pengusaha asal Surabaya (pemilik merek dagang).  Melalui bantuan IbPE, ia mengembangkan workshop lainnya untuk meningkatkan produksi dan memperluas pasar. Kemampuannya terbatas hanya pada memproduksi saja.  Perihal pasar, distribusi dan ekspor sudah ada pihak yang menangani.  Meskipun harga yang diterima relatif rendah, ia cukup puas dengan usaha ini, selain memberikan kesempatan kerja bagi penduduk desa.  Menurut pria yang berusia 40 tahun ini, umumnya produsen pasir kucing menggunakan label asing untuk meningkatkan nilai jual.

Rektor dan tim Monev LPPM

Dalam kegiatan monevin hari pertama tersebut (21/8), selain ketua LPPM, ikut serta  Rektor UWG Prof Iwan Nugroho,  Sekretaris LPPM Dra Wahju Wulandari, MM, Kapus Pengabdian Ir. Candra Aditya, MT  dan anggota pengusul Silviana, ST., MT.  Sebagaimana acara monevin tahun sebelumnya, Rektor hadir untuk memberikan dukungan kepada dosen, serta apresiasi kepada mitra kerjasama.  Rektor berharap pengusaha mitra dapat memanfaatkan bantuan IbPE tersebut untuk meningkatkan produksinya.  (in)